Level ketiga, jika ada pasangan yang ingin menikah di bawah usia minimal 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan, mereka harus meminta dispensasi kepada pengadilan berdasarkan putusan hakim atau pejabat lain yang diminta oleh kedua orang tua pihak laki-laki atau pihak perempuan.
Terhadap ketentuan batas minimal usia perkawinan bagi perempuan 16 tahun, telah dimohonkan uji materi dan dikabulkan oleh MK. Putusan MK menyatakan bahwa 16 tahun sebagai batas minimal usia perkawinan bagi perempuan adalah tidak adil karena berbeda dengan laki-laki yang 19 tahun. Karena itu, MK memerintahkan kepada pembentuk UU untuk dalam jangka waktu 3 tahun melakukan perubahan terhadap UU No 1 Tahun 1974, khususnya berkenaan dengan batas minimal usia perkawinan bagi perempuan. Menurutnya bila ada pasangan yang belum mencapai usia 21 tahun, batas minimal usia perkawinan baik bagi laki-laki maupun perempuan sebaiknya disamakan saja, yaitu 19 tahun, dan harus mendapat izin dari kedua orang tua. Dan akan segera menindaklanjuti putusan MK ini dengan menyerap aspirasi dari berbagai kalangan di masyarakat untuk selanjutnya dirumuskan sebagai norma baru sesuai dengan amar putusan MK.
Dalam perjalanannya Panitia Kerja (Panja) DPR RI terkait Revisi Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan resmi menyepakati untuk memperbaiki secara terbatas pasal 7 ayat 1 terkait batas usia minimal. Hal itu telah diputuskan dalam rapat Panja yang digelar di Kompleks MPR/DPR. Seluruh fraksi di DPR -meski sempat muncul kesepakatan 18 tahun sebagai batas usia minimal- namun akhirnya seluruh Fraksi, menyepakati 19 tahun merupakan batas minimal usia perkawinan bagi anak perempuan dan laki-laki. Bunyi Pasalnya menjadi masing-masing usia [perkawinan] umur 19 tahun bagi perempuan, dan 19 tahun bagi laki-laki.
Beberapa catatatan,
Pertama, Persyaratan ijin pada perkawinan anak perlu adanya syarat yang lebih ketat, Â sehingga calon mempelai usia anak hanya dapat mengajukan dispensasi jika mendapat ijin dari orang tua dan seluruh anggota keluarga yang sudah berusia dewasa. Hal ini penting mendapat perhatian karena orang tua juga memiliki kewajiban mendidik anak dengan sebaik-baiknya dan mencegah terjadinya perkawinan usia anak. Dengan ijin dari seluruh anggota keluarga yang berusia dewasa demi kelangsungan pendidikan, masa depannya dan mencegah keterpurukan kemiskinan.
Kedua, bagi calon pasangan yang mendapat ijin dari orang tua atau dispensasi wajib mengikuti bimbingan perkawinan yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama RI. Pelatihan menggunakan metode partisipatif ini dilakukan sebelum terjadinya perkawinan dan menjadi syarat bagi pendaftaran perkawinan. Pelaksanaaan bimbingan  perwakinan bagi calon pengantin anak dilakukan secara terpisah dari pelatihan bimbingan perkawinan pada umumnya. Hal ini karena kematangan psikologis mempelai berbeda dengan yang telah memenuhi syarat.
Ketiga, dari sisi paska perkawinan, dalam perubahan juga masih perlu diatur bagaimana pasangan yang salah satunya atau keduanya anak berusia anak, diwajibkan untuk mengikuti  bimbingan keluarga sakinah  secara rutin. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya dampak ketidakharmonisan pada perkawinan usia anak.
Hal penting lain yang menjadi pertimbangan solusi adalah dengan  menaikkan batas usia nikah atau pendewasaan usia nikah, yang perlu dipertimbangkan adalah bagaimana agar mereka yang sudah terlanjur hamil, apakah harus digugurkan atau menunggu batas usia yang diijinkan.
Tok tok tok senin, 16 September 2019, akhirnya dalam rapat Paripurna DPR RI antara Pemerintah dan Fraksi Fraksi di DPR menyepakati bahwa Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun dan akan segera diundangkan. Semoga manfaat
*Oleh Miftahul Janah, peminat ilmu ekonomi, sosial, politik, agama dan perempuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H