- Para tokoh penentang tafsir ilmiy
Dari beberapa kitab dan tulisan yang ada terdapat beberapa nama mufasir yang memposisikan diri sebagai oposan terhadap jenis tafsir ini diantara dari mereka adalah:
- Abu Ishaq al-Syathibiy (790 H) dalam bukunya “al-Muwâfaqât” menolak tafsir ilmiah dan menyanggah argumen-argumen mereka yang mendukungnya[11].
- Mahmud Syaltut (1893 – 1963 M). Dia termasuk ulama al-Azhar. Ia menyerang dengan keras terhadap jenis tafsir ini dalam tulisan-tulisannya yang dimuat dalam majalah “al-Risâlah” yang terbit tahun 1941 M.
- al-Dzahabiy, termasuk salah satu guru besar dalam bidang Ulum al-Qur’ān wa al-Hadits di Universitar al-Azhar. Ia penulis buku “al-Tafsîr waal-Mufassir”. Ia mengikuti jejak al-Syathibiy dalam menolak tafsir ilmiah.
- Amin al-Khûli (1954 M).
- Mahmud al-Aqqâd (1964 M).
- Muhammad Azzah Darûzah (1888 M).
- Abd al-Adhim al-Zarqâniy, pengarang buku “Manâhil al-Irfân fi Ulûm al-Qur’ān.
Sebagian mufasir yang menolak keberadaan tafsir ilmiy ini adalah pengikut dari imam al-Syatibiy, namun para pengikut ini tidak memberikan banyak sumbangan dalam memberikan argumen penolakan tafsir ini, kebanyakan dari mereka mengulang kembali argumen al-Syathibiy dengan cara yang lain.
- Klasifikasi tafsir ilmiy
Ali Ridlai’i al-Asfahaniy memberikan klasifikasi dari aspek formal dan metodenya tentang tafsir ilmiy sebagai berikut:
- Menghasilkan semua sains dari al-Qur’ān
Sebagian para mufasir kuno menganut jenis klasifikasi yang ini seperti Abu Fadl al-Mursy, Abu Hamid Al-Ghazali dll. Mereka berusaha untuk menelorkan semua ilmu bersumber dari al-Qur’ān karena mereka berkeyakinan bahwa segala keilmuwan pasti terdapat dalam al-Qur’ān. Sebagai contoh mereka mengatakan bahwa ayat: “wa idzâ maridltu fahuwa yasyfîni” mengacu pada ilmu kedokteran. Huruf-huruf yang terpisah-pisah (dalam permulaan surat) pada al-Qur’ān dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan Aljabar dll.
- Menerapkan teori-teori ilmiah kepada al-Qur’ān