Mohon tunggu...
Miftahul Abrori
Miftahul Abrori Mohon Tunggu... Freelancer - Menjadi petani di sawah kalimat

Lahir di Grobogan, bekerja di Solo. Email: miftah2015.jitu@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cernak Sabita dan Nenek

10 Desember 2019   11:06 Diperbarui: 10 Desember 2019   11:09 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Eh, Sabita kok ngomongnya gitu. Jangan membentak Nenek, Nak" ucap Lesti lembut.

Nenek menceritakan apa yang membuat Sabita ngambek. Lesti mengelus rambut Sabita. Amarah bocah kecil itu mulai mereda.

"Sabita sayang nggak sama Ibuk?"

"Sayang lah, Buk."

"Kalau sayang sama Ibuk, juga harus sayang sama Nenek. Jangan lagi bentak Nenek, ya."

"Habiis, Nenek masaknya itu-itu saja. Kalau dipanggil juga nggak dengar."

"Maklum kalau Nenek nggak dengar, beliau sudah tua. Nenek masak juga yang gampang saja, biar tidak capek. Makanan apa pun itu rezeki dari Tuhan yang harus kita syukuri."

Lesti menyuapi Sabita, ia menyodorkan sendok berisi makanan ke mulut anaknya. Sabita luluh. Ia menerima suapan nasi dan mulai mengunyah makanan.

"Nanti kalau Ibuk sudah tua dan telinga Ibuk juga nggak bisa mendengar, Sabita juga akan membentak Ibuk?" ucap Lesti di sela menyuapi Sabita.

"Tidak lah, Buk," kata Sabita. Ia langsung memeluk ibunya dengan erat.

"Ibuk dan bapak  harus kerja, Nenek yang merawatmu, memasak buat kamu. Jadi kamu juga harus sayang Nenek. Nanti setelah makan minta maaf sama Nenek, ya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun