3. Proses Pembelajaran: Stereotip gender masih muncul dalam materi pelajaran, misalnya dalam contoh soal yang selalu menggunakan nama laki-laki, atau dalam buku pelajaran yang menampilkan jabatan formal seperti camat dan direktur sebagai peran laki-laki.
4. Pemanfaatan dan Penugasan di Indonesia, tingkat buta huruf lebih banyak dialami oleh perempuan. Berdasarkan data BPS tahun 2003, dari total 15.686.161 orang yang tidak dapat membaca dan menulis dengan usia 10 tahun ke atas, sebanyak 67,85 persen di antaranya adalah perempuan.
Kesenjangan Gender dalam Pendidikan
 kesenjangan gender dalam pendidikan disebabkan oleh beberapa faktor utama. Menurut Arief Rahman, seperti dikutip oleh Harum Natasha, faktor-faktor ini antara lain:
1. budaya yang masih memprioritaskan laki-laki. Dalam masyarakat Indonesia, perempuan sering dianggap hanya berperan sebagai ibu rumah tangga, mengurus anak dan keluarga. Meskipun banyak perempuan bersemangat untuk melanjutkan pendidikan, mengubah tradisi ini tidak mudah, terutama di pedesaan, di mana banyak perempuan merasa cukup bersekolah hingga SMA saja.
2. struktur sekolah yang kurang mendukung kesempatan bagi perempuan. Terdapat pandangan di lingkungan sekolah bahwa perempuan tidak perlu menempuh pendidikan terlalu tinggi, yang turut membatasi peluang mereka.
3. lemahnya kebijakan kesetaraan gender. Meskipun kesetaraan gender telah banyak dibicarakan, belum ada cukup kebijakan negara yang mendukungnya, termasuk kebijakan yang membedakan gaji laki-laki dan perempuan di beberapa daerah.
4. manajemen rumah tangga yang belum seimbang, di mana perempuan sering harus mengalah. Mereka biasanya mengutamakan keluarga daripada melanjutkan pendidikan, meskipun sebenarnya mereka masih bisa mengejar pendidikan lebih tinggi, seperti S2 atau S3.
5. kesepakatan dalam pasangan yang sering tidak menguntungkan perempuan. Dalam hubungan pernikahan, kesepakatan sering kali mengharuskan perempuan untuk berperan dalam mengurus rumah tangga. Perempuan yang ingin melanjutkan pendidikan setelah menikah kadang dipandang negatif jika lebih mengutamakan pendidikannya daripada memberi kesempatan bagi suami.
C. Kesetaraan Gender dalam Pendidikan Islam kesetaraan gender merupakan konsep yang muncul dari perbedaan peran serta perlakuan yang diterima oleh perempuan dan laki-laki akibat pengaruh sosial, budaya, dan agama Herien menjelaskan bahwa istilah gender sering digunakan oleh ilmuwan sosial untuk menggambarkan perbedaan karakteristik sosial antara perempuan dan lakilaki, baik yang merupakan hasil konstruksi sosial maupun bagian dari identitas kemanusiaan mereka.
Dalam studi gender, istilah "kesetaraan" lebih sering digunakan karena menekankan pada pembagian yang seimbang dan adil. Herien menyatakan bahwa kesetaraan gender adalah kondisi di mana perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama dan seimbang dalam semua aspek kehidupan. Qomariah juga menambahkan bahwa kesetaraan gender adalah konsep di mana perempuan dan laki-laki bebas dari stereotipe, prasangka, dan peran gender yang kaku, sehingga mereka dapat memilih dan mengembangkan potensi mereka secara bebas.