Mohon tunggu...
Michael Nicodemus
Michael Nicodemus Mohon Tunggu... -

Khaylila Shiva Abigail (05 April 2011)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Politikanubis!

18 Desember 2010   11:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:37 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

dan kemudian terdengar jeritan lantang sosok para tuan

tanpa ragu malu serukan perubahan berselimut kelayakan

saling beradu suara tuan ditelinga gerombolan simpatisan

lalu sejenak kemudian gambar pahlawan bertebaran

liang peranakan amis mulut kalian

ketika melenggang parlente ke gedung senayan

membawa koper dan sungging senyum kemenangan

lalu mesra istri terbisikkan " mulai kini kan terjamin keuangan "

disertai sejumput kecupan meninggalkan anyir lendir tuan

woooyyyy ! kami kelaparan dan berserak dijalanan

bengal memang tuan semudah berak menghilangkan

kotor jari kami demi stabilitas perpanjangan hidup tuan

kembali simpatisan menjadi seonggok kering kotoran

bandang liur kalian tertumpah dengan mata syahdu nan lelap

ketika ludah kami pun tak lagi dapat terproduksi

ketika mata kami pun tak lagi dapat berbanding dengan babi

ketika suara kami tak terteriakan !

ketika nafas kami tersengal dan berharap dijemput oleh kuasa TUHAN

sehingga setiap penat dan penderitaan yang kami beban dapat terbang

sehingga seluruh sesak yang menghantui ketika gelap seketika lenyap

sehingga setiap teriakan hidup kami menjadi bisik kematian kalian

sehingga setiap doa yang kami layangkan memburu kalian sebagai kutukan

sehingga ludah kami dapat membanjiri jiwa kalian

sehingga mata kami terbelak melihat kalian tenggelam dalam kesengsaraan

dan tak ada lagi suara pembelaan di akhir perjalanan

untuk setiap kata manis tuan yang berevolusi menjadi empedu racun yang tertelan

untuk setiap janji tuan yang membawa kami setengah hidup dalam penantian

untuk setiap bisikkan mesramu yang membuat jiwa papa kami berhamburan.

hingga akhirnya terdengar lantang jerit tuan memohon pengampunan....................................

Bandung 16 Desember 2010

Atas Nama Meja Kursi Asap Rokok Es Teh Manis dan Rayuan Gombal Rintik........Hujannn :)

MERDEKA !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun