Mohon tunggu...
Michael Sendow
Michael Sendow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writter

Motto: As long as you are still alive, you can change and grow. You can do anything you want to do, be anything you want to be. Cheers... http://tulisanmich.blogspot.com/ *** http://bahasainggrisunik.blogspot.co.id/ *) Menyukai permainan catur dan gaple. Menulis adalah 'nafas' seorang penulis sejati. I can breath because I always write something...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kesehatan Adalah Milik Setiap Warga Negara, Bergotong-royong ala BPJS Kesehatan

17 September 2016   08:56 Diperbarui: 19 September 2016   17:49 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“You have not lived today until you have done something for someone who can never repay you.”
 ― John Bunyan

Orang kaya menolong yang miskin. Yang berkelebihan menolong yang berkekurangan. Yang punya apa-apa membantu yang tidak punya apa-apa. Dalam bahasa sederhananya, John Bunyan membahasakannya sebagai “...Done something for someone who can never repay you..” Rupa-rupanya falsafah “gotong royong” mengakomodir apa yang ada dalam pikiran Bunyan.

Bangsa Indonesia terkenal sebagai masyarakat yang tingkat kegotong-royongannya amat tinggi. Bahkan kerap kita jumpai istilah “gotong royong” telah menempati posisi terhormat untuk hal apapun. Ia sudah berakar dan membudaya, sekaligus membumi sejak sebelum kita merdeka pun sampai setelah kita merdeka. Gotong royong sangat sering dijadikan kata kunci oleh para tokoh bangsa dalam setiap apa pun yang hendak mereka perjuangkan dan capai. Meski pada kenyataannya, di jaman modern ini falsafah tersebut kelihatannya sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan orang.

Proklamator sekaligus Presiden pertama kita Bung Karno pernah berpidato tentang betapa pentingnya gotong royong itu: “….Jikalau saya peras yang lima (Pancasila) menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu “gotong royong”. Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara gotong royong! Alangkah hebatnya! Negara gotong-royong!...”

Bahkan dalam suatu kesempatan lain, Bung Karno mengatakan bahwa gotong royong itu adalah paham yang dinamis, tidak statis, ia jauh lebih dinamis dari sekedar ‘kekeluargaan’.  Gotong royong menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan (satu karyo, satu gawe).

Bung Karno berkata,“.......Gotong royong adalah membanting tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua. Holopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama! Itulah gotong royong! Rakyat itu semua harus digotong-royongkan dalam perjuangan raksasa ini!” (Sumber: www.sukarno.org)

Hubungan Pancasila, Gotong Royong, dan Jaminan Sosial

Bung Karno menyampaikan bahwa ada lima sila boleh diperas sehingga tertinggal tiga saja, yaitu sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, dan ketuhanan. Lalu jika itu diperas lagi maka akan muncul menjadi satu ungkapan saja yaitu “gotong-royong”. Oleh sebab itu Pancasila sebetulnya adalah perwujudan nyata dari gotong royong.  

Di dalam Pancasila terkandung semangat kebersamaan, saling bahu membahu, ringan sama dijinjing berat sama dipikul. Semangat untuk takwa dan beriman. Semangat untuk berprikemanusiaan. Semangat untuk bersatu. Semangat untuk musyawarah mufakat. Semangat untuk menciptakan keadilan sosial.  Kesemuanya itu mewujud lewat sifat-sifat kegotong-royongan yang sudah lama terbangun lewat praktek nyata turun temurun dalam hidup berbangsa kita. Dalam sejarahnya, gotong royong lahir murni dari akar budaya di kepulauan nusantara kita ini. Hampir semua kebudayaan di Nusantara mengenal istilah gotong royong, meskipun banyak yang sudah terbungkus istilah kedaerahan masing-masing tentu saja.

Semangat kolektifitas itulah yang mendasari filosofi utama dalam budaya gotong royong. Kita bertanya kenapa bisa seperti itu? Jawabannya ada dalam kenyataan kehidupan kita, yaitu oleh karena kita mau dan mampu bekerja secara bersama-sama dalam menyelesaikan pekerjaan dan secara bersama-sama pula menikmati hasil pekerjaan tersebut secara adil. Bila ditelaah secara mendalam maka kita dapat simpulkan kegiatan gotong royong tersebut adalah suatu usaha atau pekerjaan yang dilakukan murni tanpa pamrih dan secara sukarela dilaksanakan oleh semua masyarakat, yang tentu saja menurut batas kemampuannya masing-masing.

Pasal 28 H ayat 3 UUD 45 mengatakan:

Setiap orang berhak atas Jaminan Sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat". 

Lalu, pasal 34 ayat 2 UUD 45 berkata:

"Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan."

Kata 'setiap orang' dan 'seluruh rakyat' hendak menunjukkan kepada kita bahwa siapapun tanpa terkecuali. Semua kita berhak memperoleh jaminan sosial, dan negara menjamin itu.

Pada kedua pasal itulah bergantung ‘roh’ utama munculnya sebuah Sistem Jaminan Sosial Nasional yang disingkat SJSN. Setelah itu, lalu kemudian keluarlah 3 azas SJSN yakni kemanusiaan, manfaat, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nah, salah satu dari 5 program SJSN adalah mengenai Jaminan Kesehatan.

Dalam mencapai tujuannya, maka penyelenggara SJSN menerapkan 9 prinsip utama dimana salah satunya adalah prinsip kegotong-royongan. BPJS pun dihadirkan sebagai lembaga yang berkompeten mewujudkan apa yang disasar oleh SJSN dalam bidang kesehatan. Pemerintah kita berusaha sangat keras mewujudkan kesehatan itu sebagai hak setiap individu. Hak yang mestinya dapat dinikmati oleh siapa saja yang tinggal di bumi Indonesia ini. BPJS punya target dan harapan supaya per tanggal 1 Januari 2019 seluruh penduduk Indonesia (wajib) sudah mengikuti program BPJS Kesehatan ini, sesuai UU 24/2011 yang diimplementasikan sejak tahun 2014. Karena amanat itu jugalah, maka BPJS Kesehatan saat ini bekerja keras mewujudkan program gotong royong bersama membangun Indonesia yang lebih sehat.

[caption caption="Sumber: BPJS KESEHATAN"][/caption]

Apa Maksud Gotong Royongnya BPJS Kesehatan?

Pasti banyak di antara kita yang masih belum mengerti betul, belum paham, dan bertanya-tanya apa sebetulnya maksud kita bergotong royong dalam mewujudkan kesehatan milik semua orang?

Secara prinsip, sederhananya adalah seperti ini, bahwa sistem BPJS Kesehatan memakai prinsip gotong royong yaitu supaya yang tidak sehat dapat dibantu yang sehat, yang kaya membantu yang miskin, dan yang muda ikut membantu yang tua, serta tidak ada pengembalian seperti layaknya yang diberlakukan asuransi swasta. Itu dulu yang mesti kita pahami bersama. Seperti yang sudah terurai di atas, inilah sebetulnya penerapan kegotong-royongan bangsa kita. Dengan prinsip gotong-royong yang diusung BPJS Kesehatan, maka jelas sekali bahwa pembiayaan pengobatan untuk membantu mereka yang sakit dananya berasal dari peserta lainnya yang sehat.

Bagi warga yang yang kurang mampu, kehadiran BPJS Kesehatan dengan prinsip kegotong-royongannya tentu saja memberi secercah harapan dalam berbagai himpitan dan ketidakpastian hidup yang mereka alami serta jalani. Kemiskinan yang membelenggu mereka mau tidak mau seakan memutus rantai pengobatan yang seharusnya mereka peroleh. Maka jangan heran kalau ada istilah orang miskin jangan sampai sakit. Orang miskin dilarang sakit. Kalau sudah tahu miskin jangan coba-coba sakit, serta ungkapan-ungkapan seperti itu lainnya.

Kehadiran BPJS Kesehatan adalah bak terbitnya harapan baru dalam hidup mereka. Mereka dapat berobat, dan sambil berdoa, atas izin Tuhan mereka pun akhirnya boleh sembuh. Karena selama ini, dalam kenyataan hidup kita, siapapun dapat saja terkena sakit penyakit namun tidak semuanya dapat berobat dan bisa sembuh.Kemiskinan dan ketiadaan biaya adalah salah satu faktor utamanya. Sedangkan orang sakit yang berobat dan rajin ke dokter saja ada yang tidak sembuh, apalagi yang sama sekali tidak berobat dan tidak pernah pergi ke dokter.

Ada banyak kesaksian tentang betapa menolongnya program BPJS Kesehatan ini bagi pasien kurang mampu. Teman saya ada yang melakukan operasi kanker payudara dengan biaya yang amat fantastis untuk bisa ia bayar, sekitar 40-an juta. “Untung ada BPJS....semua biaya operasi ditanggung....saya senang banget,” katanya saat saya kunjungi. Ada juga kesaksian tentang seseorang yang adiknya kena penyakit ginjal dan tiap minggu harus menjalani cuci darah dua kali. Siapa yang tanggung biayanya? Ternyata BPJS Kesehatan. Kalau dihitung-hitung biaya untuk cuci darah sebulan itu sekitar 8 – 10 juta, mereka bayar BPJS Kesehatan hanya Rp. 180.000,- per bulan. Nah, peserta jangan lalu merasa karena membayar premi 180.000 per bulan maka dana itulah yang dipakai untuk membayar biaya cuci darah setiap bulannya. Itu tidak akan cukup kalau tidak ditanggung secara bersama-sama lewat prinsip kegotong-royongan tentunya.

Dalam kasus operasi kawan saya yang kena kanker payudara di atas , dengan biaya kurang lebih Rp. 40.000.000,- maka dana / iuran kegotong-royongannya secara ringkas dan sederhana dapat dihitung seperti ini:

Dalam perhitungan pengandaian saya, bila rata-rata peserta membayar iuran sebesar Rp. 80.000 per bulan, maka sebetulnya biaya operasi kawan saya itu ditanggung bersama oleh peserta lainnya yang tidak sakit dengan perhitungan sebagai berikut: Rp. 40.000.000 : Rp. 80.000 = 500 orang (peserta pembayar iuran). Jadi ada sejumlah 500 orang yang bergotong-royong membantu kawan saya tersebut melakukan operasi payudaranya. Tanpa ‘uluran tangan’ 500 orang tersebut bisa jadi kawan saya tidak akan sanggup membiayai operasi tersebut. Itulah sesungguhnya yang dimaksud dengan prinsip "gotongroyong" dalam Jaminan Sosial.

Bagi penderita yang dalam proses pengobatannya membutuhkan biaya besar, atau seperti kasus operasi payudara tadi,  jangan lalu kemudian ia merasa bahwa biaya itu dapat tertutup hanya oleh karena membayar iuran sebesar misalnya Rp.80.000 per bulan. Tidak akan cukup. Semua biaya tersebut tertutupi karena ditanggung bersama oleh banyak orang yang menjadi peserta program BPJS Kesehatan ini, secara gotong-royong.

Dalam situs BPJS Kesehatan yang dapat di akses di sini: https://bpjs-kesehatan.go.id ada contoh biaya gotong royong yang diperlukan untuk biaya pengobatan seorang peserta yang menderita sakit. Sebagai contoh penggambaran, bahwa 1 pasien DBD dibiayai oleh 80 peserta sehat. 1 pasien kanker dibiayai oleh 1253 peserta sehat. Dengan bekerja secara gotong royong maka biaya pengobatan menjadi ringan, dan beban pasien menjadi berkurang.

Lalu bagaimana dengan mereka yang tidak sakit? Bagi peserta yang tidak pernah (baca: belum pernah) sakit, jangan lantas merasa bahwa iuran yang dibayarkan secara rutin itu adalah sia-sia (karena merasa tidak seperti kebanyakan asuransi swasta yang uangnya bisa diambil kembali kalau tidak digunakan). Jangan merasa seperti itu.

Kenapa saya bilang premi yang dibayarkan ke BPJS Kesehatan Anda tidak sia-sia? Karena iuran Anda itu di satu sisi boleh jadi adalah amal kepada mereka yang sakit, dan di sisi lain justru Anda harus bersyukur bahwa Anda diberikan kesehatan sehingga bukan Andalah yang sakit. Dan lagi, saat ini kalaupun Anda tidak sakit, belum tentu di kemudian hari Anda akan tetap sehat bukan? Sakit penyakit tidak akan pernah dapat kita prediksi datangnya. Bisa jadi hari ini Anda bergotong-royong menolong yang sakit, namun esok lusa Anda menderita sakit dan peserta lainlah yang bergotong-royong menolong Anda. Seperti itulah siklus sehat-sakit kita dalam kenyataan. Membayar iuran setiap bulan bukan merupakan kesia-siaan. Tidak ada yang sia-sia dalam hal menolong orang lain dan juga menolong diri sendiri.

Dalam sistem Jaminan Sosial Kesehatan ini berlakuapa yang saya istilahkan sebagai, “Semakin banyak tangan yang memberi semakin ringan beban, semakin banyak yang tertalangi.” Semakin banyak yang menjadi peserta BPJS Kesehatan, maka jelas akan semakin ringan dalam membiayai pengobatan dan perawatan bagi setiap warga masyarakat lain yang kebetulan mendapat ‘giliran’sakit. Bayangkan kalau di tahun 2019 nanti semua warga negara Indonesia sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan, menjadi ringanlah beban pengobatan gotong-royong bagi sesama kita warga negara yang menderita sakit.

Kesehatan memang semestinya menjadi privilege atau ‘hak istimewa’ setiap warga negara, tetapi kita wajib mendaftarkan diri dan ikut berperan aktif untuk mendapatkan hak istimewa tersebut. Oleh sebab itu maka setiap warga negara wajib mendaftarkan diri menjadi anggota program JKN – KIS BPJS Kesehatan. Mungkin kiasannya seperti itu.

Siapa Saja yang Bergotong Royong?

Untuk membangun dan mewujudkan Indonesia yang lebih sehat, seluruh penduduk Indonesia diharapkan dapat aktif bergotong-royong menyukseskan program JKN-KIS ini.

Peran dan partisipasi aktif seluruh pihak (multi-stakeholders) dalam mendukung program JKN-KIS ini amat sangat dibutuhkan. Multi-Stakeholdersitu adalah: Masyarakat, Rumah Sakit, Tenaga Medis, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, LSM, Badan Usaha, Pengelola Klinik Swasta, dan lain sebagainya. Jadi jelas sekali bahwa semua pihak mestinya ikut terlibat dalam menyukseskan program ini.

Karena keterlibatan dan dukungan semua pihaklah maka kontribusi pelaksanaan program ini begitu jelas terasa. Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI) mengeluarkan data bahwa selama tahun 2014, kontribusi JKN-KIS bagi ekonomi Indonesia berjumlah tak kurang dari 18.66 Triliun, yaitu terdiri dari: industri Kesehatan 4,4 Triliun, obat-obatan sebesar 1,7 Triliun, lalu lapangan kerja bidang kesehatan 4.2 Triliun, kemudian konstruksi Rumah Sakit sebesar 8.36 Triliun. Total jumlah peserta JKN-KIS sampai tanggal 1 September 2016 telah mencapai 168.512.237 orang (sumber: BPJS Kesehatan).

Kenaikan Iuran Peserta

Mulai tanggal 1 April 2016 lalu, iuran JKN yang dikelola BPJS Kesehatan sudah mengalami kenaikan. Kenaikan iuran ini diresmikan melalui Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.Untuk kelas 1 dari Rp 59.500 naik menjadi Rp 80.000, dan  untuk kelas 2 dari Rp 42.500 naik menjadi Rp 51.000. Untuk kelas 3 tetap Rp 25.500. Banyak yang bertanya kenapa harus ada kenaikan iuran? Kenapa tidak semua saja ditanggung pemerintah dan masih banyak pertanyaan sejenis lainnya.

BPJS tidak mungkin digratiskan, bebannya akan menjadi sangat besar, dan pasti juga akan dipertanyakan dari mana anggaran untuk jaminannya? Lalu jikalau BPJS di komersialkan pasti juga banyak yang komplain karena masyarakat berhak mendapatkan kesehatan yang layak dan terjangkau seperti diatur yang telah diatur dalam undang – undang. Jika kemudian iuran BPJS menjadi lebih murah maka kualitas layanan kesehatan pun pasti akan semakin sering dipertanyakan. Setiap orang tentu punya persepsi berbeda-beda dalam hal ini. Apapun yang dilakukan pemerintah untuk memaksimalkan BPJS Kesehatan mungkin memang tidak akan bisa memuaskan dan menyenangkan semua orang.

Kenaikan iuran ini rasanya masih wajar dan memang diperlukan, itu juga adalah oleh karena iuran bulanan merupakan modal terjadinya prinsip gotong-royong yang saling mencukupi. Berkat iuran bulanan yang memadai dari setiap peserta yang tidak sakit, maka peserta yang sakit dapat terbantu, seperti subsidi silang. Dengan kenaikan iuran ini, BPJS Kesehatan dapat meningkatkan layanan kesehatan kepada semua lapisan masyarakat di semakin banyak tempat.

[caption caption="Kenaikan Iuran"]

[/caption]

Dukung BPJS Kesehatan

Kita punya alasan penting untuk mendukung upaya BPJS dalam mewujudkan prinsip gotong-royong ini. Pertama adalah oleh karena pada dasarnya kita hanyalah manusia biasa, maka tentu kita masih membutuhkan peran sesama kita manusia dalam mencapai kesejahteraan baik jasmani (termasuk kesehatan di dalamnya) maupun rohani. Hal berikutnya, kita juga bukanlah orang hutan yang hidupnya di hutan. Kita ini adalah masyarakat yang bergaul dan masyarakat yang bersosialisasi. Kita butuh kehadiran orang lain dalam menjalani hidup ini. Demi menjalaninya dengan lebih baik dan lebih sehat. Karena itu, kalau hari ini ada begitu banyak komunitas terbentuk. Tak sedikit organisasi didirikan. Itu semua terjadi karena kita mahluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri dan melakukan apapun sendirian saja.

Lalu kemudian juga, sebagai manusia seutuhnya, sebetulnya hidup kita baru akan berarti bila hidup yang kita jalani ini sudah memberi arti bagi kehidupan sesama kita. Meminjam kata-kata bijak yang ditulis oleh Ralph Waldo Emerson yang mengatakan begini, “The purpose of life is not to be happy. It is to be useful, to be honorable, to be compassionate, to have it make some difference that you have lived and lived well, maka saya berani mengajak kita semua untuk saling tolong-menolong, saling bergotong-royong, menjadi berguna dan bermanfaat bagi orang lain. Seperti juga ada ujar-ujar lain yang bilang, “Bertolong-tolonganlah kalian menanggung beban...”

Bahwa tujuan menjalani hidup kita ini tidak hanya demi mengejar kebahagiaan, tetapi juga bagaimana supaya hidup kita menjadi lebih berguna lagi. Semoga kita dapat menciptakan Indonesia yang lebih sehat ---Michael Sendow---

Hubungi penulis di: Akun TWITTER  Michael Sendow

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun