Mohon tunggu...
Miftahul Abrori
Miftahul Abrori Mohon Tunggu... Freelancer - Menjadi petani di sawah kalimat

Lahir di Grobogan, bekerja di Solo. Email: miftah2015.jitu@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cernak Sabita dan Nenek

10 Desember 2019   11:06 Diperbarui: 10 Desember 2019   11:09 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Tidak, Sabita."

Mata sang Nenek terpejam, "Nenek mau istirahat dulu. Jaga baik-baik ibumu, ya."
Sabita khawatir melihat keadaan neneknya. Dengan suara lantang ia memanggil ibunya.

Selang puluhan detik Lesti datang.
Nenek sudah tak bergerak. Lesti mulai panik. 

Ia memeriksa denyut nadi dan detak jantung Nenek, tak ada detakan di sana. Lesti mulai berkeringat dingin. Lalu ia mengecek napas dengan meletakkan jari di lubang hidung Nenek.  

Lesti tak kuasa menahan air matanya, " innalilahi wa inna ilaihi rajiun."

Tangis Sabita pun pecah, "Neneek!! Jangan tinggalkan Sabita, Nek. Sabita minta maaf. Sabita janji tidak akan membentak Nenek lagi."

Anak dan ibu itu berusaha memeluk jasad Nenek.

"Neneeek, bangun, Nek. Sabita janji nggak akan membentak Nenek lagi."

Lesti memeluk dan mengusap air mata Sabita, "kita harus tabah dan ikhlas melepas kepergian Nenek ya, Nak."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun