Mohon tunggu...
Michael Sendow
Michael Sendow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writter

Motto: As long as you are still alive, you can change and grow. You can do anything you want to do, be anything you want to be. Cheers... http://tulisanmich.blogspot.com/ *** http://bahasainggrisunik.blogspot.co.id/ *) Menyukai permainan catur dan gaple. Menulis adalah 'nafas' seorang penulis sejati. I can breath because I always write something...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ahok-Djarot, PDIP, Megawati, dan Siapa Pasangan Calon Lawan Mereka di Pilgub DKI Jakarta 2017?

22 September 2016   16:46 Diperbarui: 23 September 2016   00:58 1674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut John Kenneth Galbraith, Politics is the art of choosing between the disastrous and the unpalatable.” Jadi politik itu adalah seni memilih diantara bencana dan sesuatu yang sama sekali tak enak. Busyet dah. Kayak makan buah simalakama dong ya? Semoga perpolitikan di Indonesia tidak harus memilih yang terbaik diantara yang tidak baik, termasuk pada Pilgub DKI Jakarta nanti. Semoga justru akan lahir banyak bakal calon yang memang benar-benar baik, berintegritas, dan kompeten.

Sejak lama saya sudah memperidiksi PDIP pasti akan mendukung duet Ahok-Djarot, atau lebih tepatnya Megawatilah yang pasti akan mendukung. Disamping dia dekat dan begitu mengenal Ahok, hati nuraninya juga tentu sudah dapat melihat sepak terjang dan apa-apa saja yang sudah dilakukan serta diupayakan Ahok di Jakarta selama dia memimpin.

Meskipun harus melalui drama panjang ‘percintaan’ maupun ‘perseteruan’ penuh bumbu antara Ahok dan PDIP, akhirnya kemarin itu sudah jelas bahwa ‘cinta’ ternyata tak pernah bisa pindah ke lain hati. Terjawab sudah apa yang dengan penuh kehati-hatian Megawati simpan dalam hatinya sampai detik-detik terakhir pendaftaran calon.

Ada begitu banyak aral melintang, godaan, cobaan bahkan pun pertentangan yang membatasi gerak-gerik Ahok dan PDIP. Melibatkan banyak analisa, banyak spekulasi, dan tak sedikit provokasi. Sampai-sampai harus banyak menelan ‘korban’, baik itu menyebabkan terjadinya kerenggangan hubungan dan juga pengunduran diri serta pemecatan. Tak kurang beberapa kader pentolan PDIP harus kandas di tengah jalan, baik itu karena mundur sendiri atau dipecat.

Ini terjadi nampaknya oleh karena mereka terlalu banyak bermain api mendahului keputusan apapun dari sang ketua umum partai. Ini artinya melecehkan partai. Para kader partai PDIP itu akan dianggap telah ‘melecehkan’ partai, dan terlebih lagi mereka itu sudah melecehkan  ketua umum partai yang sampai saat itu masih diam membisu seribu bahasa. Dalam bahasa gaul boleh dikata begini, “Elo jangan coba-coba mendahului ketua umum dalam mengambil sikap...”Menolak Ahok yang umpamanya didukung Megawati sama artinya dengan menolak Megawati, kan sederhananya seperti itu.

Kenapa bisa begitu? Karena begini, Megawati sebagai ketua umum PDIP punya hak prerogatif menentukan siapa yang akan mereka usung. Jadi biar sepanas apapun ‘cacing-cacing’ bergerilia kepanasan membentuk opini publik di bawah sana, efeknya amat sangat kecil bila bukan suaranya si ketua umum partai yang muncul ke permukaan. Orang Jakarta bilang, “Elo mau ngomong apa juga....Nggak ngaruh kali yeee...” Kenapa bisa gak ngaruh? Jelaslah, oleh sebab ketua umum PDIP saat ini, selama hayatnya masih dikandung badan,  masih amat sangat powerful.

Ketua Umum yang Poweful

Jadi lihat saja beberapa contoh kasus yang membuktikan hal tersebut, semisal si Adrian Napitupulu yang banyak bicara koar-koar sana sini mengeritik Ahok dengan sinis, petantang petenteng layaknya jagoan neon, eeh disentil telinganya sedikit saja sudah diam tak berbekas – sampai detik ini. Bahkan lebih dahsyat lagi, kader yang adalah pimpinan PDIP di tingkat daerah Jakarta mesti dicopot dari jabatannya karena terlalu banyak bermanuver dan jelas-jelas ‘membangkang’ titah ketua umum, bahkan membentuk keluarga baru dengan bergabung di kelompok koalisi kekeluargaan.

Sekjen PDIP yang tadinya ribut menolak Ahok sana sini, kini harus bermanis-manis dan tersenyum hangat dengan tangan tebuka lebar menyambut Ahok. Jadi, sederhananya begini, Megawati itu masih sangat kuat di PDIP dan suaranya harus didengar. Kalau tidak? Ya silakan keluar dari kepartaian, melamar saja ke partai lain, gitu aja kok repot. Mekanisme partai memang ada, tetapi kayaknya itu selalu bisa dinisbikan dengan hadirnya atau terbitnya titah dan keputusan sang ketua umum. Apakah ini salah? Tentu tidak, karena kemungkinan besar AD/ART mereka sudah mengatur seperti itu. Pemberi mandat dan pengambil keputusan terakhir dan tertinggi ada di tangan ketua umum. Final dan mengikat.

Bukankah banyak ketua umum partai yang keputusannya sangat final dan mengikat (meminjam istilah Ketua BPK). Sebut saja tempo hari Pak Harto di Golkar, apapun keputusannya adalah ya dan amin. Jangan pernah dibantah. Atau contoh masa kini Prabowo di Partai Gerindra. Siapa yang berani melawan titah Prabowo sebagai ketua umum Partai Gerindra coba angkat tangan? Jangan coba-coba kalau nyali kecil. Kalau ada kader yang berani melawan maka ia harus siap-siap untuk ‘ditempeleng’ dan segera angkat kaki dari struktur kepartaian Gerindra.

Hal-hal seperti ini adalah lumrah dalam dunia kepartaian yang dasar pembentukannya kokoh kuat mengakar pada basis personal keindividualan dan ketokohan seseorang. Sewaktu Partai Demokrat masih dipimpin aktif oleh SBY, adakah faktor lain yang dapat menihilkan keputusan beliau sebagai ketua umum partai? Terkecuali kalau ia berani dilawan anaknya yang adalah Sekjen partai, itu baru seru. Tetapi itu tidak pernah terjadi. Sampai saat ini Demokrat masih identik dengan SBY, dan SBY masih sangat diakui dalam tubuh Partai Demokrat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun