Mohon tunggu...
Miftakhul Shodikin
Miftakhul Shodikin Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Kenapa kamu hidup ?

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perbandingan Metode Penemuan Hukum: Konvensional dan Hukum Islam

3 November 2023   19:16 Diperbarui: 4 November 2023   14:00 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Istilah "penemuan hukum" oleh beberapa pakar sering dipermasalahkan, bahwa apakah tidak lebih tepat istilah "pelaksanaan hukum", "penerapan hukum", "pem- bentukan hukum" atau "penciptaan hukum".

Istilah "pelaksanaan hukum" dapat berarti menjalankan hukum tanpa sengketa atau pelanmaran. Namun disarnping itu pelaksanaan hukum dapat pula terjadi kalau ada sengketa, yaitu yang dilaksanakan oleh hakim dan hal ini sekaligus pula merupakan penegakan hukum

Penemuan hukum lazimnya diartikan sebagai proses pembentukan hukum oleh hakim atau   petugas petugas   hukum   lainnya   yang   diberi   tugas   melaksanakan   hukum   terhadap peristiwa hukum  yang kongkrit. Atau dengan kata lain penemuan hukum adalah proses kegiatan pengambilan keputusan yuridis konkrit yang secara langsung menimbulkan akibat hukum bagi suatu situasi individual (putusan-putusan hakim, ketetapan, pembuatan akte oleh notaris dan sebagainya). Dalam arti tertentu, penemuan hukum adalah pencerminan pembentukan hukum. Jika dalam pembentukan hukum yang terjadi adalah menetapkan hal umum yang berdasarkan pada waktunya dapat dijabarkan hal yang khusus yang mengemuka (dimunculkan terlebih dulu), namun pada waktu yang bersamaan dapat dikonstatasi (ditetapkan atau dirumuskan peristiwa konkretnya) dampak keberlakuan secara umum.Hal ini merupakan proses kongkretisasi dan individualisasi peraturan  hukum  yang  bersifat  umuin  dengan  mengingat  peristiwa  kongkrit.

Metode   penemuan   hukum   tidak   hanya   dikenal   dalam konstelasi  hukum  Islam, tetapi dalam  hukum  Barat pun  jauh lebih  maju.  Akan  tetapi,  para ahli  hukum  Barat  lebih  menyukai penggunaan   istilah   pembentukan   hukum   dari pada   istilah penemuan  hukum.  Dalam  hukum  Barat,  seorang  hakim  yang bertindak   selaku   pembentuk   hukum   dalam   hal   perundang-undangantidak    menyebutkansesuatu ketentuan untuk menyelesaikan   suatu   perkara   yang   terjadi. Hakim   memiliki kekuatanpembentuk    hukum,namunkedudukan    hakim bukanlah   pemegang   kekuasaan   legislatif. Oleh   sebab   itu,keputusan   hakim   tidak   mempunyai   kekuatan   hukum   yang berlaku  seperti  peraturan  umum lainnya.  Dengan  demikian, keputusan   hakim   hanya   berlaku   kepada   pihak-pihak   yang bersangkutan saja.Ada beberapa peristilahan yang sering dikaitkan dengan penemuan hukum, yaitu:Rechtsvorming (pembentukan hukum,Rechtstoepassing (penerapan hukum), Rechtshandhaving (pelaksaan hukum),  Rechtschepping (penciptaan hukum),Rechtsvinding (penemuan hukum)

A. Metode Konvensional

Penemuan hukum adalah merupakan kegiatan terutama dari hakim dalam melaksanakan undang-undang bila terjadi peristiwa konkrit, dimana dalam kegiatan penemuan hukum dibutuhkan adanya suatu metode yang nantinya dapat dipergunakan oleh penegak hukum (hakim) dalam memberikan keputusan terhadap suatu peristiwa hukum yang terjadi, yang dipahami bahwa aturan hukum (undang-undang) dalam peristiwa tersebut tidak jelas atau bahkan belum diatur sama sekali.

Salah satu metode penemuan hukum yang memberi penjelasan yang gamblang mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaedah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu adalah melalui interpretasi atau penafsiran. Penafsiran oleh hakim merupakan penjelasan yang harus menuju kepada pelaksanaan yang dapat diterima oleh masyarakat mengenai peraturan hukum terhadap peristiwa yang konkrit. Metode interpretasi ini adalah sarana atau alat untuk mengetahui makna undang-undang. Metode penemuan hukum konvensional terdiri dari:

a. Metode Subsumtif (Vague of Norm)

  • Interpretasi Gramatikal (bahasa);

  • Interprestasi Historis (sejarah pembentukan UU);

  • HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun