Tugas mengarang di SD masih tak ingat apa yang kutulis dan sesering apa tugas itu diberikan. Aku ingat saat ujian, selain ada pilihan ganda dan isian, juga ada tugas membuat karangan.
Aku menengok lembar tugas teman-temanku. Mereka begitu mudah menulis hingga beberapa halaman, sedang aku kesulitan menulis kalimat demi kalimat. Sebelum waktu ujian selesai, aku mampu menulis meski tak lebih satu halaman.
Ketertarikanku membaca, membawaku gemar membaca, selain buku Bahasa Indonesia. Aku keranjingan membaca di luar pelajaran sekolah.Â
Saat kelas SD menuju SMP, Aku mempunyai tetangga yang saat itu menjabat sebagai Kepala Desa. Ia berlangganan koran Suara Merdeka dan majalah Bobo untuk anak perempuannya yang seusiaku.Â
Bahasa Indonesia berwujud kalimat berbeda dengan mata pelajaran. Aku menemukan berita, komik, cerita gambar, puisi, dan cerpen di koran dan majalah. Â
Rumahnya yang mirip pendapa tanpa tembok depan dan pintu (saat itu) sering menjadi tempat bermain anak-anak desa, termasuk aku.Â
Aku dan beberapa teman kadang  lebih memilih mengantri membaca koran atau majalah. Kalau koran dan majalah itu masih baru, maka aku dan teman-teman tak berani membaca terlebih dahulu.Â
Barulah ketika tuan rumah selesai membaca dengan kondisi majalah sudah agak lusuh dan tergeletak di meja, kami leluasa berebutan segera membacanya.
Aku ingin mengucapkan terima kasih kepada (mantan) Kepala Desa karena tanpa disadari karena bacaan-bacan itu mempengaruhi kehidupanku. Ucapan terima kasih terasa sungkan diucapkan secara langsung.
Masa SMP, masa memahami Bahasa. Orang tuaku tak paham bagaimana cara membimbingku agar mempunyai kebiasaan membaca sejak kecil, selain membaca Al-Quran.