Mohon tunggu...
Michael The
Michael The Mohon Tunggu... Lainnya - B.E(Civ)(Hons)

Manusia biasa yang suka menuangkan pikirannya terhadap hal-hal yang terjadi disekitarnya. Pro Kontra biasa asal disertai pemikiran dan perasaan yang beralasan. Selamat menikmati.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pikiran dan Perasaan #10 - "Melawan dengan Waktu"

11 Desember 2020   00:12 Diperbarui: 11 Desember 2020   00:14 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Salam Sejahtera, Assalamualaikum wr wb, Shalom Alaichem
Om Swastyastu, Namo Buddhaya, Salam Kebajikan 

Hari ini saya ingin menceritakan suatu kisah nyata berdasarkan cerita salah satu teman saya yang juga sebenarnya terjadi dalam hidup saya dan saya yakin juga pernah terjadi dalam hidup anda. 

Cerita tentang bagaimana cara masing-masing orang menghadapi sikap emosi atas orang lain entah karena sikapnya, perbuatannya atau faktor lainnya. Sikap emosi ini yang kemudian dapat berkembang menjadi kebencian dan konflik. 

Sebelum memulai cerita mari kita lihat bagaimana sih pada umumya sikap suatu individu dalam menanggapi orang-orang yang tidak ia sukai. Tidak disukai disini bisa karena berbagai macam hal contohnya, karena selalu dimarahi, diperlakukan tidak mengenakkan, kurang ajar, tidak mau mendengar atau bahkan karena melakukan kekerasan dalam bentuk mental maupun fisik. 

Nah, biasanya perlawanan ini bercermin dari sikap asli individu tersebut. Individu yang biasanya tenang bisa saja tidak ingin merespon (menghindari konflik berkelanjutan) atau mungkin hanya menunjukkan sedikit gestur yang menunjukkan dirinya tidak nyaman. 

Individu yang biasa-biasa saja mungkin akan lebih melawan dengan teguran atau kemarahan yang sesaat. Sedangkan individu yang keras bisa saja marah besar, berusaha membalas dan bahkan menyimpan dendam serta memutuskan hubungan dengan orang yang tidak disukainya. 

Namun tentu, dari analisa diatas mungkin saja berbeda di lapangan tergantung dari kondisinya. Individu pendiam bisa saja marah besar jika perlakuan yang diterima sudah terlewat batas wajar ("setiap orang punya batasan"). 

Di satu sisi, bisa saja orang yang gampang emosi terpaksa menahan amarahnya dikarenakan situasi tertentu, contohnya ketika berhadapan dengan orang tua atau pimpinan, berada di depan umum, punya penyakit darah tinggi atau kondisi lainnya. 

Mari kita mulai ceritanya (berdasarkan kisah nyata), ada seorang bos yang mempunyai beberapa anak buah di suatu perusahaan. Salah satu anak buahnya bernama (anggap saja) si Jojo. 

Jojo sebenarnya adalah pegawai yang bekerja dengan baik namun mempunyai sifat yang buruk. Buruk dalam artian suka menebar fitnah dan kebencian, bermulut besar, sok tahu, merasa paling benar dan mudah emosi. Sifatnya ini yang membuat si bos dan kebanyakan teman-teman kerjanya tidak suka dan banyak yang menjauhi. 

Dalam kesehariannya, Jojo terkadang terlihat malas dibandingkan pegawai lainnya karena mempunyai masalah komunikasi dengan yang lain sehingga ketika karyawan lain sedang bekerja, ia tidak diajak ataupun diberitahu karena karyawan lain pun sebenarnya memilih untuk dia tidak berada di sekeliling mereka (merasa bising, risih dan tidak nyaman). 

Hal ini terjadi sudah cukup lama dan awalnya bermula dari konflik yang terjadi antar si Jojo dan beberapa pegawai satu per satu. Sebelumnya hampir semua pegawai berteman dengan Jojo, namun karena sifatnya maka satu per satu pun mulai menjauh darinya. 

Salah satu momen besar adalah ketika pemilu 2019 yang lalu ketika Jojo menjagokan salah satu kandidat presiden. Hampir setiap hari obrolan politik panas terjadi di perusahaan. Jojo yang merasa kandidatnya jauh lebih baik dari kandidat lainnya terus melempar ejekan, fitnah bahkan makian yang menjadi konsumsi sehari-hari para pendengarnya di perusahaan. 

Hal ini tentu membuat pegawai lain yang tidak suka dengannya makin menunjukkan ketidaksukaan mereka terhadap Jojo (terlepas dari mendukung atau tidak kandidat yang sama) termasuk si bos. 

Di suatu saat, Jojo sebenarnya juga sadar bahwa teman-temannya mulai menjauhinya dan bersikap dingin terhadap dirinya bahkan ada yang tidak ingin berhubungan langsung dengannya. 

Ia pun sempat membicarakan hal ini dengan manager dan mulai memperbaiki sikap kemalasannya agar teman-temannya dapat kembali bercengkrama dengan dirinya. 

Namun hal ini tak serta merta merubah pandangan karyawan-karyawan lain karena walau ia sudah mulai peduli akan pekerjaan bersama namum sifatnya tetap tidak berubah.  Dan hal itulah yang dari awal menyebabkan perpecahan diantara meraka. Nampaknya usaha Jojo kali ini kurang membuahkan hasil. 

Momen besar lain yang juga terjadi adalah ketika pandemi Covid-19. Jojo yang dari awal tidak percaya akan pandemi ini pun kembali beraksi dengan teori-teori konspirasinya (terlepas benar atau salah) dan mulai menebar fitnah mulai dari tenaga kesehatan sampai pemerintah pun menjadi targetnya.  

Tak hanya itu, ia juga enggan memakai masker saat berada di lingkungan perusahaan walaupun dari pihak kantor sudah menbagikan masker berkali-kali dan sudah mengingatkan. 

Masker-masker tersebut pun akhirnya sebagian ia berikan ke karyawan lainnya dan sebagian lagi menjadi pajangan dan hanya digunakan untuk menghindar dari razia aparat. 

Rupanya sikap kontranya terhadap Covid-19 tak sepenuhnya konsisten. Mengapa? Ketika pemerintah mengumumkan akan memberikan bantuan sosial kepada pada pegawai senilai 2,4 juta melalui Kementerian Ketenagakerjaan, ia pun bersemangat untuk ikut serta dalam program tersebut. 

Saat si bos mendaftarkan dirinya untuk ikut serta dalam program tersebut tak ada satu pun kalimat penolakan yang terlontar walaupun selama ini sudah menebar berbagai berita yang menentang Covid-19. Kekuatan uang memang sadis terutama ketika digunakan untuk orang-orang seperti ini. 

Akhirnya pun dana bantuan masuk ke rekening si Jojo dan tanpa mengurangi malunya, ia pun tetap teguh pada pendiriannya dan tetap memberi tanggapan-tanggapan negatif tentang penanganan Covid-19 di Indonesia. 

Hal ini membuat karyawan-karyawan lain termasuk si bos mulai muak dengan tingkah lakunya yang tidak hanya tak nyaman untuk didengar dan dilihat namun juga berbahaya terhadap kesehatan lingkungan perusahaan karena bisa saj ia menjadi carrier virus Covid-19.  Ada beberapa karyawan yang mengeluh dan si bos pun mulai tidak senang dan mulai meMIKIRan cara untuk mengeluarkannya dari perusahaan. 

Pemecatan  bukan lah solusi yang mudah untuk diambil karena harus meMIKIRkan dampaknyan terhadap si Jojo kepada perusahaan. Karena diketahui sebelumnya bahwa Jojo mempunyai sifat yang buruk, bisa saja ketika dirinya dipecat ia malah emosi dan mungkin saja dendam kepada si bos dan karyawan-karyawan lainnya yang dapat menimbulkan konflik berkepanjangan bahkan jika dia nekat bisa saja berujung pada nyawa seseorang dan nasib perusahaan kedepannya (menyebar fitnah dan berita bohong tentang perusahaan).  Akhirnya bos pun mengurungkan niatnya dan memilih untuk menunggu WAKTU dan situasi yang tepat. 

Tepat di pertengahan bulan Oktober, si Jojo tiba-tiba merasa tidak enak badan saat masuk kerja dan akhirnya minta izin untuk pulang (tak lama setelah datang ke kantor) dan tidak masuk selama beberapa hari. Minggu depannya, ia tiba-tiba datang ke kantor karena sudah merasa  cukup beristirahat dan masih mempunyai tanggungjawab kerja. 

Namun, kondisinya malahan terlihat lebih parah dari sebelumnya. Ketika datang, ia terus-terusan batuk dengan keras dan terlihat kesakitan serta tak dapat mencium bau. Si bos pun mengambil langkah cepat dengan tidak memperbolehkannya masuk dan segera menyuruhnya memeriksakan diri ke puskesmas terdekat. 

Jojo pun langsung kembali ke rumah dan menunggu instruksi dari si bos. Si bos yang mempunyai PERASAAN bahwa si Jojo mungkin saja terinfeksi Covid-19 pun langsung mencari informasi tentang tempat-tempat untuk dilkakukan swab test untuk menguji kebenarannya. 

Akhirnya si Jojo pun dirujuk ke salah satu laboratorium untuk menjalani tes Covid-19 tersebut. Berselang hampir seminggu rupanya benar saja bahwa si Jojo dinyatakan positif Covid-19.  Bos pun memutuskan untuk menyuruhnya istirahat total di rumah. 

Hampir sebulan berlalu sejak Jojo tidak bekerja, situasi di perusahaan pun jauh lebih tenang dan damai tanpa kehadirannya. Suatu hari, Jojo menelpon salah satu manager perusahaan dan menceritakan kesehariannya sambil bersedih dan menyatakan menyesal atas sikapnya selama ini yang tidak mau mendengar perkataan orang lain. 

Salah satu karyawan yang selama ini bersikap dingin dengannya pun menelpon untuk menanyakan kabarnya, memberi nasihat dan bahkan mampir ke rumah untuk mengantarkan vitamin yang saya yakini membuka mata hatinya akan sifat-sifatnya selama ini. Keesokan harinya ia pun menelpon satu-satu karyawan di kantor dan secara pribadi meminta maaf atas kesalahan yang mungkin ia perbuat dan tidak membuat nyaman teman-teman sekerjanya. 

Beberapa hari berselang, si bos pun memantau kondisinya dan Jojo mengatakan bahwa dirinya sudah jauh lebih baik dan pulih. Bos pun menyuruhnya untuk melakukan swab test sekali lagi untuk membuktikan bahwa dirinya sudah terbebas dari Covid-19. 

Hasil pun keluar tidak lama kemudian dan menunjukkan bahwa Jojo negatif virus Covid-19.  Tiga hari berselang, bos pun menyuruh Jojo untuk kembali masuk bekerja. 

Saat kembali masuk bekerja, Jojo terlihat sudah mengenakan masker. Teman-temannya pun yang selama ini menjauh dan tidak pernah berbicara mulai menanyakan kabarnya dan mulai sedikit demi sedikit berbicara dan memperbaiki hubungan mereka sebelumnya.

Si Jojo pun terlihat lebih tenang sekarang walaupun terkadang masih ada beberapa sifat-sifat buruknya yang terlihat namun tidak seburuk sebelumnya (perubahan butuh proses). 

Beberapa minggu sudah berlalu dan terlihat perkembangan yang cukup menyenangkan. Karyawan sudah mulai kompak kembali seperti sedia kala walau masih ada beberapa kecanggungan namun itu merupakan awal yang baik. 

Cerita inilah yang membuat saya berPIKIR bahwa terkadang kita tidak perlu melawan PERASAAN tidak suka kita terhadap seseorang dengan hal buruk yang pada akhirnya dapat berdampak buruk juga kepada kita. 

Biarkan waktu yang melawan dan menunjukkan perubahannya karena di dalam waktu, Allah akan menunjukkan kuasanya atas kita. Segala waktu adalah milikNya dan hanya Dia lah yang bisa mengaturnya dan kita sebagai manusia hanya perlu menjalaninya. Selalu percaya bahwa kita akan diberikan yang terbaik oleh Yang Maha Kuasa. Amin. 

Salam hangat, 

MT

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun