Mohon tunggu...
Miftahussururi
Miftahussururi Mohon Tunggu... Konsultan - Praktisi Pendidikan

Show, Don't Tell

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tujuan Mulia PPDB Zonasi

19 Juli 2023   22:48 Diperbarui: 20 Juli 2023   02:13 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelaksanaan proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) setiap tahun ajaran baru selalu menjadi perhatian publik dan media, dimana banyak sekali pemberitaan yang memuat berbagai polemik dan praktik kecurangan. 

Beberapa hari ini, ruang media kita dihiasi dengan berita pemalsuan kartu keluarga, dugaan intervensi pejabat daerah, sampai jual-beli bangku sekolah pada saat PPDB.

Penerimaan peserta didik baru menggunakan zonasi awal mula diperkenalkan dan diterapkan pada tahun 2017 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 2016-2019 Muhadjir Effendy melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 17 Tahun 2017 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, atau bentuk lain yang sederajat yang terus disempurnakan menjadi Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 junto Permendikbud Nomor 20 Tahun 2019 yang sekarang menjadi Permendikbudristek Nomor 1 Tahun 2021.

Regulasi tersebut mengubah syarat penerimaan peserta didik baru di sekolah negeri dari nilai ujian nasional (UN) menjadi jarak rumah peserta didik dengan sekolah pada zona yang ditetapkan. 

Perubahan tersebut dilakukan karena terdapat praktik diskriminasi dalam layanan pendidikan khususnya di sekolah negeri yang notabene adalah institusi yang dibiayai oleh negara. 

Banyak sekali contoh peserta didik yang memiliki nilai UN yang rendah tidak diterima di sekolah negeri walaupun rumahnya sangat dekat dengan sekolah tersebut.

Sekolah negeri yang diisi oleh peserta didik yang memiliki nilai UN tinggi membentuk kastanisasi sekolah yang sering disebut sekolah favorit.

Jika kita lihat pada era kolonial Belanda, pengelompokan sekolah favorit dan non-favorit sudah marak terjadi. Praktik kastanisasi sekolah yang mendiskriminasikan kesempatan anak untuk mendapatkan pendidikan dirumuskan secara masif dan terstruktur. Dulu kesempatan anak untuk bisa bersekolah ditentukan oleh kasta, kedudukan, status ekonomi, dan keturunan.

Peserta didik yang berasal dari keluarga yang memiliki sumber daya, aset, akses, dan jejaring kolega yang baik memiliki peluang jauh lebih besar untuk memperoleh akses pengalaman-pengalaman bermakna melalui berbagai aktivitas mengasah keterampilan diri, tambahan pendidikan non-formal, memiliki peluang yang jauh lebih besar untuk mendapatkan capaian pendidikan formal (yang disimpulkan dengan nilai UN) dibandingkan dengan peserta didik yang berasal dari keluarga yang tidak memiliki banyak sumber daya atau sering kita kenal dari keluarga dengan ekonomi rendah.

Jika praktik ini terus dilanggengkan, maka layanan pendidikan yang diberikan oleh Pemerintah di sekolah negeri akan diisi oleh peserta didik yang homogen, peserta didik yang memiliki nilai UN tinggi yang sebagian besar berasal dari keluarga yang memiliki sumber daya. 

Hal ini menyebabkan terjadinya penumpukan SDM-SDM berkualitas di beberapa sekolah sehingga menciptakan kastanisasi sekolah. Selain itu, peserta didik dari keluarga terbatas sumber daya tidak akan mendapatkan layanan pendidikan berkualitas yang dikelola oleh Pemerintah.

Tujuan Mulia PPDB Berbasis Zonasi

Kebijakan ini ingin memastikan bahwa setiap anak dari berbagai latar belakang yang berada dalam zona/ wilayah/ area yang telah ditentukan Pemerintah Daerah berdasarkan formula dalam Permendikbudristek Nomor 1 Tahun 2021 mendapatkan hak yang sama dalam mengakses layanan pendidikan khususnya di sekolah negeri.

Kebijakan PPDB Zonasi atau kedekatan antara jarak rumah peserta didik dengan sekolah ini menggambarkan keberpihakan dan komitmen pemerintah untuk menghilangkan praktik diskriminasi layanan pendidikan di sekolah negeri khususnya bagi calon peserta didik dengan latar belakang keluarga ekonomi rendah.

Dengan PPDB Zonasi, peserta didik yang memiliki nilai akademik rendah yang tempat tinggalnya berada di dekat sekolah dapat dipastikan akan diterima dan mendapatkan layanan pendidikan di sekolah negeri.

Kesempatan mendapatkan pendidikan yang berkualitas akan membuka peluang bagi peserta didik khususnya dari keluarga yang memiliki keterbatasan sumber daya untuk meningkatkan kesejahteraan, derajat hidup, dan kesejahteraan pada masa depan.

Hasil riset dari SMERU Institute menunjukkan bahwa anak yang lahir dari keluarga miskin cenderung berpenghasilan lebih rendah ketika mereka dewasa. Untuk dapat keluar dari jerat kemiskinan tidak semudah yang banyak orang kira karena kemiskinan yang terjadi pada anak-anak berkaitan dengan kondisi kemiskinan keluarganya. 

Kemiskinan keluarga akan membatasi akses anak-anak mereka terhadap berbagai kesempatan (misalnya untuk mendapatkan pendidikan dan pelayanan kesehatan) yang sebenarnya diperlukan untuk memperbaiki kondisi ekonomi mereka. Pendapatan anak-anak miskin setelah dewasa 87% lebih rendah dibanding mereka yang sejak anak-anak tidak tinggal di keluarga miskin.

Melalui PPDB Zonasi, peserta didik dari keluarga miskin diharapkan dapat merubah kondisi sosial dan ekonomi keluarga melalui jalur pendidikan. Seperti pandangan Malcom X, seorang aktivis hak asasi manusia dari Amerika yang mengatakan pendidikan adalah tiket ke masa depan.

Selain itu, PPDB Zonasi dapat memperkokoh kemajemukan bangsa. Input peserta didik yang beragam dari berbagai latar belakang, kondisi sosial-ekonomi, kemampuan akademik non-akademik akan menumbuhkan semangat kebinekaan peserta didik sejak dini di sekolah.

Hal ini sangat selaras dengan semangat Merdeka Belajar yang mendorong terciptanya Pelajar Pancasila dimana terdapat elemen berkebinekaan global dan gotong-royong.

PPDB Zonasi Bukan Kebijakan Parsial

PPDB dengan mengutamakan kedekatan daerah ini tidak bisa dilihat hanya dari kacamata penerimaan peserta didik baru. Jauh daripada itu, PPDB Zonasi ini dapat digunakan sebagai basis data untuk menciptakan pemerataan akses pendidikan berkualitas di setiap daerah.

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat melakukan berbagai intervensi atau aksi nyata agar permasalahan yang terjadi setiap tahunnya akan dapat terselesaikan. 

Pertama, membangun unit sekolah baru (USB) di zona /wilayah/ daerah atau memberikan beasiswa kepada peserta didik untuk bersekolah di sekolah swasta. Pemerintah dapat menghitung kebutuhan kursi di sekolah dengan menganalisis data ketersediaan daya tampung sekolah dan jumlah calon peserta didik serta data domisili dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. 

Selain itu, Pemerintah dapaat melibatkan Dinas Sosial untuk melakukan verifikasi dan validasi data peserta didik yang dari keluarga tidak mampu. Hal ini merupakan langkah antisipasi sejak dini terkait pelaksanaan PPDB. Harapannya permasalahan kekurangan daya tampung sekolah negeri, praktik pindah kartu keluarga, orang kaya mengaku miskin dapat terhindarkan.

Kedua, dari aspek sumber daya manusia, Pemerintah perlu terus mendorong peningkatan kompetensi guru di semua sekolah, melakukan rotasi guru secara berkala, serta mengangkat guru penggerak menjadi kepala sekolah. Jika layanan pendidikan yang diberikan para guru dan kepala sekolah di semua sekolah berkualitas, maka label sekolah favorit akan dapat berkurang.

Ketiga, target sasaran pemberian bantuan sarana prasarana dan pemenuhan fasilitas pendukung pembelajaran diberikan kepada sekolah yang selama ini terpinggirkan, terpelosok, dan yang kurang diperhatikan atau sekolah yang dianggap bukan sekolah favorit. 

Selain itu, antar sekolah perlu didorong untuk berbagi sumber daya atau fasilitas sekolah dan bisa saling memanfaatkan fasilitas laboratorium, perpustakaan, lapangan olahraga, dan lain sebagainya. 

Sekolah harus sadar bahwa fasilitas itu semua milik negara sehingga pemanfaatannya tidak boleh diklaim menjadi milik sekolah. Sekolah harus terbuka dan mendorong pemanfaatan fasilitas secara bersama-sama. Tentunya dengan pengelolaan yang baik dan transparan.

Keempat, jauh sebelum pelaksanaan PPDB, Pemerintah daerah dapat membuat pakta integritas atau komitmen bersama antara seluruh pimpinan instansi daerah yang terkait, kepala sekolah, pengawas sekolah, tokoh masyarakat agar melaksanakan PPDB bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dan pungli.

Sudah merupakan kewajiban bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu terus bergandengan untuk melanjutkan kebijakan mulia ini. Pembagian urusan pemerintahan bidang pendidikan pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah semoga tidak menjadi kendala Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk bergotong-royong menciptakan pemerataan akses pendidikan yang adil dan berkualitas bagi semua peserta didik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun