"Jangan terlalu banyak pakai sasi-sasi, Nak. Aku tidak mengerti. Bicaralah memakai bahasa yang bisa aku dan Narsih mengerti." Jamil, hanya diam.Â
Pak Tarjo kemudian meneruskan kata-katanya, "Memangnya sebesar apa pengaruh pendidikan pada kehidupan kita? Apa betul yang kalian materi yang kalian pelajari berlaku untuk kehidupan sehari-hari? Kamu tahu harga satu gorengan itu berapa? Seribu. Kalau kalau kamu beli dua ribu, kamu dapat tiga. Bukankah itu menyalahi hukum matematika? Sekarang kamu mengerti kan bahwa pelajaran di kelasmu itu hanyalah omong kosong."
Jamil hanya bergeming. Ia berpikir dan setengah mengamini pernyataan Pak Tarjo. Benar juga apa yang dibilang bapak tua ini. Gumamnya dalam hati.Â
Beberapa saat kemudian, Pak Tarjo melanjutkan ujaranya, "Jangan kira karena nasibku seperti ini, lalu aku tidak mengawasi keadaan sekitar, Nak. Aku memang pencuri. Tetapi, aku hanya mencuri beberapa persen harta milik orang kaya hanya untuk mencukupi kebutuhanku dan keluargaku. Apa kau berpikir itu menjijikkan? Lebih menjijikkan mana antara aku dan pejabat-pejabat, yang katanya pernah menempuh pendidikan setinggi-tingginya, yang menelan uang miliaran?"
Tetap tak ada respon apa-apa dari Jamil. Dia menyadari ungkapan bapak tua itu sangat perlu ditelan. Tetapi, sebentar dulu. Siapa yang memberitahu pak tua ini tentang kabar itu? Dari mana dia tahu bahwa banyak pejabat yang korupsi? Bukannya dia kerjanya nimbrung di warung saja?
"Tak usah kau bertanya-tanya dari mana aku tahu berita itu, Nak. Sebagian besar waktuku telah kuhabiskan di warung ini dan telah banyak orang yang berkunjung ke sini membahas persoalan itu. Setidaknya aku sedikit tahu tentang keadaan. Bagaimana denganmu? Apa saja yang kau dengar selama ini?" ujar pak Tarjo seolah mengerti apa yang tengah dipikirkan Jamil.
Tak menunggu jawaban dari Jamil, Pak Tarjo menghabiskan kopinya dan meninggalkan uang seribu untuk air hangatnya. Kemudian, ia melangkah meningalkan warung. Tak peduli apa yang tengah berkecamuk dalam pikiran Jamil, ia membiarkannya menemukan sendiri jawaban-jawabannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H