Namun disayangkan, tidak sedikit dari anak-anak Bela hanya menyelesaikan sekolah sebatas SDK, adapun yang mengikuti Sekolah Menengah Pertama (SMP) tapi pada umumnya adalah SMP Terbuka bukanlah SMP Negeri. Sebab, jarak sekolah dan rumah anak-anak Bela yang dipergunakan begitu jauh.
Anak-anak Bela harus menuruni gunung untuk menuju ke sekolah yang lebih banyak terbangun di pedesaan dengan jarak puluhan kilometer. Begitu pun dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) sampai pada minat melanjutkan ke jenjang perkuliahan.
Tentu saja, akibat mahalnya pendidikan menjadi imbas dari rendahnya minat hingga ke tingkat perkuliahan, jika saja Pemerintah dapat menjalankan amanat Undang-undang Dasar pasal 31 ayat (4)
Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI) mengamanatkan pengalokasian anggaran pendidikan sebesar 20 persen, baik alokasi melalui intervensi anggaran Pemerintah Pusat yaitu Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, maka anak-anak Bela pasti akan bisa mendapatkan pendidikan yang layak hingga jenjang perkuliahan.
Kembali ke buku, minat terhadap buku harus terus dilekatkan pada keseharian anak-anak Bela, memang tidak mudah untuk melakukan itu tapi tidak ada yang tidak mungkin jika dilakukan oleh semua pihak, baik Pemerintah, Guru, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi Kepemudaan, yang sadar akan pentingnya buku sebagai kendala dunia. Bersama wujudkan buku dalam senyuman anak-anak masyarakat adat suku lauje sebagai kemajuan literasi bangsa Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H