Mohon tunggu...
Michael Sendow
Michael Sendow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writter

Motto: As long as you are still alive, you can change and grow. You can do anything you want to do, be anything you want to be. Cheers... http://tulisanmich.blogspot.com/ *** http://bahasainggrisunik.blogspot.co.id/ *) Menyukai permainan catur dan gaple. Menulis adalah 'nafas' seorang penulis sejati. I can breath because I always write something...

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Toar dan Lumimuut, Keturunan Pertama di Tanah Minahasa (I)

13 Oktober 2015   11:10 Diperbarui: 14 Oktober 2015   14:04 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Patung Toar Lumimuut di Minahasa (Pic Source: www.romymamahit.files.wordpress)"][/caption]

Pengantar: Ini adalah tuturan sebuah legenda di tanah Minahasa, yaitu Toar dan Lumimuut, manusia-manusia pertama di tanah Minahasa. Legenda ini, coba saya tuliskan kembali menurut versi, imaginasi, dan gaya saya. Karena panjang, maka tulisan ini akan tersajikan bersambung. Selamat menikmati sajian dari tanah Minahasa ini. (Namanya legenda ya tetaplah legenda. Jangan ada yang lantas mengatakan bahwa kisah ini benar-benar terjadi. Namun legenda adalah warisan budaya yang mesti juga kita hormati.)

***

Ini adalah kisah tentang manusia-manusia pertama di tanah Malesung (Minahasa). Cikal bakal orang-orang Minahasa. Kisah ini bermula dari daerah di sekitar Pegunungan Wulur Mahatus di Minahasa bagian Selatan. Pegunungan Wulur Mahatus dikelilingi oleh pantai yang sangat luas dan indah. Di tepian pantai itu ada dua buah batu karang yang amat besar. Batu - batu karang tersebut terlihat seperti hidup dan selalu bertambah besar setiap tahunnya, seakan batu itu bernafas dan bertumbuh.

Sebelumnya memang tanah Minahasa sebetulnya sudah didiami oleh banyak penduduk terdahulu, yaitu para leluhur Minahasa lainnya, tapi oleh karena di mata Empung (Tuhan) bahwa mereka itu sudah banyak berdosa, maka Empung Opo Wanatas (Tuhan Yang Maha Kuasa) pun akhirnya menurunkan banjir besar menutupi seluruh dataran Minahasa, menghempas dan membasmi semua yang bernafas, sampai tidak ada lagi yang tersisa.

Semua leluhur terdahulu di tanah Minahasa punah oleh banjir Ampuhan. Banjir besar yang tidak mengenal ampun. Setelah banjir besar itu, bumi Minahasa menjadi kembali belum berbentuk seperti sedia kala dan acak-acakan tak beraturan. Belum ada kehidupan manusia lagi di tanah Minahasa yang sudah disapu banjir Ampuhan itu.

Belum ada tatanan sosial maupun adat apapun. Belum ada peradaban. Belum ada keteraturan dan keseimbangan.

Empung, Sang Pencipta melihat bahwa tidak baik kalau tanah Minahasa terbiarkan, tak berpenghuni, dan tak ada yang merawatnya. Banjir memang sudah diturunkan untuk menghapus semua leluhur terdahulu di Minahasa oleh karena kelakuan dan tindakan mereka sendiri. Akan tetapi Empung Sang Pencipta masih menaruh harapan bahwa bila tanah Minahasa kembali dihidupkan, pasti akan jauh lebih baik keadaannya terdahulu. Empung menentukan sikap untuk memberikan kehidupan lagi di tanah Minahasa. Memberikan Minahasa kesempatan hidup dan bertumbuh. Memberikan kesempatan lagi bagi tanah Minahasa untuk bangkit serta menunjukkan sikap hormat mereka pada Sang Empung.

Pada suatu siang, matahari bersinar sangat terik, sehingga mulai membuat tanah yang gembur dan lembek akibat banjir nampak mulai mengering secara perlahan-lahan. Di tengah teriknya matahari yang menyinari bumi tersebut, tiba-tiba batu karang besar yang ada di tepian pantai mengeluarkan bunyi yang menggelegar, dan suara gelegarnya terdengar sampai ke berbagai pelosok tanah Minahasa yang masih kosong itu. Batu karang itu lalu terpecah-pecah menjadi kepingan-kepingan kecil, kemudian dari balik pecahan itu muncul asap tebal membungkus sesosok wanita setengah baya yang cantik jelita. Wanita itu keluar dari pecahan batu karang itu.

Itulah manusia pertama di bumi Minahasa. Dia banyak dikenal sebagai seorang dewi, karena tidak dilahirkan dari rahim manusia manapun melainkan oleh takdir Sang Empung (Tuhan Maha Pencipta).

Konon, Empung memang sengaja menciptakan manusia pertama itu wanita agar supaya dapat mengelola dan berkembang biak di tanah Minahasa. Wanita adalah lambang kesuburan dan kehidupan. Wanita pertama itu bernama Karema, dewi yang menjelma menjadi manusia utuh.

Setelah terlahir ke ‘Bumi Minahasa’, Karema hidup hanya sendirian saja di tanah yang luas itu selama bertahun-tahun. Kemanapun pandangan ia arahkan, maka yang terlihat hanyalah hewan dan tumbuh-tumbuhan. Karema pun menjadi tidak tahan hidup sendirian seperti itu, tanpa teman bicara atau teman bergaul. Ia bersedih hati. Ia kesepian. Ia bermuram durja berhari-hari lamanya.

Saat itu hewan-hewan yang hidup di sekitar pegunungan Wulur Mahatus kabarnya dapat berbicara bahasa yang dimengerti manusia, demikian sebaliknya. Manusia dapat berbicara dengan hewan. Ular adalah salah satu hewan penunggu pegunungan Wulur Mahatus yang paling ganas. Ular ini lalu berkata kepada Karema bahwa kehadirannya sebetulnya sangat tidak diterima dan disukai.

Ular lalu bersikap kasar dan mencoba untuk mengusir Karema, dan berkata lantang bahwa lebih baik Karema mati saja karena bakalan hidup sendirian tanpa teman di Wulur Mahatus itu. “Empung tidak akan mungkin menolongmu,” demikian kata sang ular. Karema menatap tajam ular tersebut sembari berseru, “Aku tetap percaya Wailan Wangko (Tuhan Maha Besar) akan mendengar seruan minta tolongku…” Dan sejak saat itu terpatrilah pertikaian antara ular dan manusia.

Tiba-tiba terdengar suara dari langit yang berkata, “Kenapa engkau bersedih hati wahai wanita…” Karema pun keluar dari dalam goa dimana ia tinggal selama ini, menengadahkan kepalanya ke atas dan berseru nyaring, “Ooh, Kasuruan Opo e Wailan Wangko…” Karema pun berseru-seru kepada Opo Wailan Wangko (Tuhan Yang Maha Besar) meminta teman hidup untuk menemaninya selama ia hidup di tanah Minahasa.

Setelah Karema menaikkan doa dengan bersungguh hati, Empung rupanya mendengar doa yang dipanjatkan dengan sungguh hati itu, lalu mengabulkannya dengan segera. Diiringi bunyi gemuruh dan gema suara dari langit, tiba-tiba batu karang yang tersisa satu itu bergetar hebat, mengeluarkan cairan seperti keringat dan kemudian pecah berkeping-keping. Dari balik pecahan itu ada asap yang membumbung tinggi, kemudian dari balik asap itu munculah seorang perempuan muda yang wajahnya sangat cantik rupawan. Karema menatap gadis itu dengan gembira, lalu berkata, “Kamu tercipta dari batu berkeringat, maka aku menamaimu Lumimuut.” Dialah manusia ke-dua di Minahasa, juga adalah seorang wanita. (Bersambung) ---Michael Sendow---

BAGIAN II cerita ini dapat di baca: DI SINI

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun