Mohon tunggu...
Michelle Gabriella Lastri
Michelle Gabriella Lastri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi STT Satyabhakti Malang - Bendahara BEM 2023/2024 - Anggota Permasti Malang

Saya seseorang yang mandiri dan ceria. Hobi saya adalah berolahraga dan juga membaca novel, saya menyukai hal-hal yang ekstrim karena merasa bahagia dan bangga ketika melakukannya. Saya berusaha untuk menulis setiap hal-hal indah dan bermakna dengan harapan bisa menolong siapa saja yang membacanya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pernikahan vs Perceraian

14 Juli 2024   19:29 Diperbarui: 14 Juli 2024   20:00 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kata dikuduskan dalam bahasa Yunani giaotai (hagiazo), yang berarti menguduskan; mentahbiskan; menghormati sebagai yang kudus[27]  yang dimaksudkan oleh Paulus di dalam ayat ini ialah hubungan perkawinan dikuduskan oleh salah seorang yang percaya dan itu tidak berarti bahwa suami itu dikuduskan oleh istrinya atau istri itu dikuduskan oleh suaminya, tidak berarti bahwa pihak yang tidak percaya diselamatkan oleh pihak yang percaya namun hubungan mereka yang dikuduskan dan bukan keselamatannya,[28] maka di dalam hubungan pernikahan yang seperti ini hubungan pernikahan mereka dikuduskan oleh Allah dan bukan tentang keselamatannya. 

Suami atau istri yang tidak percaya dan anak-anak dari pernikahan campuran dikuduskan ini tidak berarti bahwa seorang anak yang lahir dalam keluarga di mana hanya salah satu orang tua saja yang percaya yang  dilahirkan menjadi anggota keluarga Kristus,[29] maka artinya pernikahan campuran itu tetap dikuduskan namun bukan berarti bahwa hanya pasangan yang tidak beriman itu saja yang dikuduskan melainkan anaknya juga berhak mendapatkannya dan anaknya itu sendiri juga menjadi anggota keluarga Kristus.  Dan selama pasangan yang tidak beriman mempunyai toleransi terhadap iman pasangannya yang beriman, persatuan perkawinan tetap ada[30] maka itu berarti bahwa mereka akan tetap di satukan dalam pernikahan itu meskipun mereka tidak beriman. 

Ayat 15-16      Tetapi kalau orang yang tidak beriman itu mau bercerai, biarlah ia bercerai; dalam hal yang demikian saudara atau saudari tidak terikat.  Tetapi Allah memanggil kamu untuk hidup dalam damai sejahtera.  Sebab bagaimanakah engkau mengetahui, hai isteri, apakah engkau tidak akan menyelamatkan suamimu? Atau bagaimanakah engkau mengetahui, hai suami, apakah engkau tidak akan menyelamatkan isterimu?

 Seperti yang telah diutarakan dalam eksegesis ayat sebelumnya, bahwa jika salah satu dari pasangan yang tidak beriman hendak bercerai maka dengan hal itu salah satu pasangan yang percaya itu tidak terikat.  Namun Paulus menekankan bahwa bukan itu yang dikehendaki oleh Tuhan, melainkan hidup dalam damai sejahtera.  Oleh sebab itu betapa pentingnya mempertahankan ikatan karena Allah memanggil umat-Nya untuk hidup dalam damai sejahtera.  Maka dalam kasus perceraian Paulus mengizinkannya dengan tujuan agar terpelihara keadaan yang damai (bila pihak yang ingin bercerai tidak diizinkan maka akan terjadi perang).[31]

Tuhan menghendaki pernikahan hidup dalam damai sebagaimana seperti kedua pasangan memilih untuk hidup bersama.  Melalui hubungan yang tidak seiman ini, Tuhan ingin memakai pihak yang percaya untuk menjadi alat Tuhan menyelamatkan pihak yang tidak percaya.  Menyelamatkan dalam bahasa Yunaninya sesuai dengan penulisan asli dari ayat ini ialah sozo yang berarti "menyelamatkan," "membantu," dan "membebaskan."[32]  Maka ini akan berlaku terhadap ikatan perkawinan campuran bila keduanya tetap ingin bersatu dalam ikatan.  

Tuhan ingin bahwa kedudukan sosial seharusnya tidak menjadi alasan dalam ikatan pernikahan untuk terjadinya perceraian.  Memang dalam hukum Yahudi seorang wanita diperbolehkan menceraikan suaminya karena yang bertanggung jawab atas janji perkawinan adalah suami.  Namun hukum ini ditentang karena tidak sesuai dengan firman Tuhan.  Baik istri maupun suami harus bersama-sama menjaga ikatan perkawinannya agar tetap berjalan dengan damai terlebih bila kedua pasangan tersebut merupakan orang percaya.

 

Eksposisi

Pembahasan Paulus mengenai pernikahan dan perceraian terjadi karena adanya pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh para pemimpin di Korintus melalui penulisan suratnya kepada Paulus agar dia memberikan jawaban atas delapan persoalan yang diajukan kepadanya, delapan persoalan tersebut menyangkut pernikahan, perceraian dan kewajiban seorang ayah terhadap anak gadisnya.[33]  Daftar masalah seperti ini menimbulkan kesan bahwa hampir seluruh jemaat di Korintus telah ditimpa masalah yang sama,[34] latar belakang persoalan yang muncul di sini karena pengaruh dari adat istiadat Romawi, ditambah lagi pola pikir golongan Stoa dan Sinisme, hukum-hukum kesucian dan berbagai teologis eskatologis/asketis.[35]

Pernikahan bukanlah suatu dosa atau sebuah kesalahan, dalam kitab ini Paulus mengutarakan bahwa pernikahan di kota Korintus dilakukan mencegah adanya praktek amoral yaitu percabulan.  Saat ini, bila dilihat dari perkembangan zaman masih saja terjadi percabulan atau seks diluar nikah dan bahkan bagi beberapa orang ini merupakan hal yang lazim.  Firman Tuhan mengatakan bahwa jika seseorang tidak bisa menahan hawa nafsunya hendaklah ia menjalin pernikahan, tetapi bukan berarti ini menjadi sebuah pelarian dari hawa nafsu seseorang.  Hendaklah pernikahan dipandang sebagai suatu sakramen yang kudus dihadapan Allah.

Pernikahan dengan sesama orang percaya adalah anugerah yang perlu disyukuri dan dinikmati.  Sebagai orang percaya yang telah mengenal dan mengetahui perintah Tuhan, maka seharusnya pernikahan orang percaya tidak akan berakhir dalam hukum sidang perceraian melainkan berakhir saat maut yang memisahkan.  Pernikahan orang percaya akan menciptakan anggota keluarga Kristus yang utuh.  Maka dianjurkan sebagai orang yang percaya hendaknya memilih pasangan yang juga percaya dan sungguh dalam imannya untuk menghindari terjadinya perceraian.

Pernikahan campuran pun tidak bisa dihindari.  Ketertarikan dengan seseorang yang non-Kristen terkadang tidak menjadi alasan untuk berakhirnya hubungan tersebut.  Setiap orang memiliki prinsipnya sendiri, ada yang merasa bahwa kepercayaan bukanlah suatu penghalang bagi cinta, ada juga yang percaya bahwa justru perbedaan akan menjadi indah bila dipersatukan.  Seseorang yang masih bermain-main dalam imannya berpotensi untuk mengalami hal demikian, yaitu perkawinan campuran.  Namun bila hal ini pun terjadi, kita bisa menarik kisah jemaat Korintus ini, yaitu memilih bertahan dalam ikatan tersebut dan hidup dengan damai. 

Pernikahan campuran tidak selalu berakhir pada kegagalan, bila keduanya sudah bersepakat untuk tetap menjaga ikatan pernikahan tersebut maka pernikahan itu akan tetap berjalan dengan baik.  Maka bila seseorang mengalami hal yang demikian, berdoalah agar kiranya Tuhan tidak lepas tangan begitu saja melainkan campur tangan dan menguduskan pernikahan itu melalui pihak yang telah percaya.

Pernikahan memang tidaklah mudah, oleh sebab itu pernikahan harus penuh dengan pertimbangan.  Perceraian bukan satu-satunya jalan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam ikatan pernikahan.  Bila kita lihat dalam injil Matius 19:9, Tuhan dengan jelas berfirman bahwa perceraian bertentangan dengan hukum-Nya.  Juga, dalam surat Korintus, Paulus menjadikan perceraian sebagai opsi terakhir dalam pemecahan sebuah masalah.  Namun berbeda dengan zaman sekarang ini, dimana perceraian sering sekali menjadi pintu keluar bagi permasalahan sepasang kekasih.  Hal ini pastinya membingungkan pihak gereja dalam mengatasi kasus demikian.

Bila mengikuti apa yang tertera dalam Alkitab, perceraian bisa terjadi bila terjadi perzinahan atau bila salah satu orang yang tidak percaya meminta untuk bercerai.  Orang yang berzinah telah menjadi cemar dan ini menjadi alasan yang cukup kuat untuk sepasang kekasih bercerai.  Lalu orang yang tidak beriman, yang tidak mengenal Tuhan dalam ilmu bahkan menunjukkannya dalam praktisi kehidupan sehari-hari, juga menjadi alasan yang cukup kuat untuk terjadinya perceraian dalam pernikahan.  Tindakan amoral yang menyangkut nyawa salah satu pasangan seperti kekerasan baik secara fisik maupun secara verbal, dapat menjadi alasan logis hubungan/ikatan pernikahan diakhiri (terjadinya perceraian).

 

FOOTNOTE

[1] Esther Indayanti, Ditempatkan Untuk Menjadi Berkat, diakses 05 Maret 2024, https://percayasaja.com/ditempatkan-untuk-menjadi-berkat/

[2] Russell P Spittler, Pemahaman Dasar Kitab Korintus (Malang: Gandum Mas, 2013), 33-34.

[3] Dianne Bergant, Tafsiran Alkitab Perjanjian Baru (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2002), 273.

[4] Charles F Pfeiffer, The Wycliffe Bible Commentary (Malang: Gandum Mas, T.TH), 597.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun