Mohon tunggu...
Miftahul Abrori
Miftahul Abrori Mohon Tunggu... Freelancer - Menjadi petani di sawah kalimat

Writer & Citizen Journalist. Lahir di Grobogan, bekerja di Solo. Email: miftah2015.jitu@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Paras Perempuan Cadas

23 Januari 2020   11:38 Diperbarui: 23 Januari 2020   14:28 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Katanya tetap mau pakai pawon yang bahan bakarnya gratis? Cukup pakai kayu saja."

"Saya tetap pake pawon. Kompor dan gasnya nanti dijual juga laku to ya?"

"Bakalan tutup nih usaha pawonnya?"

"Saya gak tahu, Bu."

Dua bulan sejak warga menerima gas, selama itu pula Warni tak berhasil menjual sebiji pun pawonnya. Sugeng  yang kadang berjualan kayu bakar kini juga makin terdiam menganggur.

"Kita akan makan apa, Pak?"

"Makan nasi lah, Buk. Mosok mangan pawon."

Sugeng mencari cara agar pawonnya tetap ngebul. Ia bekerja sebagai buruh panen padi. Sedangkan Warni masih saja membuat pawon. Cemoohan tetangga tak dihiraukannya. Para tetangga menjulukinya perempuan yang kurang kerjaan. Siapa yang akan membeli pawonnya jika semua orang sudah menggunakan kompor gas? Dengan beberapa lembar ribu warga bisa beli gas isi ulang. Warga tak perlu repot-repot mencari kayu bakar. Mata mereka sekarang juga tak pedih tertabrak asap pembakaran. Waktu memasak juga lebih cepat dan santai. Setelah memasak mereka bisa berlama-lama menonton sinetron dan tayangan infotainment di televisi, sehabis lelah bekerja di sawah.

Juwarni masih mengeruk padas dan membuat pawon. Berpeluh ia sepanjang hari tanpa memikirkan omongan orang.

"Jenengku Juwarni. Aku dilahirkan menjadi pembuat pawon."

Ia tak habis pikir dengan kemauan pemerintah yang memaksakan rakyatnya memakai gas. Untuk daerah perkotaan mungkin kebijakan itu tepat, tapi kalau di pedesaan, apa itu namanya tidak termasuk pemaksaan? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun