Mohon tunggu...
Michael D. Kabatana
Michael D. Kabatana Mohon Tunggu... Relawan - Bekerja sebagai ASN di Sumba Barat Daya. Peduli kepada budaya Sumba dan Kepercayaan Marapu.

Membacalah seperti kupu-kupu, menulislah seperti lebah. (Sumba Barat Daya).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki Pencari Kerja

19 Oktober 2019   16:53 Diperbarui: 19 Oktober 2019   17:01 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam perjalanan menuju ke tempat lowongan kerja kedua itu lah lagu Iwan Fals bergaung dalam kepalanya yang kadang diselingi senyum ibunya muncul di pelupuk mata. Dengan wajah sedih, ia merasa bersalah  akan membuat senyum di wajah ibunya nanti hilang jika ia gagal lagi kali ini.

Dengan langkah agak ragu akibat berbagai kegagalan yang ia alami selama ini, akhirnya ia memberanikan diri untuk memasukan lamaran di kantor yang sedang ia tuju tersebut. Setelah menyerahkan berkas ke bagian HDR di kantor Lembaga Swadaya Masyarakat tersebut, ia diberitahu menunggu sejenak untuk langsung bertemu dengan direktur yayasan tersebut.

Setelah lima belas menit menunggu, akhirnya ia dipersilahkan masuk ke dalam ruangan direktur yayasan tersebut. Awal hingga pertengahan pembicaraan dan tanya jawab, semuanya berjalan lancar.
Pertanyaan yang sejak awal pembicaraan dalam hati ia harapkan tidak ditanyakan, yang sudah membuatnya merasa nyaman sejauh itu, pada bagian akhir ternyata muncul juga. Tentu saja pertanyaan itu adalah tentang pengalaman bekerja. Pertanyaan yang sudah membuatnya kehilangan kesempatan untuk memahat senyum bangga di wajah ibu dan semua keluarganya.

Akibat pertanyaan tentang pengalaman kerja itu, ia tidak diterima sebagai pegawai di beberapa kantor yang sudah dilamarnya. Walau demikian ia tetap menjawab secara jujur tanpa mengarang sedikit pun cerita tentang pengalamannya bekerja. Wajah direktur yang awalnya antusias terhadap dirinya, akhirnya berubah agak kecewa setelah mendengar bahwa ia belum mempunyai pengalaman bekerja sama sekali.

Dalam hatinya ia bergumam " Akhirnya harus gagal lagi karena pertanyaan sial yang satu itu". Tiba-tiba banyangan bagaimana senyum mengembang di wajah ibunya ketika menyiapkan sarapannya pagi tadi muncul depan matanya. Seketika itu juga wajahnya berubah menjadi semakin sedih. Ia takut senyum di wajah ibu nantinya akan hilang ketika tahu ia gagal lagi.

Sebelum berpamitan pulang dengan direktur tersebut, tiba-tiba bayangan S. Ramanujan dalam film The Man Who Knew Infinity muncul. Ia bimbang apakah harus mengutarakan apa yang ingin disampaikannya atau diamkan saja.

Akhirnya, mengingat dalam tanya jawab tadi memang direktur tersebut sepertinya fasih berbahasa inggris dan berpikir sudah kepalang basah sekalian saja gundahnya, akhirnya ia putuskan untuk menyampaikan kata-katanya.

Dengan ungkapan bahasa inggris yang agak kaku sembari menjabat tangan dan menatap mata sang direktur, dengan tanpa ragu ia mengutip S. Ramanujan "what you see now might ordinary glass, I promise you will soon remain to see a diamond". Dengan lega dan langkah tegap tanpa beban, ia berjalan santai meninggalkan kantor tersebut.

Seminggu kemudian, ia selalu bangun pagi menikmati sarapan sembari memandangi senyum bangga menghias di wajah ibunya. Ia pun tak pernah disindir lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun