Mohon tunggu...
Michael The
Michael The Mohon Tunggu... Lainnya - B.E(Civ)(Hons)

Manusia biasa yang suka menuangkan pikirannya terhadap hal-hal yang terjadi disekitarnya. Pro Kontra biasa asal disertai pemikiran dan perasaan yang beralasan. Selamat menikmati.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pikiran dan Perasaan #6 - "Thank God, Gua Positif... "

17 November 2020   23:20 Diperbarui: 18 November 2020   00:11 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salam Sejahtera, Assalamualaikum wr wb, Shalom Alaichem
Om Swastyastu, Namo Buddhaya, Salam Kebajikan 

Salam sehat para kompasioner dan para pembaca, di artikel kali ini saya ingin sedikit menceritakan tentang beberapa hal yang terjadi beberapa waktu belakangan yang berhubungan dengan pandemi Covid-19. Cerita yang mencakup bagaimana dampak dari Covid-19 ini sangatlah real pada kehidupan di sekitar kita. 

Beberapa hari yang lalu saya sempat dibuat emosi dan tak habis PIKIR dengan story seseorang di Instagram saya yang kurang lebih mengatakan seperti ini "Thanks God, gua positif Corona, anggap saja libur sejenak dari kerjaan yang bikin gua stress" dengan tambahan berbagai emoticon gembira.

Apa yang terlintas di PIKIRan saudara/i pembaca ketika membaca kalimat tersebut? Biasa saja atau meRASA ada yang aneh dari orang yang melontarkan kalimat tersebut disituasi sekarang ini? 

Kebetulan orang tersebut (saat artikel ini ditulis) masih dikarantina di Wisma Atlet Jakarta karena terpapar Covid-19. Saya tidak akan mencertikan bagaimana ia bisa terpapar dan bagaimana ceritanya sampai dia bisa melontarkan kalimat tersebut. Yang ingin saya bahas adalah kalimat yang dilontarkannya di akun media sosial terbuka yang terhubung dengan ribuan orang. 

Ketika saya menyampaikan hal tersebut ke beberapa teman saya, rupanya respon mereka pun kurang lebih seperti respon pertama saya, merasa aneh, jengkel dan tak habis PIKIR.

Bagaimana tidak, ditengah dampak yang begitu besar yang disebabkan oleh pandemi Covid 19, masih ada orang yang bersyukur karena terjangkit virus tersebut (dimana hampir semua orang di dunia menghindari tertular oleh virus corona). Mari kita bedah sedikit apa yang menyebabkan ia melontarkan kalimat tersebut dan apa dampaknya bagi (mungkin) sebagian orang yang membacanya. 

Ketidaktahuan dan ketidaksadaran akan seriusnya dampak Covid-19 ini mungkin menjadi faktor utama orang tersebut untuk berpikir seperti itu. Mungkin ia tidak sadar begitu banyaknya manusia yang sudah terkorban baik langsung karena terinfeksi virus tersebut maupun secara tidak langsung karena mencoba menyelamatkan pasien atau ikut ambil bagian dalam penanganan Covid-19 ini.

Karena merasa dirinya sehat walafiat saat dikarantina dan hanya mengidap beberapa gejala ringan, dengan gampangnya ia menyamakan semua kasus Covid yang sedang terjadi seperti dirinya tanpa rasa empati kepada para penderita lain diluar sana. 

Dengan polosnya ia menganggap Corona itu adalah berkat dari Tuhan yang diberikan kepadanya agar terlepas dari belenggu pekerjaan yang mungkin selama ini membuatnya stress.

Biasanya sih kebanyakan orang berharap untuk kenaikan gaji atau liburan supaya dapat menghilangkan stress saat bekerja, namun rupanya ada juga yang ingin sakit supaya bisa "lepas" dari tanggungjawab pekerjaan. Terlepas dari bercanda atau tidaknya kalimat tersebut dilontarkan, namun sangatlah tidak etis untuk menyebarkan luas pemikiran seperti itu. 

Banyangkan begitu banyak orang yang anggota keluarganya meninggal karena virus ini dan harus dimakamkan dengan protokol yang begitu ketat dimana keluarga tidak boleh melihat bahkan sulit untuk mengucapkan perpisahan dan memberikan penghormatan terakhir.

Begitu banyak pula orang yang terpaksa harus kehilangan pekerjaan, omset menurun bahkan bangkrut karena pandemi ini. Menurut saya sangat tidak etis kalimat tersebut dilontarkan karena akan sangat menyakitkan PERASAAN apabila didengar oleh orang-orang yang masuk dalam kriteria diatas.

Ketika kita tidak menderita seperti orang lain, bukan berarti kita tidak harus peduli dengan kehidupan orang lain disekitar kita. Malahan kepedulian itu diperlukan, apapun caranya, agar bisa sedikit menutup gap sosial di masyarakat.

Betul, bahwa Covid-19 ini membawa berkah dan rejeki bagi sebagian pihak yang harus disyukuri, contohnya apotek dan swalayan (penjualan masker, hand sanitizer, sabun dan perlengkapan kebersihan), toko bangunan (banyak orang memilih untuk merenovasi rumah ketika WFH), mitra gojek (orang-orang memilih makan dirumah) dan lainnya. Namun berkah ini merupakan dampak "positif" dari Covid-19 bukan karena seseorang merasa beruntung karena terinfeksi virus Corona. 

Cerita lain juga yang baru beberapa hari ini saya dengar, ada seorang dokter yang ayahanda tercintanya berpulang karena terinfeksi Covid-19. Kabarnya, ayahnya ini terinfeksi dari sang anak (si dokter) yang terpapar saat berkumpul bersama dengan teman-temannya.

Bagaimana tidak menyedihkan, sang ayah terpaksa dilepas (dikremasi) tanpa kehadiran anak tercinta yang mengisolasi diri di tempat prakteknya sedangkan sang istri mengisolasi diri di sebuah hotel untuk menghindari penyebaran yang lebih luas.

Begitulah gambaran bagaimana mungkin virus ini tidak terlalu serius untuk kita namun bisa meregut nyawa orang-orang tercinta disekitar kita yang tak lain disebabkan oleh kelalaian diri sendiri atau orang lain. Loh, kok orang lain? 

Berlanjut ke cerita selanjutnya kenapa orang lain bisa mengancam kehidupan atau usaha kita dalam pandemi ini. Pemerintah mencanangkan program 3M yaitu memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak. Tapi apakah program ini efektif?

Menurut saya pribadi tidak efektif jika hanya segelintir orang yang melaksanakannya. Mengapa begitu?  Karena selalu ada celah dalam penyebaran Covid-19 yang tidak dapat kita hindari. Mari kita buat suatu skenario kecil. 

Di sebuah toko swalayan, sang pemilik toko menetapkan protokol kesehatan yang begitu ketat. Setiap karyawan dan konsumen dicek suhu tubuhnya sebelum masuk ke toko, dipersilahkan untuk mencuci tangan dan diwajibkan untuk selalu memakai masker saat berada di dalam toko. 

Namun rupanya protokol ini tidak berlangsung secara ketat di bagian pergudangan dibelakang toko tersebut. Para buruh supplier keluar masuk gudang saaat membongkar barang tanpa memakai masker. Ada seorang buruh yang rupanya terinfeksi Covid-19 namun tanpa gejala (OTG), tak sengaja batuk di dalam gudang dan meninggalkan "jejak" virus dibeberapa barang bongkaran (barang X). 

Karyawan toko yang bekerja di gudang saat itu harus memindahkan barang X ke tempat lain dan secara langsung berkontak dengan barang yang sudah terpapar virus tersebut. Ketika jam istirahat, karyawan gudang tersebut bersama kawan-kawannya yang bekerja di bagian kasir pergi ke warung untuk makan siang.

Di sana mereka secara tidak sadar berkontak dan terpapar oleh virus tersebut baik melalui makanan ataupun kontak fisik lainnya. Salah satu karyawan kasir pulang ke rumah dan sebelum membersihkan dirinya bersalaman dengan ibunya yang sedang terbaring sakit dirumah. Alhasil, sang ibu juga terpapar Covid-19 dan menginggal 1 minggu kemudian. 

Hasil tes sang ibu menunjukkan bahwa ia terinfeksi virus Corona yang mengakibatkan dinas terkait melacak awal penyebaran virus tersebut ke anaknya dan ke tempat kerja sang anak.

Setelah semua hasil tes keluar, rupanya ada 10 0rang karyawan di toko swalayan tersebut yang terinfeksi Covid-19 dengan kategori OTG (orang tanpa gejala). Dinas setempat terpaksa menutup toko swalayan tersebut selama 14 hari kedepan untuk menghindari penyebaran virus di lingkungan tersebut. 

Dari skenario diatas, dapat dilihat begitu "apes" nya nasib sang pemilik toko yang sudah begitu ketat melaksanakan protokol Covid-19 namun masih saja kecolongan karena kelalaian dan ketidakpedulian sang buruh yang mungkin tidak terlacak penyebarannya dan masih beraktivitas secara normal diluar sana serta terus menyebarkan virusnya ke orang lain.

Dari skenario ini (yang mungkin dan sepertinya sudah terjadi di Indonesia), saya dapat menyimpulkam bahwa gerakan 3M tidaklah cukup untuk mengatasi virus Corona jika secara populasi masih banyak yang tidak mengindahkan program tersebut. 

Berbagai video edukasi di media sosial menyatakan bahwa menjaga imunitas tubuh adalah hal yang terpenting dalam mencegah dan melawan musuh yang tak terlihat ini. Karena kita tidak bisa secara pasti menghindar dari virus ini, maka daya tahan tubuh perlu dijaga agar saat kita terinfeksi, tubuh kita dapat melawan virus tersebut dengan sistem imunitas yang kuat.

Imunitas membantu dalam mencegah tingkat kefatalan infeksi dan pemulihan. Makanya dalam beberapa kasus atlet terkenal yang terinfeksi virus Corona, ada yang sembuh dalam waktu 4-5 hari  (olahraga dan makanan yang bergizi). 

Program 3M tetap sangatlah penting untuk menjadi benteng pertama kita untuk mencegah penyebaran Covid-19, namun yang terutama adalah menjaga imunitas kita dengan menjaga gizi, olahraga, istirahat yang cukup, beripikir positif dan berjemur dibawah sinar matahari pagi.

Tak lupa selalu ingatkan orang-orang disekitar kita untuk tetap mematuhi protokol kesehatan sebagai bentuk tanggungjawab dan kepedulian kita terhadap diri sendiri, keluarga dan lingkungan di sekitar kita.

Kita tak akan pernah tahu bahwa mungkin karena kelalaian kita, nyawa orang lain dapat saja terancam bahkan hilang. Saya pribadi selalu mengatakan ke orang-orang terdekat saya, "Apakah kamu yakin saya tidak bawa Covid-19?" untuk menciptakan awareness. 

Mari kita terus mendukung pemerintah dan para tenaga kesehatan semaksimal mungkin dalam mengecilkan kemungkina penyebaran Covid-19 baik secara fisik (protokol kesehatan) maupun mental.

Mental dalam artian cara kita menaggapi, bereaksi dan menyebarkan informasi-informasi di media sosial. Ada baiknya kita selalu berpatok pada sumber-sumber terpercaya dan selalu menegecek kebenaran informasi agar terhindar dari HOAX yang dapat merugikan serta merubah mindset orang lain. 

Pada akhirnya kita juga harus selalu mensyukuri karunia Tuhan atas kehidupan kita saat ini. Semoga Tuhan selalu menyertai aktivitas kita selama pandemi ini dan semua kesusahan ini dapat cepat berakhir. Thanks God and always be positve (dalam PIKIRAN, PERASAAN serta perbuatan).

Salam hangat, 

MT

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun