Mohon tunggu...
Miftahul Abrori
Miftahul Abrori Mohon Tunggu... Freelancer - Menjadi petani di sawah kalimat

Lahir di Grobogan, bekerja di Solo. Email: miftah2015.jitu@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mantan Koruptor Tak Layak Maju Pilkada

9 Desember 2019   17:55 Diperbarui: 13 September 2024   15:45 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita mesti prihatin terkait putusan Mahkamah Agung (MA) tahun lalu yang meloloskan mantan napi korupsi menjadi calon legislatif (caleg). 

Mau jadi apa Indonesiaku jika dipimpin mantan narapidana korupsi? Masih banyak anak bangsa yang lebih layak membangun Indonesia ketimbang mantan koruptor. 

Mantan napi korupsi seharusnya punya malu. Segeralah mantan napi beli cermin di pasar, becerminlah. Tanya pada hatimu: mau jadi apa negeri ini jika dipimpin orang sepertiku, mantan koruptor?

Undang-undang membolehkan mantan narapidana (napi) kasus korupsi, kejahatan seksual anak dan bandar narkoba mengikuti pemilihan calon legislatif (Pileg) dan pemilihan kepala daerah (Pilkada).

Komisi Pemilihan Umum (KPU) bukan tanpa perlawanan. Ketua KPU Arief Budiman berharap UU Pilkada (UU 10/2016) direvisi. Sehingga mantan narapida korupsi dan pelecehan seksual pada anak tidak boleh mengikuti pilkada.

Namun, upaya tersebut ditanggapi dingin oleh DPR. Pemerintah setengah hati antikorupsi. Presiden Joko Widodo pun masih basa-basi jika ditanya perihal UU KPK dan Perppu KPK.

Beralasan Pilkada segera diselenggarakananggota dewan yang terhormat tidak punya waktu menggelar sidang revisi.  (Tirto.id, 6/11/2019)

Mereka yang pernah terjerat kasus korupsi sudah cacat secara moral dan hukum. Lalu, haruskah KPU memgeluarkan syarat bagi calon kepala daerah agar menyerahkan surat kelakuan baik berupa Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).

Indonesia butuh calon yang bersih dari catatan kriminal, terutama pelaku korupsi dan pelecehan seksual.

Kita saja untuk mencari pekerjaan disyaratkan punya surat kelakuan baik dari kepolisian. Peluang sangat kecil jika seseorang diterima di sebuah perusahaan apabila terbukti terlibat tindak pidana. Menakjubkan, untuk tidak mengatakan menggelikan, jika mantan koruptor diberi kesempatan mengikuti Pilkada.

Setiap warga negara Indonesia memang punya hak yang sama dalam berdemokrasi, hak dipilih dan memilih. Kita punya kewajiban moral mengingatkan masyarakat agar cerdas menjadi pemilih. Jangan pilih mantan narapidana, terlebih napi korupsi.

Para mantan napi kasus korupsi, kejahatan seksual anak dan bandar narkoba memang berhak mengikuti Pilkada sesuai undang-undang (jika tidak ada revisi). Kita sebagai pemilih tentu punya hak untuk memilih mereka atau tidak.

Kejahatan-kejahatan tersebut pernah dilakukan mereka secara sadar. Meski sudah menjalani hukuman di penjara, tetapi kesalahan mereka jangan begitu mudah dilupakan. Sudah cukup mereka merusak tatanan moral, merusak generasi bangsa, dan merugikan rakyat dan negara.

Mantan napi korupsi seharusnya punya malu. Segeralah beli cermin di pasar, lalu pasang di kamar. Becerminlah. Tanya pada dirimu : Mau jadi apa negeri ini jika dipimpin orang sepertiku? (Miv)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun