Mohon tunggu...
Ahmad Miftah Rizqy
Ahmad Miftah Rizqy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa semester 5 Program Studi Jurnalistik, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Mahasiswa semester 5 Program Studi Jurnalistik, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

QRIS di Mana-mana, Begini Responnya di Pasar Tradisional

7 Januari 2024   06:00 Diperbarui: 9 Januari 2024   11:02 810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Dokumentasi Pribadi

Di sisi lain, ada pula produsen yang kontra terhadap penerapan QRIS dalam transaksi di pasar tradisional. Beberapa konsumen belum terbiasa atau kurang nyaman dengan pembayaran melalui QRIS, yang dapat menghambat adopsi produk oleh pasar.

"Enggak bisa, enggak paham. Agak sulit, saya 'kan orang tua," ucap Suyati, seorang pedagang sayur di Pasar Kaget (23/12/23).

Gaya hidup tradisional masyarakat pra-lansia sering kali lebih terkait dengan transaksi fisik dan interaksi langsung dengan penjual. Pengenalan QRIS mungkin tidak selaras dengan preferensi dan kebiasaan mereka yang telah terbentuk selama bertahun-tahun.

Suyati juga mengatakan bahwa beliau tidak mengerti mengenai transaksi non-tunai, dan hal tersebut terasa menyusahkan, terlebih untuk kalangan pra-lansia seperti dirinya.

Banyak orang pra-lansia mungkin tidak memiliki akses atau kenyamanan dengan teknologi modern seperti ponsel pintar. Penggunaan QRIS yang memerlukan perangkat elektronik dapat menjadi hambatan signifikan bagi mereka yang tidak terbiasa dengan alat-alat tersebut.

Proses pembelajaran mengenai cara menggunakan QRIS dapat menjadi sulit bagi masyarakat pra-lansia. Mereka mungkin membutuhkan lebih banyak waktu dan dukungan untuk memahami langkah-langkah yang diperlukan.

Terlebih, produsen pra-lansia di Pasar Kaget cenderung memiliki strata ekonomi menengah ke bawah. Faktor ekonomi juga menjadi salah satu hambatan bagi mereka untuk mendapatkan akses terhadap teknologi. 

Hal ini menyebabkan kesulitan bagi mereka dalam meng-upgrade transaksi dari tunai menjadi non-tunai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun