Mohon tunggu...
Michael Sendow
Michael Sendow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writter

Motto: As long as you are still alive, you can change and grow. You can do anything you want to do, be anything you want to be. Cheers... http://tulisanmich.blogspot.com/ *** http://bahasainggrisunik.blogspot.co.id/ *) Menyukai permainan catur dan gaple. Menulis adalah 'nafas' seorang penulis sejati. I can breath because I always write something...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kawin, Cerai, Kambing Hitam, dan Jangan Putus Asa

7 Agustus 2016   12:08 Diperbarui: 7 Agustus 2016   12:12 781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cerai ala Manado (Pic Source: riaueksis.com)

Ketika masih remaja dan pemuda, menikah menjadi impian yang diidam-idamkan begitu banyak pasangan yang lagi pacaran. Mereka berusaha secepat mungkin untuk bisa menikah. Tak jarang dengan berbagai usaha ‘main belakang’ si remaja ini berusaha mewujudkan impian tersebut. Apa lacur, kebanyakan baru merasakan derita yang amat sangat ketika semuanya sudah terlanjur. Mereka mendapati kenikmatan yang membawa sengsara. Akhirnya banyak yang kawin muda. Dalam usia yang mestinya masih usia sekolah, anak-anak muda ini justru harus menanggung beban sebagai orang tua yang harus membesarkan anak sendiri. Lalu? Tak jarang yang berakhir dengan perceraian.

Menikah, membentuk sebuah keluarga baru ternyata tak semudah dan seenak yang kita bayangkan sebelum kita menikah. Ada berapa banyak keluarga yang harus pisah oleh karena alasan ketidakcocokan. Lah, waktu pacaran kok cocok-cocok saja ya, kenapa kemudian setelah menikah menjadi tidak cocok lagi? Ada yang bercerai karena diselingkuhi oleh pasangannya. Ada yang pisah karena keadaan ekonomi morat marit. Ada pula yang memilih untuk bercerai karena tidak tahan lagi menghadapi tekanan keluarga dari pasangannya. Banyak alasan muncul kepermukaan yang menjadikan keutuhan sebuah keluarga akhirnya kandas di tengah jalan. Padahal tujuan sebuah pernikahan kan bukan itu.

Studi mengungkapkan bahwa ada 7 dari setiap 10 perkawinan di California Amerika berakhir dengan kegagalan. Rata-rata ada 1000 kasus perceraian terjadi di Indonesia (2014). Ada data lain yang menjelaskan bahwa sekitar 70% gugatan cerai datang dari pihak istri. Perceraian, KDRT, perselingkuhan, dan masalah-masalah rumah tangga berat telah terjadi dimana-mana. Ruang-ruang pengadilan penuh sesak oleh daftar gugat cerai karena hal ini dan itu. Perceraian seolah telah menjadi trend masa kini. Media memberitakan bukan berita basi tentang artis-artis yang cerai. Hari ini ada begitu banyak pasangan yang berusaha cepat-cepat cerai. Menikah dengan susah payah, namun perceraian adalah jalan pintas paling ‘asyik’ segampang membalikkan telapak tangan.

Apa yang terjadi dengan pernikahan masa kini? Kenapa begitu banyak rumah tangga yang gagal mencapai ujung dan harus kandas di tengah jalan?

Stepen A. Grunlan dalam bukunya berjudul Marriage and the Family memaparkan tentang sembilan alasan mengapa terjadi perceraian, yaitu ini:

1. ketidaksetiaan
 2. tidak mencintai lagi
 3. masalah emosional
 4. financial (ekonomi)
 5. KDRT (Fisik, Psikologi, Sexual, Ekonomi)
 6. alkoholik
 7. sexualitas
 8. keluarga dari kedua pihak
 9. tidak memiliki anak

Nah, dari sembilan alasan tersebut, mari kita jujur pada diri sendiri, kira-kira apa kecenderungan masalah yang selalu membesar dalam rumah tangga kita? Jikalau saja mulai kita jumpai pertengkaran-pertengkaran keras oleh karena salah satu faktor di atas, maka itu bisa jadi tanda peringatan dini (early warning) supaya kita lebih mawas diri sebelum segala sesuatunya terlambat. Supaya kita menjadi lebih dewasa dan lebih bijak lagi menyiasati hubungan rumah tangga kita. Supaya apa? Supaya semuanya akan baik-baik saja, dan keharmonisan bisa terus terjaga.

Banyak contoh dari sembilan alasan di atas yang memang acap kita jumpai sebagai pemicu terjadinya perceraian. Ketidaksetiaan umpamanya. Tiba-tiba saja suami menjadi sering keluar malam, usut punya usut ternyata ia jadi suka mencari variasi di luar sana. Lalu ada sstri yang merasa kurang kasih sayang, maka dicarilah kasih sayang itu di luar sana. Siapa tahu ada kasih sayang yang lebih ‘hot’ di luar sana.

Lalu faktor tidak mencintai lagi. Ini juga adalah alasan klasik yang terus digaungkan pasangan yang rupa-rupanya sudah menemukan tambatan baru. Mestinya masing-masing harus bisa mengoreksi diri, kenapa bisa sih rasa cinta itu hilang menguap bak di tiup angin? Cari tahu apa penyebabnya, dan lakukan perubahan. Misalnya, apakah suami tidak mencintai lagi karena sewaktu jalan di mall ia lalu kemudian jatuh cinta dengan wanita cantik bau harum semerbak yang secara kebetulan menabraknya? Bisa jadi loh. Apalagi wanita itu cantik rupawan dengan pakaian necis dan sangat elegan gayanya.

Begitu pulang rumah, sang suami mendapati istrinya menyambutnya hanya dengan memakai daster usang yang sudah robek di sana sini, dan ternyata badannya bau bawang pula karena baru habis masak dan belum sempat mandi. Otomatis dalam pikiran si suami ia mulai membanding-bandingkan antara cewek yang nabrak dia tadi yang berbau harum mewangi itu dengan istrinya yang bau bawang lengkap bersama daster robeknya itu. Kesalahan pertama yang menyebabkan timbulnya rasa tidak mencintai lagi adalah ketika kita mulai membanding-bandingkan. Karena membanding-bandingkan itulah seseorang lantas kemudian mulai lebih mencintai sesuatu yang seharusnya jangan dicintai. Yah...memang biasanya rumput tetangga selalu kelihatan lebih hijau kan? Bunga tetangga selalu lebih harum. Mangga tetangga selalu lebih ranum. Apakah istri tetangga juga akan selalu lebih cantik? Hahahaha jangan sampai!

Kalau dari segi masalah ekonomi, maka kita temukan, Bank Dunia mencatat bahwa ada sekitar 50% rumah tangga di Indonesia tergolong rentan miskin akibat krisis ekonomi. Tingkat kerentanan di kota sekitar 29%, jauh lebih rendah dibandingkan dengan kawasan pedesaan yang 59%.Ini juga masalah. Ada begitu banyak rumah tangga yang akhirnya gagal oleh sebab keadaan yang terus memburuk, dan seakan tak ada cahaya lagi di ujung lorong kehidupan.

Istri mulai sering ngomel, kalau perlu ngomelnya tiga kali sehari kayak minum obat. Pagi ngomel, siang ngomel, malam ngomel juga. Ia ngomel gegara tidak ada duit untuk belanja buat makan 3 kali sehari. Makan hanya bisa 1 kali sehari, ya mau tidak mau istri jadi punya alasan untuk ngomel 3 kali sehari. Ini tentu masalah. Lalu sang suami menjadi stress berat, karena memang sangatlah susah mencari pekerjaan, apalagi dengan pendidikan yang hanya pas-pasan saja. Berat memang, tetapi kehidupan bukan untuk diratapi namun diperjuangkan. Itulah kenyataan. Tak heran bila banyak yang akhirnya bercerai.

Mempertahankan Keutuhan Keluarga

Lalu bagaimana kita bisa mempertahankan keutuhan rumah tangga kita masing-masing ditengah gempuran berbagai bujuk rayu duniawi yang begitu menggoda? Jawabannya ada dalam kedalaman hati setiap Anda dan saya. Bukankah yang mengerti betul kecintaan Anda terhadap pasangan Anda hanyalah Anda sendiri, dan Tuhan. Bukan orang lain. Bukan psikolog. Bukan siapapun. Jadilah sebagai sosok penentu utama kelangsungan dan kelanggenan hubungan rumahtangga Anda sendiri. Sangat sayang kan bila semua yang sudah Anda bangun dengan keringat dan air mata harus gugur hanya karena masalah-masalah yang mestinya bisa diselesaikan sebijak mungkin.

Buang jauh-jauh ego yang terlalu tinggi yang sering membuat Anda kurang bisa menerima pendapat pasangan Anda. Kurang mampu memberi maaf. Kurang dapat menyesuaikan diri dengan keadaan keluarga yang sesungguhnya. Ketika masing-masing tak pernah mau saling menerima dan hanya mau mempertahankan ego masing-masing, saya yakin sekali pasangan tersebut tidak akan pernah merasakan kebahagiaan hidup berumahtangga yang sesungguhnya.

Saya banyak belajar dari istri saya dalam banyak hal. Belajar marah. Belajar berkata tegas dan bicara tanpa basa basi. Namun saya juga belajar memaafkan dan tidak mendendam darinya. Belajar memberi tanpa pamrih dan menerima tanpa berharap. Belajar berkompromi dan mengalah.

Tidak ada yang sempurna. Karena memang nobody is perfect, maka kita butuh saling melengkapi dan menggenapi. Lalu kita sama-sama belajar untuk saling mengisi kekurangan masing-masing. Jangan obral kekurangan istri ke media sosial, jangan pula kelemahan suami diobral ke media sosial, sebab kalau diobral itu bisa bahaya! Hari-hari ini betapa banyak kita saksikan masalah isi perut rumah tangga diobral murah di ‘pasar’ media sosial, menjadi tontonan publik yang amat memalukan. Sungguh. Bagaimana mungkin orang yang menjadi belahan jiwamu dan akan selalu bersamamu sampai maut memisahkan, justru Anda jual menjadi bahan tertawaan dan hinaan orang lain?

Jadi kunci utama selalu ada dalam gemnggaman tangan Anda sendiri, dan pasangan Anda, bukan di tangan orang lain. Sederhananya, keutuhan rumahtangga Anda ada dalam genggaman tangan Anda. Misalnya saja, tidak mungkin ada orang ketiga kan jikalau pintu tetap terkunci dan kuncinya tidak Anda berikan ke siapapun yang berpotensi jadi orang ketiga? Kunci itu hanya dipegang oleh Anda dan pasangan Anda.

Kambing Hitam Dalam Keluarga

Ini juga sering menjadi pemicu perceraian. Memang sih Anda itu tidak pelihara kambing di halaman rumah Anda, apalagi yang warna hitam. Kalau makan sate kambing atau gulai kambing mungkin sering. Tetapi percayalah bahwa ‘kambing hitam’ sering kita hadirkan dalam rumah tangga kita tanpa kita sadari. Serius.

Ada kisah seorang suami yang menjadi karyawan sebuah perusahaan swasta. Suatu ketika ia dimarahi oleh oleh atasannya di kantor. Ia jengkel luar biasa dan tidak senang dimarahi namun tak bisa melawan karena ia hanya karyawan biasa. Rasa jengkelnya itu dipendam. Setibanya di rumah seperti biasanya ia langsung menuju meja makan, lapar soalnya. Namun siapa nyana, dilihatnya yang ada di meja makan hanyalah telor dadar dan ikan goreng sepotong saja. Murkalah dia, dan marah-marah terus selama beberapa menit. “Kenapa hanya ini yang kamu masak, ha!?” Ia membentak istrinya.

Istrinya menjadi heran karena biasanya juga kalo belum sempat belanja dan hanya ada telor sama ikan goreng suaminya biasa saja, bahkan tersenyum menenangkan, kok kali ini marah-marah gak karuan seperti itu. Istrinya jengkel namun tak bisa melawan. Namun lalu kemudian istrinya marah-marah ke anaknya yang baru pulang sekolah entah karena hal apa. Ia melampiaskan rasa jengkelnya ke anaknya.

Kejadian di atas kita kenal sebagai pengalihan agresi atau displacement of aggresion. Gejala seperti ini terjadi ketika perilaku agresif verbal atau fisik dialihkan dari sumber frustrasi yang sesungguhnya ke sumber frustrasi pengganti. Suami merasa jengkel kepada atasannya namun mengalihkan hal itu ke istrinya. Lalu, istri yang jengkel terhadap suaminya mengalihkan rasa jengkel itu ke anaknya. Ini namanya lingkaran setan mencari pelampiasan. Ini kalau tidak dikelola dengan baik akan sangat berbahaya dalam kehidupan rumah tangga itu sendiri.

Nah, ada lagi yang lebih pelik dan lebih kompleks ketimbang displaceement of aggresion, yaitu proyeksi. Begini, ada seseorang yang pernah mengalami perlakuan buruk pada masa kecilnya. Ia kemudian membenci keluarganya. Akibatnya kelak di kemudian hari ketika ia sudah tumbuh dewasa maka dalam mental bawa sadarnya terpendam rasa benci yang begitu membuncah. Tetapi ia tentu tak mengakui hal itu, yang ia rasakan justru adalah kebalikannya. Apa itu? Yaitu bahwa orang-orang di sekitarnya amat membenci dirinya. Ia memproyeksikan rasa benci yang ada pada dirinya kepada orang lain. Proyeksi adalah pengalihan sifat dan peraasaan dari mental bawa sadar seseorang kepada orang lain.

Di sini letak bahayanya. Baik dalam proyeksi pengalihan sifat maupun pengalihan agresi terjadilah pelemparan kesalahan. Ada pihak lain yang tidak bersalah, tidak tau apa-apa, namun dijadikan pihak yang bersalah. Di dunia masa kini itu kita kenal sebagai gejala ‘kambing hitam’. Sangat suka mengkambinghitamkan orang lain.

Karenanya, bila dalam sebuah keluarga ada pasangan yang setiap kali punya masalah pribadi ia suka mengkambinghitamkan orang lain termasuk pasangannya sendiri, bisa jadi dalam dirinya ada salah satu dari dua hal di atas itu. Maka sering-seringlah berdiskusi dengannya secara terbuka dan dari hati ke hati. Mereka jangan pula langsung kita jauhi atau kita ajak ke pengadilan untuk urus cerai. Justru harus dicari obatnya, supaya hal-hal seperti itu tidak lalu kemudian menjadi alasan untuk bercerai.

Lalu Apa Saran Saya?

Mungkin ada yang bertanya, terus apa saran terbaik supaya rumah tangga saya bisa tetap utuh? Atas pertanyaan itu saya hanya bisa menjawab bahwa jawaban paling baik ada dalam diri Anda masing-masing yang sementara menjalani kehidupan berumahtangga dengan pasangan Anda. Hanya dengan menjalani kehidupan berumahtangga sejujur-jujurnya Anda akan selalu temukan jalan keluar terhadap permasalahan rumah tangga yang lagi dihadapi, serta cara terbaik menyikapi setiap masalah yang datang setiap hari. Hanya saja ada satu pesan pendek dari saya: Jangan pernah putus asa!

Ketika Wisnton Churchill masih menjadi Perdana Menteri Inggris, suatu hari ia mendapat undangan untuk mengunjungi sekolah dimana ia dulu pernah menjadi siswa di sekolah tersebut. Semua murid sudah menanti-nanti kehadiran Winston Churchill. Pada hari itu oleh pihak sekolah Churchill diminta untuk membawakan pidato yang sekiranya dapat memotivasi murid-murid yang hadir.

Tempat yang disediakan sudah penuh sesak orang. Murid, guru, bahkan para wartawan sudah memadati tempat itu untuk mendengarkan pidato Churchill yang mereka semua tahu selalu sangat mengesankan. Churchill adalah seorang orator ulung. Mereka jadi bertanya-tanya dalam hati, pidato apakah yang akan disampaikan oleh sang Perdana Menteri tersebut.

Kemudian Winston Churchill tampil di podium untuk memulai pidatonya. Semua yang hadir berdiam diri dan menatap pentuh antusias ke arah Churchill. Perdana Menteri Inggris ini lalu menyampaikan pidatonya, “Jangan putus asa! Jangan putus asa! Ya, jangan sekali-kali putus asa!” Lalu Churchill turun dari podium, duduk kembali di kursinya. Semua terkejut dan tertegun. Ini adalah pidato paling singkat yang pernah mereka dengarkan. Dan, sangat bisa jadi pidato paling singkat dalam sejarah.

Jadi, mengakhiri tulisan ini saya hanya ingin berpesan pendek bagi setiap kita yang sementara menjalani dan menjajali proses kehidupan berumahtangga. Ingatlah, seberat apapun masalah rumah tangga yang kita hadapi jangan mudah putus asa dan putus harapan. ---Michael Sendow---`

Jangan putus asa !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun