Mohon tunggu...
Miftahudin
Miftahudin Mohon Tunggu... Swasta -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mahasiswa Universitas Terbuka

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Cinta Ningsih Kandas Karena Koruptor

6 November 2018   20:18 Diperbarui: 6 November 2018   20:26 717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi-pagi sekali Ningsih telah terbangun dari tidurnya, matanya masih merasakan kantuk yang teramat sangat, namun ia tetap memaksakan diri untuk beranjak dari kamarnya, sambil sesekali menguap ia kemudian melangkahkan kaki ke depan pintu kamarnya sembari menolehkan kepalanya menuju jam dinding yang tergantung di dinding kamar, jarum jam menunjukkan pukul 3 dini hari, tangan kanannya memegang handle pintu dan menekanya kearah luar, pintu pun terbuka di iringi dengan suara derit dari engsel pintu yang sepertinya telah aus. Ia keluar menuju ruang tamu yang berukuran 4 kali 2 meter. kemudian duduk di sofa panjang yang kondisinya telah keropos di sana-sini. Sambil mengucek matanya yang terasa perih akibat kurang tidur.

"Pak, bapaak!" Ia memanggil bapaknya dengan suara yang terdengar sedikit parau, Namun Tidak ada jawaban, "Paak!, bapak belum bangun?" Sekali lagi dia mencoba memanggil bapaknya. Bapaknya belum juga menjawab.

Karena panggilanya tidak mendapat jawaban, Ningsih lalu bangkit dari duduknya dan melangkah menuju ke kamar tidurnya kembali. Sesampainya di dalam kamar, ia meraih Smartphone yang tergeletak di meja bundar kecil yang terletak di sudut kamarnya. 

Smartphone di genggamnya erat, ibu Jarinya lincah menggesek gesek layar Smartphone kearah atas dan bawah, seketika itu matanya terfokus saat melihat satu notifikasi dari aplikasi WA. Di dalam WA terlihat sebuah pesan dari seorang laki-laki bernama Japar. Pesanya seperti ini 

Non, hari ini kita jadi kan maenya, entar abang jemput ya. Tunggu aja di rumah.

Seketika itu kedua Bibir mungil Ningsih tersungging keatas dan hatinya juga sepertinya sangat senang melihat pesan itu. 

Dengan cepat, ibu Jarinya lalu memencet deretan huruf-huruf yang tertera di layar Handphonenya.

Iya dong bang!, kan aku udah janji kemaren, nanti kalo abang udah siap, abang telpon ningsih yak?

Itulah kata-kata yang di tulis Ningsih di Smartphonenya.

***

Satu jam kemudian Ningsih mandi kemudian di lanjutkan dengan berdandan di depan cermin, cukup lama dia berdandan. Hampir 30 menitan,  Ia ingin terlihat sangat cantik di depan Japar, pakaian yang ada di Almari di kelurakan semua isinya dan di cobanya satu persatu. Setelah beberapa kali mencoba memakai baju yang dirasa cocok, akhirnya Baju dress warna kuning yang menjadi pilihanya sekarang.

Pukul 05.25 pagi Bapaknya bangun dari tidurnya, Bapak Ningsih terkejut ketika melihat anaknya berpakaian rapi seperti itu dan terlihat Cantik.

"Ning!  pagi-pagi begini udah dandan rapi, memang kamu mau kemana sih? Tanya Bapaknya

Ningsihpun menoleh kearah sumber suara. 

"Ningsih mau keluar, Pak, mau maen ama temenku, bentar aja" jawabnya

"Lah,... emang kamu gak kerja, hari ini kamu sift pagi kan" tanyA bapaknya

"Gak, pak, Ningsih ijin libur satu hari" jawab Ningsih

"Oh,.....gitu!, ngomong ngomong kamu mau maen sama siapa sih? kok dandanan kamu menor bener. Kagak seperti biasanya Bapak  ngelihatnya" 

"Idihh, bapak mau tau aja, entar juga bapak bakalan ngerti kok" jelas Ningsih

"Ya udah deh kalo gitu, tapi pulangnya jangan malem-malem ya. Ntar ibukmu bingung nyariin kamu lagi"

"Iya...., ntar kalo ibuk nyari Ningsih bilangin aja maen ke rumah temen gitu"

Si Bapak manggut-manggut mendengar jawaban ningsih.

Usai percakapan itu, Ningsih keluar rumah walaupun udara masih terasa dingin, langkah kakinya menuju ke sebuah bongkahan batu di bawah pohon mangga yang letaknya tepat di samping rumah. Dan duduk di situ.

Semenit kemudian tangan kirinya memasuki saku bajunya untuk mengambil Smartphone, dia ingin mengecek apakah pesan yang di kirimkan beberapa jam lalu sudah terbaca. Dan juga ingin melihat sudah jam berapa sekarang. Ternyata pesan yang ia kirim telah terbaca sejam yang lalu. Ningsih mulai berpikir bahwa apakah pesan yang dikirimnya tidak terbaca. Ataukah Japar tak memahaminya, dia mencoba kembali mengirim pesan mirip dengan pesan yang di kirimnya sejam lalu.

iya dong bang! Kan aku udah bilang kemaren, entar kalo abang udah siap, abang nanti telpon Ningsih yak?

Mata Ningsih tetap fokus di layar HP.  Dia ingin memastikan apakah pesanya benar -benar terkirim kemudian berharap Japar segera menjawab. Satu menit, sepuluh menit hingga limabelas menit waktu telah berlalu. Japar belum juga membalas pesan maupun menelepon. Ningsih mulai tidak sabar menantikan telepon dari Japar. Kembali Ningsih mencoba menelepon Japar beberapa kali namun belum juga mendapat jawaban. Hati ningsih mulai cemas dan gelisah akibat situasi ini.

Jam sudah menunjukkan 06.11 pagi, Tidak terasa sudah pagi, dia beranjak dari duduknya dan berjalan mondar mandir. Matahari mulai menampakkan diri di ufuk timur. Awan-awan putih bergeser mengikuti gerak angin. 

Singkat cerita, Setelah batin Ningsih sempat di buat cemas beberapa saat, akhirnya Japar pun menelepon. Dalam percakapan telepon tersebut Japar meminta maaf karena tidak menjawab panggilan ningsih dengan alasan sedang memperbaiki motornya, & di akhir percakapan japar meminta Ningsih untuk tetap sabar menunggunya. Japar berjanji akan menjemput Ningsih setelah motornya beres walaupun tak bisa menentukan sampai kapan.

Sekarang Sudah pukul 07.10 pagi. Tak terasa sudah 1 jam Ningsih menunggu kedatangan Japar. Duduk sendiri di situ membuatnya lelah. Badanya Sudah mulai letih, terkadang ada perasaan bimbang di hatinya Tapi Dia tidak berhenti sampai disini. Ningsih tetap menunggu dengan kesabaran dan keikhlasan.

Sementara Di tempat lain, Japar tengah bersiap siap menuju rumah ningsih dengan mengendarai motornya. Untuk menuju rumah ningsih harus melewati satu satunya jalanan aspal yang sempit serta berlubang dan tidak cukup di lewati dua mobil dengan jalur berlawanan. Setelah motor Japar melintasi jalanan ini kira kira sejauh 1,5 km dari rumahnya, sampailah dia di ruas jalan yang penuh lubang dan tikungan, pada saat hujan, lubang lubang yang tersebar di antara tikungan jalan itu akan mudah tergenang air. Dan sialnya, malam sebelumnya hujan deras mengguyur jalanan itu, di ruas jalan ini sering terjadi kecelakaan yang di sebabkan lubang jalanan yang semakin lama semakin bertambah jumlahnya.

Untuk dapat melewati ruas jalan tersebut para pengendara motor/ mobil membutuhkan konsentrasi dan harus menurunkan kecepatan laju kendaraannya. 

Namun tidak dengan Si Japar, ia tetap melaju kencang dan menghindari setiap lubang jalanan dengan sangat lincah. Mungkin karena ingin cepat sampai di tujuan. Hp di saku Jeans nya sering bergetar karena ada panggilan dari seseorang. Terpaksa dia tak menjawab panggilan telepon tersebut. Ia lebih memilih berkonsentrasi melihat aspal bobrok yang seolah tidak pernah berakhir.

Getaran demi getaran telepon disakunya semakin membuatnya panik. Japar sempat berpikir untuk berhenti di tepi jalan dulu dan menjawab panggilan telepon. Tapi dia urungkan niatnya entah karena apa. Saat motornya melintas di flyover Kretek, japar menambah kecepatan laju motor. Di depan ada banyak lubang yang tengah menanti. 

Lubang yang tergenang air tidak bisa terlihat seberapa dalamnya. Semua lubang terlihat datar dan rata dengan yang lain. Japar tak pernah berpikir tentang hal itu. Saat melintas di Desa Jatisawit, motor butut yang di gebernya tak mampu bekerja dalam kondisi mendadak. rem nya blong.

Karena rem tidak berfungsi, japar tidak bisa mengendalikan motornya yang melaju sampai kecepatan 110km/jam, motornya oleng sebelum terperosok di kubangan lumpur. Japar terpental dari kendaraanya beberapa meter dan tergeletak di tengah aspal, kepalanya membentur aspal dan tulang kakinya mungkin patah. Bersamaan dengan itu, Truk yang melaju dari arah berlawanan tepat melintas di depan tempat tergeletaknya tubuh Japar. Sopir truk masih sempat banting setir ke kiri tapi kendaraan terus melaju. Dan.....brrkk

Tubuh Japar terlindas ban truk. Darah mengucur di seluruh tubuh. Menggenang di aspal. Suara teriakan dari orang yang melihat kejadian kecelakaan riuh rendah. Ada puluhan orang mengerumuni tubuh Japar. Ada yang berteriak minta pertolongan, ada juga yang hanya ingin tahu penyebab kecelakaan. Beberapa orang mengangkat tubuh Japar ketrotoar dan mencari mobil yang bersedia mengantarkanya kerumah sakit. 

30 menit kemudian Tubuh Japar telah berada di dalam mobil bak terbuka, dan akan di antar menuju rumah sakit terdekat. Tapi apa hendak dikata, nyawa japar tak tertolong. Ia meregang nyawa di tengah perjalanan Menuju rumah sakit.

***

Sementara Ningsih masih tetap menunggu kedatangan Japar. Belum tahu bahwa Japar telah meninggalkan dunia untuk selamanya. Sampai siang bolong Ningsih masih berada di beranda rumah, hatinya telah putus asa, di benaknya tak habis pikir tentang Japar. Ia masih bertanya tanya kenapa Japar tak menepati janjinya. 

Bapak ningsih keluar rumah. Si Bapak menggandeng tangannya dan mengajak masuk kedalam rumah. Bapaknya mengatakan bahwa hanya orang kurang ajar dan brengsek yang dapat melakukan itu, dan bapaknya menyuruh Ningsih untuk menghapus nomor telepon Japar.

Di lokasi tempat kecelakaan itu sejak pagi hingga malam selalu ramai di padati orang yang tinggal di desa sekitar. Mereka banyak membicarakan tentang siapa yang bersalah dalam kecelakaan itu. 

Segerombolan orang berkata bahwa penyebab kecelakaan adalah salahnya japar karena terlalu kencang mengendarai motor dan tidak gesit menghindari lubang. Gerombolan orang yang lain menyalahkan si sopir truk karena kurang cekatan dalam mengendalikan truknya. Dan kerumunan yang lain menyalahkan jalan karena banyak lubang di sana sini.

Lalu di tanggapi oleh segerombolan lainnya dengan mengatakan bahwa mengapa jalan ini selalu berlubang dan banyak menyebabkan kecelakaan. 

Gerombolan lainya menjawab bahwa jalanan ini selalu berlubang karena tidak pernah di perbaiki, Tidak pernah di perbaiki karana tidak ada uang untuk memperbaiki. Tidak ada uang karena uangnya sekarang telah berada di dompet pak walikota dan tak pernah di keluarkan lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun