Dulu adagium orang miskin dilarang sakit sangat melekat, mahalnya biaya untuk berobat ke RS tidak bisa diakses mereka yang kesulitas secara ekonomi (baca:miskin).
Sekarang memang ada BPJS kesehatan yang mengcover biaya pengobatan serta perawatan, tapi apa yang saya alami dan beberapa pengalaman orang lain, hari ini orang miskin memang tidak dilarang sakit, namun dilarang untuk dirawat di rumah sakit, cukup puskesmas saja, atau faskes tingkat satu yang kualitasnya tidak lebih baik dibanding puskesmas.
Soal fasilitas rawat inap? tidak semua faskes 1 punya rawat inap. Â
Jika sakit Anda masih belum mengancam nyawa, maka kartu BPJS hanya berlaku di faskes tingkat 1 seperti puskesmas, klinik, atau dokter praktik.
BPJS hanya berlaku di RS jika Anda dalam kondisi  gawat darurat.
Berdasarkan Permenkes tersebut, gawat darurat adalah keadaan klinis yang membutuhkan tindakan medis segera untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan.
Â
Pasal 3 Permenkes Nomor 47 Tahun 2018 mengatur, pelayanan kegawatdaruratan harus memenuhi kriteria gawat darurat yang meliputi:
Mengancam nyawa,
membahayakan diri dan orang lain atau lingkungan
Adanya gangguan pada jalan napas, pernapasan, dan sirkulasiÂ
Adanya penurunan kesadaran Adanya gangguan hemodinamik (berkaitan dengan aliran darah, jantung, dan pembuluh darah) Memerlukan tindakan segera.
Jadi untuk 'menikmati' layanan serta fasilitas rawat inap di RS, Anda harus memenuhi syarat-syarat tersebut. Jika sakit Anda tanggung meskipun sesakit apapun yang Anda rasakan, itu sepanjang tidak memenuhi kriteria gawat darurat ya cukup dirawat di puskesmas saja, atau sekadar minum obat saridon, paramex, maagh, atau obat-obat di toko kelontong lainnya.