Mohon tunggu...
Michael Sendow
Michael Sendow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writter

Motto: As long as you are still alive, you can change and grow. You can do anything you want to do, be anything you want to be. Cheers... http://tulisanmich.blogspot.com/ *** http://bahasainggrisunik.blogspot.co.id/ *) Menyukai permainan catur dan gaple. Menulis adalah 'nafas' seorang penulis sejati. I can breath because I always write something...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketiadaan Perasaan dan Hilangnya Empati Terhadap Orang Lain

18 Juli 2016   17:04 Diperbarui: 19 Juli 2016   07:31 3377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mereka hanya menaruh rasa terhadap perasaan mereka sendiri tanpa peduli perasaan orang lain. Tidak usah saya tulis di sini, tetapi Anda bakal menemukan siapa-siapa mereka lewat apa-apa yang mereka share dan tuliskan. Bahkan ada beberapa yang di mata saya apati-nya sudah tingkat dewa. Sudah sangat kronis. Bisa jadi tak terobati lagi. Akutnya minta ampun! Miskin perasaan. Miskin afeksi. Miskin kasih.

Para pesakitan yang mengidap apathy akut ini acap kali dalam diri mereka muncul banyak prilaku serta rupa-rupa ragam wujudnya. Apa saja itu? Banyak. Umpamanya saja prilaku pasif seratus persen, introvert maha dahsyat, isolasi diri tak terkendali, sampai kepada prilaku beringasan dan ganas. 

Wujudnya yang lain misalnya nampak pada sikap cuek terhadap perasaan orang, masa bodoh, acuh tak acuh. Lama kelamaan sikap-sikap seperti itu akan berubah menjadi hilang rasa peduli, gila kekuasaan tak terhingga, serakah, represi, eksploitasi tanpa batas, dominasi tanpa kendali, dan sebagainya. 

Kalau dilihat dari gaya hidup, maka orang apati bisa dilihat dari gaya hidup yang mau kenyang sendiri, maju sendiri, menang sendiri, pintar sendiri, enak sendiri, mau benar sendiri, dan lain-lainnya. Ini tentu penyakit. Dan, semua penyakit mestinya diusahakan untuk disembuhkan bukan dipelihara.

Kerap kesombongan dan tinggi hati menjadi salah satu pemicu sikap apati. Muhammad Ali pernah dianggap sebagai petinju kelas berat terbesar sepanjang masa. Ia memenangkan 56 dari 61 pertarungan professional yang diikutinya. Ia juga telah memukul K.O lawannya sebanyak 37 kali. Semboyannya yang luar biasa masyhur adalah, “Akulah yang terbesar!”

Suatu hari, Ali duduk di dalam pesawat terbang menuju suatu tempat. Di dalam pesawat, selagi ia duduk, seorang pramugari lewat menyusuri lorong dimana Ali duduk. Setibanya di dekat tempat duduk Ali, pramugari ini meminta Ali untuk mengenakan sabuk pengaman. “Hemmm”, sang juara legendaris ini menyeringai lalu berkata, “Superman tidak memerlukan sabuk pengaman!”

Pramugari yang mendengar ucapan itu tersenyum manis dan menjawab pelan, “Superman juga tidak membutuhkan pesawat terbang.” Ali pun memasang sabuk pengamannya.

Semakin besar keberhasilan kita. Semakin besar kekuasaan kita. Semakin tinggi ilmu kita. Semakin kuat pengaruh kita. Semakin besar dan semakin tinggi apa yang kita miliki maka akan semakin besar juga resiko kita terjebak dan terpelesat jatuh. Semakin besar resikonya bila kita menganggap diri kita sendiri terlalu tinggi dan terlalu besar. 

Keakuan kita menyeruak muncul tanpa batas dan tanpa toleransi, lalu kemudian tak jarang otomatis membesarkan pula sikap apati kita. Semakin membesar dan meninggi seseorang, semakin mengecil dan memendek perasaan, afeksi dan kasih yang dimilikinya. 

Makanya jangan heran kalau banyak muncul pejabat yang tak mau peduli, orang kaya yang serakah dan tak mau berbagi, orang pintar yang sok tahu melulu dan tak mau mendengar. Mereka semua ada di sekitar kita, tak perlu kita cari jauh-jauh.

Sejarawan Skotlandia Thomas Carlyle mengemukakan bahwa kesukaran memang kadang-kadang berat bagi seseorang yang mengalaminya. Tetapi perbandingannya, bagi satu orang yang dapat menanggung keberhasilan maka ada seratus orang yang dapat menanggung kesukaran. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun