Mohon tunggu...
Michael Sendow
Michael Sendow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writter

Motto: As long as you are still alive, you can change and grow. You can do anything you want to do, be anything you want to be. Cheers... http://tulisanmich.blogspot.com/ *** http://bahasainggrisunik.blogspot.co.id/ *) Menyukai permainan catur dan gaple. Menulis adalah 'nafas' seorang penulis sejati. I can breath because I always write something...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kalau Ahok Memang Kafir Terus Kenapa?

21 Juni 2016   16:45 Diperbarui: 21 Juni 2016   17:00 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pic Source (Pinteres.com)

Membaca tulisan Kompasianer Mawalu DI SINI dan Kompasianer Felix Tani DI SINI sungguh amat sangat mencerahkan, namun serempak menusuk urat geli saya disekujur tubuh ini menjadi aktif bekerja. Bahkan sampai-sampai saya harus terangkat dari kursi beberapa kali. Terangkat lalu terhempas kembali.....begitu seterusnya. Bukan apa-apa tapi oleh karena tak kuat menahan rasa geli yang tiba-tiba datang menyapa! Suer!

Kenapa geli? Karena sangat lucu dan sekaligus melegakan. Lucu membaca komentar-komentar yang memang sudah lucu dari sononya, namun menggairahkan.  Apalagi setelah membaca begitu banyak komentar yang berbobot, wuih ternyata banyak kompasianer cerdas loh. Rasa-rasanya mereka semua itu memiliki IQ dan EQ, serta AQ di atas rata-rata loh. Meski tentu, tak sedikit yang komennya lari jauh dari substansi pembahasan.

Saya membaca dan menelisik, rupa-rupanya dua tulisan itu lahir dari sepotong kalimat pendek dari kompasianer Zulkifli Harapap yang benar-benar menusuk jantung, tembus sampai ke ulu hati. Asam lambung terpompa naik secara cepat. Pedih dan perih rasanya. Bang Zul menulis begini, … Tidak Ada AmpunBagi si Kapir Lagi Cina Ini”Secara sadar saya juga sebetulnya marah dan tersinggung dengan sepotong kalimat pendek itu. Serius. Untung saja saya tidak tahu Bang Zul tinggal di mana.

Tetapi setelah dipikir-pikir untuk apa saya marah ya? Kalau memang pemahaman sebagian besar orang umpamanya memang sudah seperti itu, ya let it go. Bukankah keyakinan mereka memang sudah seperti itu, ya wes lah. Tetapi masing-masing kita tentu punya keyakinan sendiri-sendiri tentang hal itu bukan? Saya juga punya pemahaman sendiri tentang arti kata kafir itu. Yang jelas dan pasti, saya  tidak akan serta merta segampang itu menyematkan kata kafir kepada orang lain, kan begitu.

Saya hanya akan membahas satu saja yaitu tentang kafir itu. Kalau bicara masalah si Ahok itu China...ya sudahlah nggak perlu dibahas apa-apa. Sebab, mau apa kita kalau dia itu memang keturunan China? Memangnya ada di antara kita yang dapat memilih sebagai apa dia harus dilahirkan ke dunia ini? Adakah di antara Anda yang sanggup teriak ke Tuhan begini, ‘ Hei Tuhan...tolong buat saya lahir sebagai orang Amerika yah...awas loh kalo sampai enggak....Kalo enggak saya bakalan balik lagi masuk ke dalam rahim loh ya....!” Adakah? Kalo nggak ada yang bisa memaksa Tuhan supaya dirinya dilahirkan sebagai suku atau ras apa, ya nggak usah dibahas. Terima saja bahwa Ahok itu keturunan China. Dan itu tidak ada salahnya sama sekali. Itu saja. This is it.

KAFIR

Kalau secara semantik dan terminologi bahasa Arab, menurut wikipedia maka Kāfir (dalam bahasa Arab) كافر kāfir; plural كفّار kuffār) lebih dikhususkan pada ajaran dalam syariat Islam yang diartikan sebagai "orang yang menutupi kebenaran risalah Islam". Istilah ini mengacu kepada orang yang menolak Allah. Sederhananya, kafir itu adalah orang yang bersembunyi, menolak atau menutup diri dari kebenaran akan agama Islam. Itu dia. Nah, Perbuatan menyatakan seseorang kafir disebut takfir.

Menurut catatan yang saya baca, di dalam al-Quran sendiri maka jelas terlihat kata kafir dengan berupa-rupa bentuk kata jadinya, disebutkan tak kurang dari 525 kali. Biasanya kata kafir diucapkan erat kaitannya dengan perbuatan yang berhubungan dengan Tuhan, seperti umpamanya pada hal-hal berikut ini; Mengingkari nikmat Tuhan dan tidak berterima kasih kepada-Nya (QS.16:55, QS. 30:34), lari dari tanggung jawab (QS.14:22), menolak hukum Allah (QS. 5;44), meninggalkan amal soleh yang diperintahkan Allah (QS. 30:44).

Jadi so jelas ya? So mangarti ngoni? Mudah-mudahan. Sebutan kafir tidak semata-mata ditujukan ‘hanya’ kepada mereka yang tidak seiman, atau ke orang yang bukan pemeluk Islam. Di dalam Islam sendiri akan lahir banyak kekafiran bila tidak melakukan seperti apa yang disebutkan di atas itu. Kafir dalam berbagai macam variannya. Orang yang tidak pernah shalat pun dapat disebut kafir, meskipun dia beragama Islam.

Kita maju lebih jauh. Bangsa Yahudi pada masanya, akan menyebut semua agama di luar Yahudi sebagai kafir. Jadi, kita ini di mata orang Yahudi adalah bangsa kafir. Sebaliknya, dalam studi agama Kristen serta dengan meninjau  ilmu bangsa-bangsa (etnologi), maka juga jelas terlihat pendapat yang mengatakan bahwa kafir itu adalah orang selain orang Yahudi. Dalam bahasa Inggris disebut kaum “Gentiles”. Dalam skekristenan juga, orang kafir dikenal sebagai orang yang tidak ada pertobatannya, contohnya seperti pemungut cukai pada kisah Matius 18:17 (“Heathen”).

Menurut paham Yudaisme, dan dapat kita pelajari pada Perjanjian Lama Ibrani (Tanakh), maka yang disebut kafir itu adalah bangsa-bangsa di luar Israel. Jadi kita di Indonesia ini, menurut kacamata mereka ya kafir semua lah. Ujung-ujungnya seluruh dunia akan saling kafir mengkafirkan, ini jelas lucu dan amat menggelikkan.

Dalam Kitab Bilangan 23:9 LAI (Terjemahan Baru) tertulis demikian, “Sebab dari puncak gunung-gunung batu aku melihat mereka, dari bukit-bukit aku memandang mereka. Lihat, suatu bangsa yang diam tersendiri dan tidak mau dihitung di antara bangsa-bangsa kafir.” (For from the top of the rocks I see him, and from the hills I behold him: lo, the people shall dwell alone, and shall not be reckoned among the nations.)

Akan tetapi, menilik Kitab Matius 5 : 22 mata kita lalu kemudian tertuju pada kalimat ini, “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.

Di sisi yang lain, pernahkan Anda tersua dengan ayat ini Q.S. 2:39?Yang berkata,"Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (Wa ladziina kafaruu wa kadzdzabuu bi aayaatinaa ulaa-ika ash-haabun naari hum fiihaa khaaliduun.)

 Menurut Ensiklopedi Islam Indonesia, dalam teologi Islam sendiri, sebutan kafir itu jelas diberikan kepada siapa saja yang mengingkari atau tidak percaya kepada kerasulan nabi Muhammad (570-632 M) atau dengan kata lain tidak percaya bahwa agama yang diajarkan olehnya berasal dari Allah pencipta alam. Walaupun pada kenyataannya orang Yahudi atau Kristen meyakini adanya Tuhan (Allah), mengakui adanya wahyu, serta juga membenarkan adanya hari akhirat (kiamat) dan lain-lain, menurut beberapa pakar teologi Islam  tetap saja diberi predikat kafir, oleh karena mereka menolak kerasulan nabi Muhammad atau agama wahyu yang dibawanya. Menurut saya di sinilah letak atau kesenjangan yang mesti diluruskan sebab tidak akan berujung, meskipun pangkalnya ada.

Kalau Anda boleh mengatakan kafir kepada orang lain. Lalu kemudian saya bisa berkata kafir kepada orang lain. Lalu orang lain itu boleh mencap orang lainnya lagi dengan sebutan kafir, seterusnya dan seterusnya, maka di sinilah bencana itu perlahan mulai terjadi. Semua akan mulai saling mencap diri paling benar dan mulai kafir mengkafirkan satu dengan yang lain. Padahal sesungguhnya arti kafir itu amat sangat luas dan tidak semata soal beda tafsir agama.

Jikalau kita masih mau terbelenggu dengan itu, berarti kita siap-siap menjadi kafir sejati dan kafir paling hebat. Berusaha berdiri sendiri di atas kebenaran lalu meneriaki yang tidak sejalan dengan kita kafir?

Kalaupun kita hendak mencap seseorang kafir, ya cukup sampai di situ. Maksudnya ya sampai di dalam hati kita masing-masing saja, atau asal sekedar tau saja. Untuk apa bila itu lalu kemudian dikampanyekan, diobral ke sana ke mari jadi bahan jualan? Apalagi menjelang setiap pemilihan...Oooh saya perhatikan dengan sangat kentara, itulah salah satu ‘produk’ paling sering dijual. Jualan ini dipikir akan laris manis barangkali. Pengkafiran ini dijual terang-terangkan dan sembunyi-sembunyi, mungkin dengan harapan akan laku keras di pasaran.

Mestinya kita saling menghormati dan mengasihi satu dengan yang lain saja, bukan saling mengkafirkan. Karena kata kafir itu hanya sebatas sebutan. Apakah dengan mengatakan seseorang itu kafir lalu serta merta orang itu menjelma dan menjadi kafir? Eeh, belum tentu loh. Bukankah kafir itu bisa diartikan bermacam-macam bentuk, seperti pada penjelasan di atas. Jangan-jangan kita yang sementara menunjuk orang lain sebagai kafir, justru kita sendirilah yang kafir sesungguhnya.

Petinju besar Clasius Clay yang menjadi mualaf dan mengganti namanya menjadi Muhammad Ali suatu waktu pernah berkata, Rivers, ponds, lakes and streams - they all have different names, but they all contain water. Just as religions do - they all contain truths.  Semua agama mengandung kebenarannya masing-masing.

Akhirnya, ajakan saya, marilah kita saling menghormati satu dengan yang lain tanpa pernah membuat adrenalin dalam darah kawan kita bekerja lebih cepat, serta darah tingginya naik sampai ke ubun-ubun oleh karena dicap kafir terus menerus oleh kita (yang tentu merasa diri tidak kafir). Untuk itu, ingatlah pesan indah Khalil Gibran:  I love you when you bow in your mosque, kneel in your temple, pray in your church. For you and I are sons of one religion, and it is the spirit. ---Michael Sendow---

Bacaan Lain: Gereja dan Mesjid, Pentingkah?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun