Mohon tunggu...
Alfa Mightyn
Alfa Mightyn Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Mercu Buana | Dosen: Prof. Dr. Apollo, M.Si, Ak. | NIM: 55521120047

Universitas Mercu Buana | Dosen: Prof. Dr. Apollo, M.Si, Ak. | NIM: 55521120047 | Magister Akuntansi | Manajemen Perpajakan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menciptakan Level Playing Field Melalui Pemajakan Transaksi Digital

8 Maret 2023   00:04 Diperbarui: 8 Maret 2023   00:08 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tahun 2020, pandemi melanda, dan hal ini memaksa orang untuk terus menerus mengandalkan jaringan internet dalam melakukan segala aktivitasnya. Aktivitas dan transaksi konvensional dalam porsi yang cukup banyak bergeser menjadi aktivitas dan transaksi digital. Dampak pergeseran ini terlihat dari tutupnya toko-toko retail seperti Matahari, Centro, Giant, dan memunculkan raksasa digital baru, seperti Google, eBay, atau perusahaan digital domestik seperti Tokopedia, Gojek, Tiket.com, dan lain sebagainya.

Produk yang ditawarkan pada platform digital dirasa lebih terjangkau karena penjual tidak harus mengeluarkan biaya untuk sewa dan lain sebagainya. Begitupun bila pembeli memilih barang dari penjual kecil, tidak ada PPN yang dipungut, tidak seperti membeli barang di supermarket. Padahal penjual 'kecil' ini saat ditelusuri penjualannya, bisa saja mencapai omzet Rp4.8miliar dan seharusnya sudah bisa ditetapkan menjadi PKP (Pengusaha Kena Pajak) dan wajib memungut PPN.

Atas dasar penciptaan level playing field inilah, pemerintah melalui DJP menerbitkan ketentuan pajak atas transaksi digital. Pajak disini berupa PPh dan PPN. UU Nomor 2 Tahun 2020 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.03/2020 menjadi dasar pemungutan PPN PMSE.

Ketentuan ini memungkinkan pemerintah dalam hal ini DJP untuk menunjuk PMSE baik domestik maupun asing untuk memungut PPN, menyetorkan dan melaporkan pemungutan tersebut setiap triwulan.

Namun hal ini bukan tanpa kendala. Sampai dengan saat ini, pemungutan PPN PMSE ini bersifat voluntary compliance, sehingga sangat amat mengandalkan kesediaan PMSE untuk melaporkan pemungutan PPN tersebut. Disamping itu pengawasan yang akan dilakukan juga tidaklah mudah. Untuk memastikan berapa nilai sesungguhnya dari BKP/JKP yang dimanfaatkan di dalam negeri atau daerah pabean, bukan hal yang mudah. 

Pembeli dapat menggunaan VPN untuk mengecoh lokasi pemanfaatan barang/jasa. Dan lagi, ketentuan yang ada belum mengatur mengenai sanksi bila PMSE tidak melaksanakan kewajiban tersebut dengan benar, baik mendaftarkan diri bila sudah memenuhi syarat maupun memungut, menyetor, dan melaporkan PPN tersebut dengan benar.

Perlakuan Pemungutan PPN seperti ini sudah lebih dulu diterapkan di Eropa, dan menghasikan tingkat kepatuhan yang cukup rendah. Masih menjadi pe-er bagi pemerintah untuk membuat aturan tersebut menjadi lebih efektif.

Untuk PPh sendiri, berdasarkan PP Nomor 80 Tahun 2019 dan UU Nomor 2 Tahun 2020, bagi perusahaan asing yang memiliki kehadiran signifikan di Indonesia atau mendapatkan penghasilan yang signifikan dari perekonomian Indonesia, sebagian pajak penghasilannya akan dikenakan di Indonesia. Hal ini tentu berbenturan dengan tax treaty yang saat ini sudah terjalin antara otoritas pajak Indonesia dengan negara mitra.

Langkah ini diambil karena konsensus global melalui penyusunan Pillar 1 OECD belum juga disepakati. Namun karena resistensi negara lain terlalu tinggi, dan belum siapnya peraturan pelaksanaan mengenai hal ini, maka pemberlakuannya ditangguhkan sambil menunggu kesepakatan konsensus global.

Saat nantinya Pillar 1 ini disetujui, akan ada pengaturan yang lebih universal bagi negara-negara yang terlibat, dan tentunya hal ini akan diratifikasi oleh Indonesia. Akan ada penyesuaian kembali pada aturan perpajakan transaksi digital di Indonesia. Dinamisnya peraturan pajak akan cukup membingungkan bagi Wajib Pajak dan hal ini menyebabkan sentimen bahwa pemerintah khususnya otoritas pajak dianggap terlalu prematur namun lamban dalam merancang peraturan.

Jadi apakah level playing field ini sudah berhasil diciptakan? Sepertinya masih jauh dari harapan, namun sedikit demi sedikit usaha untuk menuju ke arah tersebut sudah ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun