“Tama, Aya gapapa kok. Aya Cuma takut gelap tadi.” Jelas Aya berusaha tenang dalam dekapan teman masa kecilnya ini.
Tama tak merespon kata-kata Aya. Tama tetap memeluk erat Aya. Aya mencoba melepas pelukan Tama, namun ketika Aya memegang tangan Tama, tangan Tama begitu dingin seperti es.
“Tama? Tama kenapa? Tangan Tama kok dingin banget? Tama?” sekarang ganti Aya yang khawatir.
“Tama ga mau Aya kenapa-napa. Tama ga bisa tanpa Aya” Tama lalu terisak-isak sambil tetap memeluk Aya. Aya pun mendorong bahu Tama menjauh darinya sehingga pelukan Tama pun terlepas.
“TAMA! LOOK AT ME! LISTEN TO ME!” teriak Aya sambil sedikit mengguncangkan badan Tama. Tama pun melihat mata Aya yang sayu.
“Tama, Aya gapapa. GAPAPA! Tadi Aya Cuma kaget karena tiba-tiba lampu kamar Aya mati. Tama ga perlu kayak gini. Aya gapapa!” tegas Aya sambil tersenyum tipis dan menghapus air mata Tama dengan kedua tangannya.
“Beneran?” kata Tama mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Aya mengangguk mantap.
“I LOVE YOU, Ay! mungkin selama ini Tama keliatan cuek dan ga peduli sama Aya, tapi sebenernya inilah Tama! Tama ga bisa tanpa Aya! Tama ga pernah bisa ngungkapin perasaan Tama karena Tama nunggu saat yang tepat, di hari ulang tahun Aya yang ke-17! Jadi sekarang Tama mau ngungkapin semuanya! Tama sayang Aya!” kata Tama panjang lebar sambil sedikit tertunduk.
“Aya juga cinta sama Tama! Sayang sama Tama! Tapi Aya gatau cara ngungkapinnya. Aya nunggu Tama! ” jawab IIN.
“jadi …………………….” Kata-kata Tama terputus, Tama menggenggam erat tangan Aya.
“Aya mau kan jadi pacar Tama?” tanya Tanya mantap.