Indonesia melewati masa-masa perjalanan yang panjang dalam dunia perfilman. Mulai dari film-film yang dulunya dibuat hanya dengan menggunakan teknologi sederhana. Sampai dengan film-film yang dihasilkan pada masa modern saat ini.
Dalam artikel ini kita akan mengenal lebih dalam tentang tongak-tongak sejarah perfilman di Indonesia. Tapi sebelum itu, sudahkah kalian tahu apa yang dimaksud dengan “film” itu sendiri?
Film adalah gambar bergerak (motion pictures) yang memberikan sebuah narasi atau cerita. Film juga sebuah produk komunikasi karena menyampaikan pesan untuk berkomunikasi dengan khalayak, dalam medium yang beragam (R.A. Vita, 2022).
Bentuk gambar bergerak pertama di Indonesia
Di Indonesia, wayang kulit sebagai bentuk gambar bergerak yang sudah dikenal sejak 1.500 tahun sebelum masehi. Wayang kulit adalah seni bertutur dan bercerita tentang kisah kerajaan yang mengandung pesan dan moral.
Pertunjukan wayang kulit dilakukan oleh dalang yang akan bercerita serta menirukan suara berdasarkan karakter wayang yang dimainkan. Sinden dan musik gamelan juga ikut serta mengiringi jalannya pertunjukan wayang kulit.
Bioskop pertama dan film bisu pertama di Indonesia
Seiring dengan masuknya masa penjajahan belanda, muncul bioskop yang didirikan pada tahun 1910 oleh para pedagang Tionghoa di area Batavia. “Loetong Kasaroeng” adalah film bisu pertama pada tahun 1926 oleh seorang belanda bernama L. Hueveldop dan seorang jerman Bernama G. Kruger (Wibowo, 2019).
Asal-usul 30 Maret menjadi Hari Film Nasional di Indonesia
Film Indonesia pertama yang dicatat dalam sejarah adalah “Darah & Doa atau Long March of Siliwangi” yang disutradarai oleh Usmar Ismail. Film ini dinilai sebagai film lokal pertama yang berciri Indonesia.
Selain itu, film tersebut juga merupakan film pertama yang benar-benar disutradarai oleh orang Indonesia asli dan juga diproduksi oleh perusahaan film milik orang Indonesia asli, bernama Perfini (Perusahaan Film Nasional Indonesia) yang didirikan oleh Usmar Ismail yang dikenal sebagai Bapak Perfilman Indonesia.
Film tersebut dirilis pada 30 Maret 1950 karena itulah setiap tanggal 30 Maret selalu diperingati sebagai Hari Film Nasional.
Adapun yang dikenal dengan istilah Persari (Perseroan Artis Indonesia) yang berdiri pada tahun 1951, setahun setelah berdirinya Perfini (Perusahaan Film Nasional Indonesia).
Didirikan oleh Djamaluddin Malik yang dikenal sebagai Bapak Industri Film Indonesia dan penggagas Festival Film Indonesia.
Film musikal pertama di Indonesia
“3 Dara” adalah judul film musikal pertama di Indonesia pada tahun 1956. Film ini tayang pada tahun 1957 dan diproduksi oleh Perfini yang menjadi salah satu film musikal komedi hitam putih terbaik pada masa itu.
Film ini dibintangi oleh Chitra Dewi (Nunung), Mieke Wijaya (Nana), dan Indriati Iskak (Neni) sebagai 3 pemeran utama dalam film 3 Dara ini.
Film berwarna pertama di Indonesia
Film berjudul “Sembilan” adalah film Indonesia berwarna pertama di Indonesia. Film ini diproduksi pada tahun 1967 dan disutradarai oleh Wim Umboh, serta dibintangi oleh Gaby Mambo dan W.D. Mochtar.
Film ini menjadi film bersejarah, karena merupakan film berwarna pertama yang seluruhnya dibuat oleh tenaga Indonesia, kecuali proses laboratoriumnya yang berada di Tokyo, Jepang.
Film komedi terlaris di Indonesia
Siapa yang tidak mengenal Warkop DKI? Dono, Kasino, Indro adalah 3 aktor yang paling sering menjadi pemeran di film-film komedi di Indonesia. 3 film terlaris yang mereka perankan termasuk, “Maju Kena Mundur Kena” (1983), “Itu Bisa Diatur” (1984), dan “Kesempatan Dalam Kesimpitan” (1985).
Film Penghianatan G30S PKI
Film ini termasuk dalam tongak sejarah perfilman di Indonesia karena film ini terus ditayangkan tiap tahunnya pada masa pemerintahan Soeharto. TVRI adalah stasiun tv yang rutin menayangkan film ini setiap tanggal 30 September mulai sejak tahun 1985 setahun setelah film ini dibuat.
Kebijakan pemutaran film G30S PKI ini disebut sebagai propaganda ala rezim orde baru. Namun 4 bulan setelah jatuhnya Soeharto, pada 30 September 1998 film tersebut dihentikan setelah 13 tahun tayang.
Film drama romantis terbaik sepanjang masa di Indonesia
Sudah dipastikan semua orang Indonesia pasti mengenal film berjudul “Ada Apa Dengan Cinta?” (AADC?). Film pertama yang dirilis pada 2002 yang di sutradarai oleh Rudi Soedjarwo. Album soundtrack yang digarap Melly Goeslaw dan Anto Hoed juga turut meraih kesuksesan melalui film ini.
Film adaptasi novel terlaris di Indonesia
Pada September tahun 2008 film berjudul “Laskar Pelangi” liris untuk pertama kalinya dan berhasil menjadi film terlaris karena sudah ditonton lebih dari 4,6 juta kali di bioskop. Film ini diadaptasi dari novel karya Andrea Hirata. Soundtrack dari film ini yang juga berjudul “Laskar Pelangi” oleh Nidji juga sukses dan menjadi banyak pendengarnya.
Film biologis terlaris di Indonesia
Film yang menceritakan tentang kehidupan Rudy Habibie dan Ainun ini merupakan film drama Indonesia yang dirilis pada 20 Desember 2012. Film yang diperankan oleh Reza Rahardian sebagai BJ Habibie dan Bunga Citra Lestari yang memerankan Ainun.
Film yang diadaptasi dari buku autobiografi dari BJ Habibie ini disutradarai oleh Faozan Rizal serta naskahnya ditulis oleh Gina S. Noer dan Ifan Adriansyah Ismail. Berhasil menarik penonton bioskop sebanyak 4,6 juta penonton.
The Raid menjadi film go internasional pertama
Film berjudul “The Raid: Redemption” yang dirilis pada tahun 2011 ini adalah film aksi seni bela diri dari Indonesia yang disutradarai oleh Gareth Evans dan dibintangi oleh Iko Uwais.
Setelah film ini dirilis sempat bertengger di posisi 15 besar top box office bioskop Amerika. Di Indonesia sendiri film ini telah di tonton oleh 1.844.817 orang.
Pertama kali dipublikasi pada Festival Film Internasional Toronto (Toronto International Film Festival, TIFF) 2011 sebagai film pembuka untuk kategori Midnight Madness. Sekuel keduanya yang berjudul “The Raid: Berandal” rilis pada tahun 2014.
Beberapa hal diatas adalah film-film yang menjadi penongak sejarah perfilman di Indonesia. Perkembangan yang terjadi mulai dari film bisu pertama, film hitam putih, film bewarna pertama hingga film yang berhasil meraih prestasi internasional. Terlihat perkembangan yang terus meningkat dari perfilman di Indonesia, untuk itu diharapkan para generasi muda bisa terus meningkatkan dunia perfilman Indonesia agar semakin banyak film yang dikenal dunia.
Daftar Pustaka
Astuti, R.A. Vita. Filmologi Kajian Film. Yogyakarta: UNY Press, 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H