Mohon tunggu...
Michael Sendow
Michael Sendow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writter

Motto: As long as you are still alive, you can change and grow. You can do anything you want to do, be anything you want to be. Cheers... http://tulisanmich.blogspot.com/ *** http://bahasainggrisunik.blogspot.co.id/ *) Menyukai permainan catur dan gaple. Menulis adalah 'nafas' seorang penulis sejati. I can breath because I always write something...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pengadilan HAM di Belanda, Ngaco

12 November 2015   11:41 Diperbarui: 12 November 2015   12:15 1212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau dulu Belanda pernah menghancurkan kita dengan politik adu domba devide et imperanya yang begitu terkenal, maka jangan sampai hal yang sama terjadi lagi saat ini pada situasi dan kondisi yang berbeda. Sementara teknologi dan kepintaran kita semakin maju, janganlah kita membiarkan pikiran dan hati kita justru mundur jauh ke belakang.

Dengan adanya pengadilan rakyat di Belanda ini, apapun hasilnya, bukankah akan semakin mengotak-ngotakkan kita. Kita akan terpecah-pecah. Anak-anak bangsa akan saling curiga dan melempar opini yang menurut mereka paling benar, kendatipun tidak menutup kemungkinan opini tersebut justru sesat adanya. Ini sekedar contoh. Kita jangan mau diadu domba kembali oleh siapapun. Dan lagi, nama Indonesia akan tercakar-cakar kembali.

Ini memang aneh, dan di sisi lain akan membuat Jokowi seakan disudutkan. Belum lama ini Jokowi diberitakan sana sini bahwa dia itu keturunannya PKI, dan lalu kemudian ia pasti akan condong membela PKI.

Tak lama berselang digadang-gadangkanlah pengadilan rakyat di Belanda menuntut dan mempersalahkan Indonesia, supaya juga pemerintah Indonesia minta maaf. Jikalau Jokowi lalu kemudian menuruti keinginan dan rekomendasi hasil pengadilan tersebut umpamanya, yaitu melontarkan pemintaan maaf atas nama negara, maka percayalah Jokowi pasti akan dihujat sebagai pro PKI, oleh karena ada yang sudah penuh gegap gempita menunggu permintaan maaf keluar dari mulut Jokowi. Hati-hati.

Pemerintah Indonesia saat ini tidak perlu minta maaf, karena unsur tuntutan di pengadilan itu kabur dan tak jelas. Lalu ada yang lantas berteriak-teriak bahwa permintaan maaf itu harus dipenuhi. Lha, kalau memang harus, bangkitkan saja Soeharto dari kuburnya dan suruh beliau yang meminta maaf.

Karena toh, pengadilan rakyat atas pelanggaran HAM itu ditujukan pada saat Soeharto berkuasa. Harusnya pula, pengadilan itu menghadirkan dalam ruang pengadilan itu orang-orang yang terlibat di tahun 1965 tersebut. Bangkitkan mereka semua dari alam kubur dan hadirkan di sana, karena merekalah yang tau persis peristiwa berdarah saat itu. Bukan hanya berdasar tuntutan orang-orang tak jelas dan ataupun berdasarkan berbagai buku bacaan yang lahir jauh setelah peristiwa itu. Pengadilan yang adil adalah yang menghadirkan dua kubu untuk saling melempar bukti. Itu saja. Salam. ---Michael Sendow---

 

“There is a higher court than courts of justice and that is the court of conscience. It supercedes all other courts”---Mahatma Gandhi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun