Mohon tunggu...
Michael Sendow
Michael Sendow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writter

Motto: As long as you are still alive, you can change and grow. You can do anything you want to do, be anything you want to be. Cheers... http://tulisanmich.blogspot.com/ *** http://bahasainggrisunik.blogspot.co.id/ *) Menyukai permainan catur dan gaple. Menulis adalah 'nafas' seorang penulis sejati. I can breath because I always write something...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kopdar; Sarana Memberi dan Menerima - Thanks Betterhangood, Thanks Pak Tjip

16 Oktober 2015   16:44 Diperbarui: 16 Oktober 2015   16:44 634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption=""Kopdar" Kompasianer (Pic: Ist)"][/caption]

KOPDAR itu singkatan dari “kopi darat”. Saya sendiri sampai detik ini belum tahu kenapa bisa sampai istilahnya adalah kopi darat, kenapa bukan teh darat ya? TEHDAR. Hahaha, asal saja jangan sampai MODAR (Moka Darat).

Kopdar ini biasanya adalah ketika kita janjian untuk ketemu atau tatap muka secara langsung di suatu tempat yang sudah kita sepakati bersama. Ada kopdar antara mereka-mereka yang sudah saling ketemu (ghatering), namun kebanyakan justru kopdar itu dilakukan oleh mereka-mereka yang belum pernah bertemu sama sekali.

Menurut beberapa catatan yang saya baca, nampaknya istilah kopdar ini pertama kali dipopulerkan oleh Sys NS dari Radio Prambors Jakarta dalam segment WARKOP (warung Kopi) di era akhir tahun 70-an. Mungkin padanannya dalam bahasa Inggris adalah ‘meetup’.

Nah, tadi pagi HP saya tiba-tiba berdering, eh ternyata ada pesan masuk. Saya cek langsung. Pesan singkat itu datang dari Kompasianer Betterhandgood Ina (keren amat namanya ya), yang ternyata adalah seorang boss property. Apa isi pesannya? Wah, rupanya ini dia yang saya tunggu-tunggu, ajakan itu adalah ajakan untuk Kopdar sekaligus cari ikan bakar (apalagi kalau ada ikan bakar rica-rica, langsung lapar rasanya diriku ini).

Saya jawab, “Oke!” Karena kebetulan saat ini ada waktu lowong sehabis lihat-lihat bisnis pelayaran yang lagi lesu bagaikan tak berdaya dan tak bernyawa lagi.

Kita janjian untu kopdar, tapi tidak sekedar buat minum kopi, melainkan untuk mencari yang lebih dari ‘sekedar’ kopi, ya apalagi kalau bukan ‘makan berat’. Ikan bakar menjadi menu pilihan utama. Betterhandgood bilang kalau tempatnya sudah positif di ‘Pondok Sedap Malam’ (kalau malam pasti sedap-sedap nih makanannya), tepatnya di Jl Bulevard Raya, Kelapa Gading.

Tepat jam 11.45 pula saya meluncur. Mendekati restoran itu, dari jauh saya sudah lihat ada dua sosok kompasianer berwibawa, pakai batik lagi (hanya saya sendiri yang pakai kaos, maklum baru selesai lihat-lihat kapal, rasa-rasanya jadi kurang pede nih). Saya lihat, dua kompasianer itu sementara memesan ikan dan udang yang hendak di bakar. Wuih, rasa lapar tiba-tiba melonjak ke level 5 (baca: tak tertahankan). Bau ikan bakar pesanan orang lain sungguh sudah santer tercium baunya. Begitu menggoda.

Saya tengok, sosok Kompasianer Betterhandgood ina, walaupun sudah sering tegur sapa lewat Kompasiana dan BBM tapi belum pernah ketemu orangnya langsung. Tetapi sosok yang berdiri di sebelahnya saya sudah tahu persis wajahnya, saking begitu familiarnya wajah tersebut, muncul di Kompasiana. Siapa lagi kalau bukan Pak Tjip. Sosok yang amat sangat saya kagumi, dan respek. Tulisan-tulisannya memberikan banyak manfaat buat banyak orang.

Saya salami kedua kompasianer ini dengan hangat. Ngobrol barang sebentar di luar, lalu tak begitu lama kami pun masuk ke dalam restoran. Di dalam ternyata ada juga Bu Rosaline, dan istri serta anak-anaknya Bro Betterhandgood. Lengkap.

Singkat cerita, makanan pun dipesan, tak perlu menunggu berlama-lama, hidangan pun tersaji. Sembari makan, berceritalah kita berbagai macam cerita, utamanya tentang Kompasiana tentunya. Isu-isu hangat yang muncul ke permukaan. Juga isu-isu yang mestinya, atau sebetulnya dapat selalu kita sikapi dengan bijak, serta tentunya upaya-upaya untuk menjauhkan diri dari sikap-sikap kekanak-kanakan dalam beropini atau adu argumen. Sikap egaliter itu perlu juga ditampilkan ke depan.

Bro Betterhandgood menceritakan kenapa dia sampai jadi suka menulis di Kompasiana. Ternyata, diawali oleh ‘kegerahan’ dan kegetiran hatinya melihat betapa ironisnya bangsa yang semaju ini, tetapi masih saja terdapat manusia-manusia berhati picik dan bersikap rasis. Pokoknya, yang rasis mesti ‘dibabat’. Oh, jelas saya setuju!

Ngomong-ngomong tentang Pak Tjip. Bagi saya sosok ini adalah orang berhasil yang tetap rendah hati. Mendengar banyak cerita yang ia sampaikan siang itu, tak terasa ikan di atas meja sudah ludes tertinggal tulang-tulangnya saja. Udang bakar tersisa kulitnya saja. Ini karena saking asiknya kita memberi dan menerima. Memberi cerita dan menerima wejangan serta nasehat. Begitulah kira-kira.

Pak Tjip banyak menasehati kami soal berbisnis. Semua itu akan kita simpan baik-baik Pak Tjip, so pasti itu. Boss Betterhandgood juga sudah banyak memberi. Termasuk memberi hidangan makan siang istimewa. Dengan hati tulus saya ucapkan terima kasih tiada terhingga untuk waktu dan traktiran makan siang ini bro. Terus terang, saya memang belum sempat makan siang waktu ke Pondok Sedap Malam hahahaha…What ever will be will be...

Saya masih teringat, betapa mulianya hati Pak Tjip mendengar ceritanya tadi, ia yang dengan tulus hati memberi maaf orang yang sudah benar-benar menipu dia, bahkan memfitnah dan ia hampir masuk penjara. Ide bisnis dan usahanya hendak dirampas paksa dengan cara-cara tak terpuji, oleh orang dekat yang sudah dipekerjakannya. Kasusnya bahkan sampai ke Pengadilan Tinggi dan Mahkama Agung. Lebih dari ratusan juta hilang. Orang yang sudah menciderai kepercayaan Pak Tjip ini toh masih saja dimaafkan oleh Pak Tjip. Saya salut, kalau dalam posisi saya mungkin sudah saya tempeleng orang itu, maklum ‘darah muda’. Kejadian itu terjadi di kota tempat asal saya, Manado.

Pak Tjip bercerita tentang kehidupan mereka yang dulunya serba berkekurangan. Apa-apa mungkin tak terbeli. Jangankan makan di restoran mewah, makanan di rumah pun terbatas. Namun Tuhan tidak pernah menutup mata. Apa yang engkau tabur, itu jualah yang akan engkau tuai. Apa yang di mata manusia mustahil, tidaklah mustahil jika Tuhan berkenan. Sekarang, usaha Pak Tjip ada hampir di seluruh Indonesia. Luar biasa. Kami semakin bersemangat.

Ada kisah 'peran' seekor ikan yang justru menyebabkan dapat pinjaman uang dari bank, lantas kemudian jalan keberhasilan mulai menampak, sehabis terpuruk. Secercah titik terang mulai terlihat. Ada juga kisah mengenai lahan milik sendiri yang dikuasai orang lain ‘secara paksa’. Ada cerita mengenai teknik Reiki. Sekarang dikenal sebuah teknik yang dipercaya dapat menetralkan energi-energi negatif dalam tubuh manusia. Mensinkronkan energi-energi dalam tubuh seseorang, dan masih banyak cerita lainnya. Sebuah makan siang yang ‘bergigi’ dan ‘berdaging’.

Akhirnya makan siang pun usai, cerita masih panjang tapi mungkin bagian-bagian yang terlalu menarik akan kita tulisan lain waktu saja. Ini hanya sekedar kupasan singkat. Maklumlah perut masih kenyang, mata sudah ngantuk, tentunya hal paling indah untuk dilakukan ya tidur siang.

[caption caption=""Jam tangannya saja yah!" (Pic: Istimewa)"]

[/caption]

Btw, ini ada titipan foto dari seseorang, di samping meja makan itu. Katanya dia nggak mau tampil oleh karena dia itu mau low profile saja, nggak mau tampil di publik, jadi jam tangannya saja yah! Ha ha ha! So,  have a nice weekend everyone!

Thanks Pak Tjip,

Thanks Bro Betterhandgood,

Pertemuan, meetup, atau Kopdar kita boleh saja usai, lantaran waktunya memang terbatas. Namun saban hari kita boleh tetap bertegur sapa. Jalinan persaudaraan akan tetap terjalin. Oleh karena mengapa? Oleh karena itulah sisi terindah sebuah persahabatan. Kita saling memberi dan menerima.

Ah, ini memang mengesankan….

Cheers! ---Michael Sendow---

“The greatest gift of life is friendship, and I have received it” --- Hubert H. Humphrey

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun