Mohon tunggu...
Michelle Gabriella Lastri
Michelle Gabriella Lastri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi STT Satyabhakti Malang - Bendahara BEM 2023/2024 - Anggota Permasti Malang

Saya seseorang yang mandiri dan ceria. Hobi saya adalah berolahraga dan juga membaca novel, saya menyukai hal-hal yang ekstrim karena merasa bahagia dan bangga ketika melakukannya. Saya berusaha untuk menulis setiap hal-hal indah dan bermakna dengan harapan bisa menolong siapa saja yang membacanya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pernikahan vs Perceraian

14 Juli 2024   19:29 Diperbarui: 14 Juli 2024   20:00 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN


Pendahuluan

Setiap orang percaya memiliki tanggung jawab untuk menjadi berkat di mana pun dia berada,[1] perkataan yang sangat mudah untuk dikatakan namun pada faktanya sangat sulit untuk dilakukan.  Perkataan tersebut sangat menarik karena dapat menggambarkan situasi yang berada pada jemaat di Korintus.  Korintus menjadi sangat menarik untuk dibahas karena di dalam konteks agama dan sastra, kota ini memainkan peran yang krusial, terutama dalam perjalanan perkembangan agama Kristen awal.  Jemaat di Korintus adalah jemaat yang kaya akan karunia-karunia Rohnya, bahkan Korintus menjadi salah satu tempat yang didatangi banyak rasul untuk mengajar mereka.[2] 

Pemilihan topik penelitian tentang Korintus, selain untuk memenuhi nilai kelulusan, penulis juga merasa senang karena relevansi dari kota Korintus dalam memahami perkembangan manusia secara lebih luas di jaman itu.  Dalam penelitian ini, fokus kami adalah untuk menggali lebih dalam tentang kota Korintus sebagai simbol keberagaman, dinamika sosial, dan keagungan peradaban kuno.[3]  Ada beberapa alasan mengapa kami memilih kota Korintus.  Pertama, Korintus telah menjadi panggung bagi berbagai peristiwa penting, dengan demikian, penelitian tentang kota Korintus dapat memberikan pemahaman yang mendalam tentang perkembangan sejarah, politik, ekonomi, dan sosial dimasa itu.  Kedua, peran kota Korintus dalam sejarah Kristen awal sangat signifikan sehingga kota ini menjadi salah satu dari sedikit tempat di mana rasul Paulus mendirikan jemaat Kristen dan menulis surat-suratnya yang berpengaruh.  Kemudian yang terakhir kami ingin mendalami cara berpikir Paulus untuk menyelesaikan setiap permasalahan di Korintus, lebih tepatnya dalam ayat Korintus 7:1-40 mengenai perkawinan.

 

Konteks Historis

Korintus adalah sebuah kota yang legendaris dalam sejarah Yunani kuno, sampai-sampai menjadi pusat perhatian karena terletak di perbatasan antara daratan Yunani utara dan Peloponnesos selatan, Korintus bukan hanya menjadi pusat perdagangan yang penting, tetapi juga tempat di mana berbagai budaya bertemu dan berpadu.[4]  Sebagai Kota yang terkemuka yang telah dibangun kembali oleh orang Roma di bawah pimpinan Yulius Caesar tahun 49 SM, Korintus memiliki hal-hal yang bersifat positif dan negatif sebagai kota maju saat itu[5],  hal negatif kota tersebut terkenal dengan kebobrokannya sebagai kota yang penuh dengan kejahatan dan percabulan, ada sebuah kuil, kuil itu terkenal karena terdapat salah satu dewi kasih Yunani yang bernama Aphrodite.  Di tempat itulah banyak pelacur-pelacur yang mengabdikan dirinya untuk dipersembahkan kepada dewi tersebut, yang biasa kita kenal dengan sebutan pelacur bakti.[6]

Kitab Korintus ditulis oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus ketika dia berada di Efesus (1 Kor 16:8).[7]  Keaslian ini didukung oleh Klemen dari Roma sekitar tahun 95 M, bahkan menjadi kutipan paling awal di mana penulis kitab Perjanjian Baru (Korintus salah satunya) disebutkan nama penulisnya[8]  dan surat ini ditujukan langsung kepada jemaat di Korintus untuk memberikan solusi dari setiap pertanyaan-pertanyaan jemaat di sana mengenai perkawinan dan perceraian,[9] perkawinan yang dimaksud tidak seperti pada umumnya, melainkan hubungan yang menjurus kepada perzinahan,[10] karena mereka bergesekan dengan budaya dan berbagai pandangan sehingga orang Kristen di sana menjadi terpengaruh oleh penyesat-penyesat dari kepercayaan lain.[11]

 

Konteks Sastra

Konteks Jauh

Di dalam pasal yang ke 6, Paulus sedang membahas isu mengenai percabulan karena permasalahan itu menempati posisi pertama di dalam dosa seksual (Porneia),[12] karena Paulus mengarahkan perhatiannya kepada kelemahan moral, Paulus membukanya dengan mengutip semboyan yang digunakan jemaat Korintus untuk membenarkan praktik seksual mereka, setelah itu Paulus menegaskan keberatannya dan memberikan tegurannya dengan menggunakan pertanyaan retoris "Tidak tahukah kamu."[13] Paulus berkata di antara semua dosa, dosa perzinahan adalah dosa yang tidak hanya menghina tetapi juga merusak tubuhnya,[14] maka dari itu Paulus memberitahukan kepada mereka, walaupun segala sesuatu diperbolehkan tetapi Paulus tidak akan membiarkan dirinya untuk diperhamba oleh apapun.[15] 

Konteks Dekat

Perikop ini membicarakan mengenai pernikahan dan seksualitas yang disinggung juga oleh Paulus ketika ia membicarakan mengenai pernikahan baik sesama orang percaya maupun yang kawin campur,[16] terdapat pembagian tiga kelompok yang berbeda,[17] kelompok yang tidak kawin atau para janda, yang kedua kelompok yang sudah menikah dan Paulus memberikan saran untuk tidak boleh bercerai, dan kelompok yang terakhir adalah perkawinan antara orang beriman dan tidak beriman.[18]  Jemaat di Korintus sedang menghadapi berbagai tantangan dan pertanyaan tentang bagaimana menjadi seorang Kristen yang benar dan mereka seringkali memiliki prinsip yang bertentangan dengan ajaran Kristiani.[19]  Harus di ingat dengan baik Rasul Paulus menulis surat ini untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tertentu dan bukan mengajarkan suatu teologi pernikahan yang lengkap didalam pasal ini.[20]   

Eksegesis

Ayat 10-11      Kepada orang-orang yang telah kawin aku--tidak, bukan aku, tetapi Tuhan--perintahkan, supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya.  Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya.  Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya.

Dalam ayat ini Paulus ingin agar orang yang perkawinan harus setia dan saling menghormati.[21]  Paulus bahkan mengatakan bahwa seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya dan itu didasarkan oleh firman Tuhan.  Pendekatan Yesus atas persoalan ini terdapat dalam Matius 19:1-12 dan Markus 10:1-12.  Dimana Yesus mengatakan bahwa seorang percaya tidak boleh bercerai kecuali karena zinah.  Perzinahan ini berasal dari kata porneia yang berarti kebejatan atau percabulan dari terjemahan Yunani klasik. 

Dalam literatur Yunani sekitar waktu yang sama dengan Perjanjian Baru, porneia digunakan untuk merujuk pada percabulan, prostitusi, inses, dan penyembahan berhala.  Arti porneia dalam Perjanjian Baru tampaknya merupakan konsep umum tentang penyimpangan seksual.  Kata-kata Yunani lainnya digunakan untuk merujuk pada bentuk-bentuk penyimpangan seksual tertentu, seperti perzinahan.[22]  Maka apabila hal-hal yang melanggar moral seperti keterangan di atas dilakukan oleh salah satu pasangan maka diperbolehkan untuk bercerai.

Tidak hanya sampai di situ, bila memang pernikahan mengalami perceraian yang tidak dibenarkan maka kedua pihak hendaklah hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya (bentuk waktu aoris yang menekankan peristiwa sekali-untuk selamanya, tanpa ada perceraian lagi sesudahnya).[23]  Ini menunjukkan bahwa baik pernikahan ataupun perceraian memiliki nilai yang saklar yang tidak bisa diputuskan menurut keinginan semata tetapi harus diputuskan dengan penuh pertimbangan yang mengarah kepada masa depan.

 

Ayat 12-14      Kepada orang-orang lain aku, bukan Tuhan,  katakan : kalau ada seorang saudara beristerikan seorang yang tidak beriman dan perempuan itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah saudara itu menceraikan dia. Dan kalau ada seorang isteri bersuamikan seorang yang tidak beriman dan laki-laki itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia menceraikan laki-laki itu. Karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh isterinya dan isteri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh suaminya. Andaikata tidak demikian, niscaya anak-anakmu adalah anak cemar, tetapi sekarang mereka adalah anak-anak  kudus.

Dalam ayat yang ke 12-14  kata "tidak beriman" dalam bahasa Yunani apioton (apistos) memiliki arti yang tidak dapat dipercaya atau mustahil atau yang tidak percaya; yang tidak beriman.[24]  Namun dalam ayat ini ditujukan kepada orang yang tidak percaya atau yang tidak beriman, kata tidak percaya merujuk kepada orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan dan kepercayaannya kepada hal-hal lain atau dapat  dikatakan bahwa ia bukan orang Kristen, terlebih  jikalau mereka bukan orang yang percaya maka sangat sulit untuk diandalkan dalam beberapa hal sebab bisa saja mereka berkhianat. 

Ayat ini membahas tentang terjadinya suatu pernikahan antara dua pasangan yang di mana memiliki keyakinan atau memiliki iman yang berbeda, dan pada masa itu menurut orang Yahudi mengharuskan penyingkiran orang yang tidak percaya[25] pada masa itu, sesuai dengan pengajaran dan kepercayaan orang-orang Yahudi bahwa tidak boleh terjadi pernikahan antara dua orang yang dimana salah satunya bukan orang kristen namun jika hal itu terjadi maka mereka boleh berpisah.  Atas hal ini, Paulus harus memberikan keputusannya sendiri, karena tidak ada perintah yang pasti dari Yesus yang dapat ditunjukkan oleh Paulus kepada mereka sebagai acuan[26]. 

Paulus mengatakan pendapatnya dalam ayat ini bahwa jika pasangan tidak beriman ini hendak bercerai maka itu diperbolehkan dan salah satu pasangannya yang adalah orang percaya tidak menanggung dosa perceraian tersebut.  Tetapi jikalau mereka berdua tidak ingin bercerai maka janganlah bercerai sebab salah satu dari pasangan yang percaya akan menguduskan yang tidak percaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun