Mohon tunggu...
Miftachul Alvi
Miftachul Alvi Mohon Tunggu... Freelancer - Gen Z dengan segala unek"nya

Lulusan SMA/SMK sederajat, ISTJ, level 22, little woman, lagi nyoba hobi baca, dan suka kpop

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Alasan Banyak Gen Z Punya Banyak Akun Medsos

30 Juli 2024   19:00 Diperbarui: 27 Agustus 2024   11:38 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image From Pinterest 

Buat siapa aja yang ngikuti perkembangan media sosial pasti pada tau kalau akhir-akhir ini muncul kebudayaan baru yaitu gen z punya akun media sosial lebih dari satu. Siapa disini yang relate atau malah jadi pelaku yang punya medsos lebih dari satu ?. Yang umum itu biasaya instagram sih, kalo aku sendiri emang gak punya second account instagram, cuma aku emang punya whtasapp dua akun. Atau kalo gak instagram biasanya tiktok sih. Pasti kalian ada yang pernah nemuin kan.

Teruntuk  kalian yang teheran-heran dan bertanya-tanya buat apa gunanya punya akun medsos lebih dari satu, aku kasih tau fungsi umumnya apa. Kita para gen z suka banget memisahkan sesuatu kegiatan sesuai dengan fokus utamanya biar kelihatan lebih rapi dan tertata. Tapi motif paling utama buat stalking orang sih, hehehe. Bahkan biasanya gak cuma dua akun medsos, ada yang sampe punya tiga bahkan empat juga. Umumnya kita punya empat akun sih. Yang mikir itu bayak banget, waitt aku coba jelasin kenapa bisa sampe punya empat akun medsos.

Ada akun pertama yaitu akun formalitas. Umumnya yang tau akun ini cuma keluarga, jadi diakun ini kita hanya post biar dianggap punya medsos aja. Semua postingan di akun ini bersifat umum, isi postnya palingan cuma hal-hal gak begitu penting, intinya akun gabutlah. Aturan pertama di akun ini wajib banget untuk terlihat kaya akun mati suri, biasanya kita para gen z post cuma empat bulan sekali dan hanya untuk post momen-momen tertentu kaya momen keluarga besar. Biasanya untuk caption kita buat sesopan mungkin dan gak jarang menambahkan nuansa quote agamis biar kelihatan kalo kita tumbuh dan di didik dengan baik oleh orang tua kita.

Terus untuk akun kedua ini baru akun real yang emang sering dipake update kegiatan tiap hari. Semua kegiatan kita tiap hari kita post disini. Pernah gak kalian nemuin akun yang gak ada foto profil, postingan nol, akun besifat privat, tapi follower bisa ratusan ?  nah, umumya akun kedua kaya gini ciri-cirinya. 

Jadi akun kedua ini emang dikhususkan buat temen-temen kita sesama gen z. Meskipun postingan nol, tapi diakun inilah kita para gen z update kegiatan tiap hari, segala keluh kesah, segala kegiatan kita, opini, bahkan apapun itu. Jadi akun ini tuh udah kaya akun khusus close friend aja. Buakannya instagram udah punya fitur close friend ya ? kenapa mesti buat lagi ?. 

Gini-gini, buat kita para gen z fitur close friend itu terlalu terang-terangan karena ada gradingnya sendiri, makanya untuk mengindari kesan grading ke temen, kita buat akun baru lagi. Kan kalo bikin akun kaya gini, kita jadi lebih bisa menyuarakan isi pikiran dan hobi kita tanpa takut dihakimi oleh pihak lain yang umumnya kita gak mau nerima saran dari mereka karena satu atau dua hal. 

Karena faktanya kita para gen z sering dianggap terlalu liar buat banyak kaum. Banyak banget kegiatan kita yang selalu dijadikan bahan kehebohan sama kaum generasi lain. Semua hobi, ide, pendapat dan kreatifitas kita banyak dianggap terlalu bebas dan salah. Alasan mereka melabeli kita kaya gini, biasanya karena postingan kita dianggap diluar keumuman postingan kaum lain. Kenapa gen z bisa sampai terlalu liar ? sederhana sih, ya karena kita anak gen z emang gak terbiasa buat mendiskusikan opioni kita dengan orang lain yang lebih dewasa. Yaa, seperti yang kalian tau, broken home itu emang udah lifestyle gen z, kaya emang takdir gen z itu harus broken home, belum dikatakan gen z kalo belum broken home. 

Kalo gak broken home minimal keluarga lengkap tapi gak akur lah. Karena fenomena kaya gini, kita para gen Z emang dipaksa buat ngelakuin dan mikir semuanya sendiri. Nah buat nyari pelarian dari hal kaya gini, kita para gen z emang memilih untuk mencari teman yang satu nasib dan emang gak judgemental ke opini kita. Intinya sama-sama mencari penguat mentallah.

Kita lanjut ke akun ke tiga, biasanya akun ini buat stalking orang. Kita para gen z punya kebiasaan menjadi detektif dadakan namun profesional, jadi kita sengaja buat satu lagi akun buat ngepoin orang lain. Untuk akun detektif ini biasanya kita gak pake foto profil dan namanya ngasal. Biasanya nama kita bisa berupa huruf dan simbol acak biar nanti si target gak bisa ngenali kita siapa dan gak bisa stalking ulang kita. 

Umumnya untuk akun khusus stalking ini kita sering ganti namanya, tergantung berapa jumlah target yang akan distalking dan bakal diganti nama tiap stalking korban baru. Nah aku punya fakta menarik soal ini, untuk akun stalking kita gak melulu pake akun dengan nama ngasal, tapi  juga bisa jadi kita buat akun olshop palsu. 

Saking profesionalnya kita dalam melakukan misi detektif, kita gen z bahkan rela bikin akun olshop palsu, kita belain beli follower palsu, sampe bikin postingan produk palsu biar kita gak dicurigai. Dan bisa dibilang, akun kaya gini lebih efektif dan aman buat stalking karena tidak memunculkan kecurigaan target. 

Tapi gak semua orang punya akun ketiga ini. Contohnya aku ajalah, aku sengaja gak buat akun khusus stalking ini karena aku tipe yang lebih suka stalking secara terang-terangan biar yang aku stalking itu notice kalo aku kepoin. Biasanya malah akau pancing dengan like postingan mereka biar mereka makin kepo apa maunya aku.

Dan untuk yang terakhir yaitu untuk akun yang ke empat. Akun Ini biasanya akun khusus buat kerjaan atau nugas dikampus. Jadi akun ini cuma kita peruntukkan buat kerjaan perofesional dan juga biar kelihatan lebih estetik aja. Kita para gen z jelas gak mau promosi tentang kerjaan atau tugas kampus bisa berakibat mengganggu tigkat privasi kita. 

Kita para gen z emang udah tebiasa dituntut secara paksa buat ikut berpartisipasi dalam mempromosikan medsos kantor atau kampus kita juga. Malah sekarang kesannya kaya emang udah wajib banget buat kita sebagai pegawai maupun mahasiswa buat ikut follow akun medsos kantor atau kampus, solanya sekarang kalian juga pada tau kalau jumlah follower dan like jadi sangat penting di era kaya gini.

Terlepas dari kontroversi baik dan buruknya gen z yang punya banyak akun medsos, kita emang juga harus mulai berfikir bahwa media sosial bukanlah jati diri kita sesungguhnya. Kita bebas memperlihatkan sosok mana yang kita ingin orang lain lihat. Selama itu tidak melanggar norma dan nilai, aku rasa hal itu wajar saja dan gapapa dilakukan.

Tapi kalo misal dari para pembaca ada yang keberatan dan gak setuju bisa bantu saran dan kritik di komentar, siapa tau dengan makin seringnya kita bahas isu-isu kaya gini bisa membantu kita semakin bijak dalam bermedia sosial. Sekian dulu dari aku, terimakasih buat yang udah mau baca, byee.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun