Mohon tunggu...
miftachul huda
miftachul huda Mohon Tunggu... Freelancer - rajin pangkal pandir

setiap kita merasa paling benar..

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ancaman Virus Mutasi, dan Kelelahan yang Harus Kita Akhiri

4 Januari 2021   17:37 Diperbarui: 4 Januari 2021   18:35 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun akui saja, kadang di antara kita untuk taat 3 M saja berat, ini buka karena kemalasan, namun kadang aturan-aturan seperti 3 M tadi yang sudah berlangsung lama tidak membuat kita terbiasa, namun sebaliknya kadang membuat kita lelah. Akibatnya semangat pencegahan COVID-19 dari diri pribadi kita mengendur, sehingga gairah untuk menerapkan protokol 3 M tadi ikut luntur.

Bukti ini sudah nyata adanya, 3 Desember lalu ada ledakan kasus terbesar dan menyumbang rekor harian tertinggi mencapai 8.369 kasus positif corona, dan ini tak menutup kemungkinan terjadi di 2021 bukan? Terlebih mutasi virus yang konon tingkat penularannya lebih mudah dibanding virus corona gelombang pertama, artinya jika mutasi virus ini ada di Indonesia ledakan demi ledakan kasus mudah terjadi.

Itu baru 3 M, lalu bagaimana 5 M, khususnya pada poin membatasi mobilitas dan menjauhi kerumunan? Lihat saja kondisi mall hari ini, acara-acara hajatan?

Percayalah pencegahan corona maupun mutasi virus (jika kelak ada di Indonesia) itu bukan sekadar kerja-kerja saintis. Namun kolaborasi warga dan negara. Sejauh mana masyarakat tertib aturan dan taat anjuran, sudah itu saja: taati aturan dan anjuran, ini memang klise.

Jangan lupa meningkatkan imun dengan kebiasaan yang sederhana namun berlipat ganda kasiatnya, seperti konsumi vitamin hingga minuman jahe yang mudah kita dapatkan di pekarangan rumah. Olahraga murah seperti jogging hingga bersepeda juga cara paling praktis untuk kebutuhan imun kita juga, percayalah menjalani isolasi di rumah sakit itu tidak enak (saya pernah merasakan 12 hari).  

Jangan lupa juga terus berpikir optimis dan positif jika wabah global ini bisa kita lalui. Caranya berpikir positif juga mudah: 'kita tak sendiri melawan corona termasuk mengantisipasi mutasi virus ini, seluruh dunia melawan hal yang sama. Kita tidak sendirian'. 'Setiap hari jutaan orang juga melangitkan doa yang sama: dunia yang terbebas dari corona'.   

Jika Anda kehilangan pekerjaan karena efek pandemi, maka ada orang lain bahkan kehilangan orang yang paling disayanginya. Jika Anda kehilangan orang terkasih, maka ada orang lain yang kehilangan harapannya.

Seabad lalu ketika saintis tak secanggih hari ini, dunia mampu menumpas penyakit paling ditakuti abad 20 yakni cacar yang telah merenggut 300 juta orang seluruh dunia (Bbc.com), maka hari ini meski dengan tingkat kesulitan berbeda, memusnahkan corona termasuk varian terbaru sekalipun virus mutasi adalah soal waktu.  

Sembari menunggu waktu itu tiba, kini yang tidak kalah pentingnya kehadiran negara, memastikan distribusi vaksin tanpa harus diribetkan dengan syarat administrasi kependudukan yang kadang membuat rumit semua. Kemudian ketersediaan tempat isolasi termasuk tempat perawatan yang di sana sini sudah banyak penuhnya.

Memang kita semua lelah dengan imbauan-imbauan, kita jengah dengan anjuran-anjuran, jargon-jargon pencegahan, aturan-aturan, tapi apa lagi yang bisa kita lakukan selain mentaatinya?

Jika tidak, maka rasa lelah, jengah dan muak dengan kondisi ini akan terus berkepanjangan. Karena itu sudah saatnya kita akhiri kelelahan ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun