Mohon tunggu...
Michael D. Kabatana
Michael D. Kabatana Mohon Tunggu... Relawan - Bekerja sebagai ASN di Sumba Barat Daya. Peduli kepada budaya Sumba dan Kepercayaan Marapu.

Membacalah seperti kupu-kupu, menulislah seperti lebah. (Sumba Barat Daya).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pemerintah Perlu Me-lockdown Negara

16 Maret 2020   22:55 Diperbarui: 17 Maret 2020   00:36 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, jika virus masuk sampai ke daerah-daerah terluar maka akan sangat berbahaya. Fasilitas kesehatan sangat tidak memadai. Bayangkan dengan sekian banyak pulau dalam satu propinsi dan dengan jarak antar daerah yang begitu jauh cuma ada satu rumah sakit yang memenuhi standar mengatasi COVID 19 yaitu rumah sakit yang berada di ibu kota propinsi. Jadi bisa dibayangkan akan ada berapa banyak nyawa yang hilang karena tidak tersedianya layanan kesehatan. 

Belum lagi di daerah-daerah pelosok, jangankan info dan pemahaman tentang cara pencegahan COVID 19 yang belum diketahui, apa yang sedang terjadi di dunia saat ini saja mereka tidak tahu. Mendengar kata corona merupakan kata asing ditelinga mereka. Terlebih mereka yang tinggal di kampung-kampung yang jangankan televisi, listrik saja belum ada. 

Jika ada salah satu teman atau warga yang terpapar Corona maka dengan lugunya mereka akan saling tolong menolong yang menyebabkan semakin banyak yang terpapar COVID 19 dan meninggal. Karena pemahaman mereka yang rendah terkait Corona.

Berbeda dengan orang-orang yang hidup di daerah seperti Jakarta atau Jawa pada umumnya, ketika muncul gejala COVID 19 pada seseorang maka bisa segera diperiksa. Di daerah luar jawa, pasiennya sudah mati di tengah perjalanan baru tiba di rumah sakit.

Tentu saja para kapitalis dan orang beruang akan mengalami kerugian besar-besaran tetapi tidak bisa dibayangkan akan berapa banyak rakyat kecil diluar sana yang akan merenggang nyawa. Mungkin bisa sedusun, sedesa, sekabupaten, atau bisa lebih buruk lagi.

Uang bisa dicari lagi namun anak-anak yang kehilangan orang tuanya tidak bisa dibangkitkan lagi dari kubur. Pemerintah terlalu egois jika lebih mengutamakan keselamatan ekonomi dibanding keselamatan nyawa rakyatnya.

Memang kelihatan sepertinya bukan lockdown yang dibutuhkan tetapi pembatasan pada daerah-daerah yang sudah ada pasien positif Corona dan juga diperbanyak petugas kebersihannya.

Paling tidak dengan kebersihan lingkungan akan memperlambat penyebaran virus, masyarakat diberi penyuluhan untuk lebih sering cuci tangan,membersihkan lingkungan dengan disinfectant products (Clorox/byclean/dettol).

Namun, untuk istilah pembatasan pada daerah-daerah tertentu tidak perlu diumumkan juga pasti dengan sendiri masyarakat akan berusaha melakukan pembatasan kunjungan dari dan ke daerah-daerah yang sudah ada penyebaran virusnya.

Persoalannya adalah pemerintah menutup-nutupi beberapa informasi dan fakta sehingga melemahkan daya waspada masyarakat. Alasan yang dikemukakan pemerintah sederhana saja yaitu takut masyarakat panik. 

Daerah yang terpapar Corona tidak disebutkan tempat spesifiknya hanya nama provinsinya. Tidak ada peta penyebaran Corona secara detail seperti yang dibuat negara-negara lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun