Jadi memang ketua umum beberapa partai ini masih amat powerful dalam memutuskan sesuatu. Contoh lain, tengoklah partai baru yang kelihatannya akan sama seperti itu juga, nama partai tersebut adalah Perindo dengan Ketua Umumnya Hary Tanoe. Ia yang sudah mati-matian berjuang dan berusaha membesarkan partai baru tersebut, kelak akan menjadi sosok utama dan penentu dalam partai baru itu. Kedepannya Perindo akan identik dengan Hari Tanoe. Apalagi dia adalah ‘raja media’, iklannya ada dimana-mana. Tak lama lagi ia akan menjadi iconic. Nasdem juga sama halnya, tak berbeda jauh, Surya Paloh itu identik dengan Nasdem begitu juga sebaliknya Nasdem seakan adalah Surya Paloh. Jadi ketokohan ketua umum partai sebagai kepala, masihlah memegang peran penting dalam seluruh tubuh kepartaian.
Dentuman Keras Tatkala PDIP Mendukung Ahok – Djarot
Jelas sekali tak semua kader partai PDIP mendukung Ahok – Djarot, apapun alasan masing-masing mereka tetapi dalam internal partai sendiri sebetulnya telah terjadi tarik-menarik dan tolak-menolak yang tajam, sampai akhirnya media dan publik pun menciumnya, itu sudah sejak lama, semenjak Ahok berseberangan dengan PDIP. Tetapi yang mendukung Ahok – Djarot masih lebih banyak, itu juga terbukti dengan internal survei yang mereka sendiri lakukan, juga tentunya yang dilakukan oleh lembaga survei lainnya.
Sampai kemarin, partai-partai lain selain Golkar, Hanura, dan Nasdem masih begitu mengharapkan PDIP untuk tidak mendukung Ahok – Djarot, karena bagi mereka bila hal itu terjadi artinya bencana. Dan tentu saja, yang namanya bencana harus dicegah dan dihindari sebisa mungkin. Lalu kemudian bisa jadi lobi-lobi tingkat tinggi terus berlangsung dan terjadi pula upaya upaya untuk menarik PDIP supaya bergabung saja dengan koalisi kekeluargaan bentukan mereka itu. Koalisi yang terbentuk secara instan dan dalam keadaan yang saya sendiri yakin bukan dalam suasana kekeluargaan namun dalam suasana terdesak dan mendesak. Suasana genting tingkat dewa, karena meskipun sudah sampai di detik-detik terakhir toh mereka sepertinya tidak ada (tidak punya) calon menonjol yang punya program menonjol yang dapat ditonjolkan ke publik pemilih. Bukan sekedar tonjolan yang lain lho yah... Mereka sangat berharap PDIP akan memajukan Risma, maka semua mereka pasti akan ikut mendukung dengan senang hati penuh sukacita, yang penting ada calon lain yang menonjol dan setidaknya calon tersebut dapat sedikit meredam ketertonjolan Ahok yang tiada tandingan itu.
Tetapi apa boleh buat, semua lobi-lobi harus kandas di tangan ketua umum PDIP. Rupanya tidak ada yang bisa melobi Megawati sampai hari kemarin, karena ia masih diam seribu bahasa tak ada suara mendukung siapa-siapa sampai detik-detik terakhir itu. Nah, itulah sebetulnya kehebatan seorang Megawati. Ia bekerja dalam diam namun tidak berdiam diri menanti calon itu sekonyong-konyong turun dari langit begitu saja. Megawati sudah sejak lama mengamati dan menilai kinerja Ahok. Ia juga pintar ‘memainkan’ perasaan orang dan dibuatnya orang-orang itu menunggu penuh harap dan cemas, serta dalam keadaan yang membuat orang-orang itu akan lantas berpikir bahwa dirinyalah sebagai ‘sosok penentu’. Dan itu terjadi.
Megawati tentu sudah mencium aroma tak sedap dari partai-partai lain yang akan berusaha mengandaskan pencalonan Ahok –Djarot dengan semangat juang yang lumayan membakar, yaitu semangat “Asal Bukan Ahok”. Bahkan jikalau memang diperlukan lebih baik kambing saja katanya yang jadi Gubernur DKI Jakarta, lagi-lagi asal bukan Ahok. Lantas dalam hati Ibu Megawati kemungkinan besar akan ngedumel seperti ini, “Enak aja....mana mau gue dipimpin seekor kambing!”. Hahahaha! Kan begitu, maka tak perlu berlama-lama, karena memang banyak orang sudah menunggu begitu lama, akhirnya ia menggunakan hak prerogatifnya kemarin untuk memutuskan PDIP secara sah, final dan mengikat mendukung dan mencalonkan Ahok –Djarot untuk diajukan sebagai pasangan calon Gubernur DKI Jakarta.
Kalau sampai Megawati pada detik-detik terakhir masih harus menggunakan hak prerogatifnya, tentu dapat kita bayangkan betapa kerasnya saling tarik dan saling tolak dalam tubuh PDIP itu sendiri. Tetapi pada saat Megawati mengeluarkan titahnya, semua diam mengiyakan dan harus mendukung. Makanya Hugo Pareira dan Hasto sampai-sampai harus mengatakan dan menegaskan supaya semua kader dari tingkat pusat sampai tingkat ranting untuk mematuhi dan mengamankan keputusan ini. Apapun itu, Ahok – Djarot sudah dicalonkan dan karenanya harus dikawal sampai saat pencoblosan nanti.
Kekuatan itu akan semakin terlihat kuat bila ditambah pasukannya Golkar, Nasdem, Hanura, dan relawan Teman Ahok. Ini sepertinya tak bakalan terbendung lagi. Keputusan Megawati bak petir di siang bolong yang turun seketika menyambar kerumunan koalisi partai kekeluargaan, bahkan dentuman itu sampai memecah koalisi tersebut menjadi dua bagian, yaitu kelompok yang condong ke SBY di Cikeas dan kelompok yang sudah lebih dulu ‘kawin’ melalui pernikahan dini mereka yakni Gerindra dan PKS. Dentuman keras itu amat pasti akan merubah konstelasi pasangan calon yang akan menghadapi Ahok – Djarot pada kontestasi Pilgub DKI Jakarta 2017 yang akan datang.
Siapa Kira-kira Bakal Calon yang Akan Dimunculkan Untuk Menantang Ahok – Djarot?
Bila semua hasil survei menempatkan tingkat elektabilitas Ahok – Djarot masih bertengger di nomor satu, meski dengan sedikit fluktuasi tak terlalu berarti, maka dua poros lain yang ada tentu tidak boleh sembarangan memunculkan pasangan calon. Mereka harus benar-benar jeli melihat dan meneropong kekuatan dan kelemahan calon yang akan mereka ajukan.
Melihat arah bandul, saya melihat Gerindra dan PKS kayaknya sudah akan tetap pada pilihan memunculkan Sandi Uno sebagai calon mereka. Bagi saya pribadi, Sandi Uno itu masih jauh di bawah, tingkat elektabilitasnya akan tetap stagnan dan bahkan bisa jadi cenderung menurun. Dia banyak diberitakan negatif, dibully kiri kanan. Mulai dari kasus pelecehan seksual sampai pada pengemplangan pajak. Ini jelas ada efeknya. Disamping itu ia juga belum terlalu dikenal banyak orang. Tidak gampang untuk membersihkan nama yang sudah terlanjur tercoreng. Gerindra dan PKS bakalan menanggung resiko besar dan akan memainkan pertaruhan yang sangat beresiko bila tetap memajukan Sandi Uno.