Mohon tunggu...
Michael Sendow
Michael Sendow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writter

Motto: As long as you are still alive, you can change and grow. You can do anything you want to do, be anything you want to be. Cheers... http://tulisanmich.blogspot.com/ *** http://bahasainggrisunik.blogspot.co.id/ *) Menyukai permainan catur dan gaple. Menulis adalah 'nafas' seorang penulis sejati. I can breath because I always write something...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kalau Ahok Memang Kafir Terus Kenapa?

21 Juni 2016   16:45 Diperbarui: 21 Juni 2016   17:00 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam Kitab Bilangan 23:9 LAI (Terjemahan Baru) tertulis demikian, “Sebab dari puncak gunung-gunung batu aku melihat mereka, dari bukit-bukit aku memandang mereka. Lihat, suatu bangsa yang diam tersendiri dan tidak mau dihitung di antara bangsa-bangsa kafir.” (For from the top of the rocks I see him, and from the hills I behold him: lo, the people shall dwell alone, and shall not be reckoned among the nations.)

Akan tetapi, menilik Kitab Matius 5 : 22 mata kita lalu kemudian tertuju pada kalimat ini, “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.

Di sisi yang lain, pernahkan Anda tersua dengan ayat ini Q.S. 2:39?Yang berkata,"Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (Wa ladziina kafaruu wa kadzdzabuu bi aayaatinaa ulaa-ika ash-haabun naari hum fiihaa khaaliduun.)

 Menurut Ensiklopedi Islam Indonesia, dalam teologi Islam sendiri, sebutan kafir itu jelas diberikan kepada siapa saja yang mengingkari atau tidak percaya kepada kerasulan nabi Muhammad (570-632 M) atau dengan kata lain tidak percaya bahwa agama yang diajarkan olehnya berasal dari Allah pencipta alam. Walaupun pada kenyataannya orang Yahudi atau Kristen meyakini adanya Tuhan (Allah), mengakui adanya wahyu, serta juga membenarkan adanya hari akhirat (kiamat) dan lain-lain, menurut beberapa pakar teologi Islam  tetap saja diberi predikat kafir, oleh karena mereka menolak kerasulan nabi Muhammad atau agama wahyu yang dibawanya. Menurut saya di sinilah letak atau kesenjangan yang mesti diluruskan sebab tidak akan berujung, meskipun pangkalnya ada.

Kalau Anda boleh mengatakan kafir kepada orang lain. Lalu kemudian saya bisa berkata kafir kepada orang lain. Lalu orang lain itu boleh mencap orang lainnya lagi dengan sebutan kafir, seterusnya dan seterusnya, maka di sinilah bencana itu perlahan mulai terjadi. Semua akan mulai saling mencap diri paling benar dan mulai kafir mengkafirkan satu dengan yang lain. Padahal sesungguhnya arti kafir itu amat sangat luas dan tidak semata soal beda tafsir agama.

Jikalau kita masih mau terbelenggu dengan itu, berarti kita siap-siap menjadi kafir sejati dan kafir paling hebat. Berusaha berdiri sendiri di atas kebenaran lalu meneriaki yang tidak sejalan dengan kita kafir?

Kalaupun kita hendak mencap seseorang kafir, ya cukup sampai di situ. Maksudnya ya sampai di dalam hati kita masing-masing saja, atau asal sekedar tau saja. Untuk apa bila itu lalu kemudian dikampanyekan, diobral ke sana ke mari jadi bahan jualan? Apalagi menjelang setiap pemilihan...Oooh saya perhatikan dengan sangat kentara, itulah salah satu ‘produk’ paling sering dijual. Jualan ini dipikir akan laris manis barangkali. Pengkafiran ini dijual terang-terangkan dan sembunyi-sembunyi, mungkin dengan harapan akan laku keras di pasaran.

Mestinya kita saling menghormati dan mengasihi satu dengan yang lain saja, bukan saling mengkafirkan. Karena kata kafir itu hanya sebatas sebutan. Apakah dengan mengatakan seseorang itu kafir lalu serta merta orang itu menjelma dan menjadi kafir? Eeh, belum tentu loh. Bukankah kafir itu bisa diartikan bermacam-macam bentuk, seperti pada penjelasan di atas. Jangan-jangan kita yang sementara menunjuk orang lain sebagai kafir, justru kita sendirilah yang kafir sesungguhnya.

Petinju besar Clasius Clay yang menjadi mualaf dan mengganti namanya menjadi Muhammad Ali suatu waktu pernah berkata, Rivers, ponds, lakes and streams - they all have different names, but they all contain water. Just as religions do - they all contain truths.  Semua agama mengandung kebenarannya masing-masing.

Akhirnya, ajakan saya, marilah kita saling menghormati satu dengan yang lain tanpa pernah membuat adrenalin dalam darah kawan kita bekerja lebih cepat, serta darah tingginya naik sampai ke ubun-ubun oleh karena dicap kafir terus menerus oleh kita (yang tentu merasa diri tidak kafir). Untuk itu, ingatlah pesan indah Khalil Gibran:  I love you when you bow in your mosque, kneel in your temple, pray in your church. For you and I are sons of one religion, and it is the spirit. ---Michael Sendow---

Bacaan Lain: Gereja dan Mesjid, Pentingkah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun