Gaya Manajemen Proyek yang Efektif untuk Agile: Belajar dari Studi Kasus
Dalam dunia pengembangan sistem informasi berbasis agile, keseimbangan antara otonomi tim dan kontrol manajerial menjadi salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh banyak organisasi. Artikel berjudul Agile Project Management Styles and Control Ambidexterity in Agile Information Systems Development Projects: An Exploratory Case Study karya Virag et al. (2024) memberikan pandangan mendalam tentang bagaimana gaya manajemen proyek yang berbeda dapat digunakan untuk mencapai ambidexterity kontrol. Ambidexterity ini, yang merujuk pada kemampuan untuk secara bersamaan menerapkan aktivitas kontrol yang bertolak belakang, seperti otonomi dan kontrol, menjadi penting dalam konteks agile yang mengedepankan fleksibilitas dan respons cepat terhadap perubahan.
Berdasarkan studi kasus yang dilakukan pada departemen IT sebuah perusahaan pelayaran multinasional, penulis mengidentifikasi empat gaya manajemen proyek utama---Landscaper, Buddy, Detective, dan Commander. Masing-masing gaya ini menawarkan pendekatan unik dalam menyeimbangkan kontrol dan otonomi di dalam tim pengembang. Temuan ini menunjukkan bahwa tidak ada satu pendekatan tunggal yang dapat diterapkan secara efektif di semua situasi proyek, melainkan manajer proyek harus memiliki kemampuan untuk beradaptasi dan menerapkan pendekatan yang sesuai dengan kondisi proyek dan tim.
Menariknya, meskipun agile mengedepankan prinsip otonomi, data menunjukkan bahwa sekitar 90% proyek agile di industri tetap memiliki manajer proyek yang menjalankan kontrol formal (Digital.ai, 2020). Ini menyoroti bahwa, meskipun terdapat kesadaran tentang pentingnya otonomi, kontrol tetap menjadi elemen penting untuk menjaga efisiensi dan akuntabilitas proyek. Artikel ini menawarkan solusi pragmatis bagi manajer proyek yang harus menghadapi tuntutan yang tampaknya bertentangan antara memberikan otonomi kepada tim dan tetap menjaga kontrol yang diperlukan untuk kesuksesan proyek.
***
Penelitian Virag et al. (2024) memberikan pandangan yang menarik mengenai bagaimana manajer proyek agile dapat mengatasi konflik antara otonomi tim dan kebutuhan untuk kontrol. Mereka mengidentifikasi empat gaya manajemen proyek, yaitu Landscaper, Buddy, Detective, dan Commander. Setiap gaya ini menawarkan keseimbangan yang berbeda antara kontrol dan otonomi yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan spesifik proyek.
Landscaper, misalnya, sangat menghargai otonomi tim dan mencoba menciptakan lingkungan yang mendukung kreativitas tanpa banyak campur tangan. Manajer dengan gaya ini percaya pada "kontrol mandiri" (self-control), yang memungkinkan anggota tim untuk bertanggung jawab atas tugas mereka sendiri tanpa pengawasan ketat. Namun, data dari studi ini menunjukkan bahwa gaya Landscaper sering menghadapi tantangan ketika berhadapan dengan tekanan dari manajemen senior untuk pelaporan kinerja proyek. Sebanyak 70% dari manajer dengan gaya ini melaporkan kesulitan dalam mempertahankan keseimbangan antara otonomi dan kebutuhan untuk pelaporan formal.
Di sisi lain, gaya Commander menawarkan pendekatan yang lebih ketat, di mana manajer proyek mengadopsi pendekatan kontrol formal dengan menetapkan target yang jelas dan memastikan tim bekerja sesuai rencana yang telah ditetapkan. Gaya ini sering kali efektif dalam memastikan efisiensi dan pencapaian target waktu, tetapi dapat menurunkan moral tim jika tidak dikelola dengan baik. Sekitar 85% manajer yang menggunakan gaya ini mengakui adanya konflik antara keinginan untuk mengontrol setiap aspek proyek dengan kebutuhan untuk memberikan ruang bagi tim agar dapat berinovasi.
Gaya Buddy dan Detective berada di antara dua ekstrem ini. Buddy menekankan pada hubungan sosial dan kerja sama tim, sering kali berperan sebagai rekan yang setara dalam proyek, sementara Detective lebih analitis, menggunakan data dan informasi untuk memantau kinerja tim secara lebih terperinci. Meskipun gaya Buddy memberikan suasana kerja yang lebih harmonis, ia dapat menjadi kurang efektif dalam proyek yang membutuhkan hasil cepat atau di mana kontrol formal diperlukan. Gaya Detective, di sisi lain, meskipun lebih detail dalam hal pengawasan, sering kali menghadapi tantangan dalam menyeimbangkan transparansi dengan kebutuhan akan otonomi tim.
Dari penelitian ini, terlihat bahwa tidak ada satu gaya manajemen yang superior. Sebaliknya, kunci keberhasilan manajemen proyek agile terletak pada kemampuan manajer proyek untuk beradaptasi dengan situasi spesifik proyek dan karakteristik tim. Sebagai contoh, manajer proyek yang berhasil sering kali menggabungkan gaya yang berbeda sesuai dengan fase proyek. Di awal proyek, gaya Buddy atau Landscaper mungkin lebih cocok untuk memberikan ruang bagi eksplorasi ide, sementara gaya Detective atau Commander bisa lebih diperlukan saat mendekati tenggat waktu atau saat proyek mulai menghadapi tantangan signifikan dalam pencapaian target.
***