Mohon tunggu...
Michael D. Kabatana
Michael D. Kabatana Mohon Tunggu... Relawan - Bekerja sebagai ASN di Sumba Barat Daya. Peduli kepada budaya Sumba dan Kepercayaan Marapu.

Membacalah seperti kupu-kupu, menulislah seperti lebah. (Sumba Barat Daya).

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Iman dan Akal Budi Menurut Thomas Aquinas

17 Mei 2019   14:28 Diperbarui: 17 Mei 2019   14:39 2143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://en.wikipedia.org 

BIBLIOGRAFI

Thomas Aquinas lahir di Aquino, dekat Monte Casino Italia pada tahun 1225. Keluarganya adalah sebuah keluarga bangsawan yang kaya raya. Ayahnya, pangeran Landulph, berasal dari Aquino, sedang ibunya, Theodora, adalah puteri bangsawan dari Teano. Ketika berusia 5 tahun, Thomas dikirim belajar pada rahib Benediktin di Biara Monte Casino. Disana ia memperlihatkan suatu kepandaian yang luar biasa. Ia rajin belajar dan tekun berefleksi serta tertarik pada segala sesuatu tentang Tuhan.

Ketika berusia 14 tahun, Abbas Monte Casino yang kagum akan kecerdasan Thomas Aquinas, mengirim dia untuk belajar di universitas Napoli. Di Universitas itu, Thomas berkembang pesat dalam pelajaran filsafat, logika, tata bahasa, retorik, musik, dan matematika. Ia bahkan jauh lebih pintar dari guru-gurunya pada masa itu. Di Napoli, untuk pertama kalinya ia bertemu dengan karya-karya Aristoteles yang sangat mempengaruhi pandangannya di kemudian hari.

Thomas yang tetap menjauhi semangat duniawi dan korupsi yang merajarela di Napoli, segera memutuskan untuk menjalani kehidupan membiara. Ia tertarik pada corak hidup dan karya pelayanan para biarawan ordo Dominikan yang tinggal di sebuah biara dekat kampus dimana ia belajar. "VERITAS (kebenaran)" yang menjadi moto para biarawan Dominikan, sangat menarik hati Thomas. Akan tetapi, keluarganya berusaha menghalang-halangi dia agar tidak menjadi seorang biarawan Dominikan. Mereka lebih suka kalau Thomas menjadi seorang biarawan Benediktin di Monte Casino. Untuk itu, berkat pengaruh keluarganya, ia diberi kedudukan sebagai Abbas di Monte  Casino. Tetapi Thomas dengan gigih menolak hal itu. Agar bisa terhindar dari campur tangan keluarganya, ia pergi ke Paris untuk melanjutkan studi. Tetapi di tengah jalan, ia ditangkap oleh kedua kakaknya dan dipenjarakan di Rocca Secca selama  dua tahun.

Selama berada di penjara itu, keluarganya memakai berbagai cara untuk melemahkan ketetapan hatinya. Meskipun demikian, Thomas tetap teguh pada pendirian dan panggilannya. Di dalam penjara itu, Thomas menceritakan rahasianya kepada seorang sahabatnya, bahwa ia telah mendapat rahmat istimewa. Ia telah berdoa memohon kemurnian budi dan raga pada Tuhan. Tuhan mengabulkan permohonannya dengan mengutus dua orang malaikat untuk meneguhkan dia dan membantunya agar tidak mengalami cobaan-cobaan yang kotor dan berat.

Selama berada di penjara, Thomas diizinkan untuk membaca buku-buku rohani, dan tetap menggunakan jubah Ordo Dominikan. Ia menggunakan waktunya untuk mempelajari kitab suci, metafisika Aristoteles dan buku-buku dari Petrus Lombardia. Ia sendiri membimbing saudarinya dalam merenungkan kitab suci hingga akhirnya tertarik juga menjadi seorang biarawati. Akhirnya keluarganya menerima kenyataan bahwa Thomas tidak bisa dipengaruhi. Mereka membebaskan Thomas dan membiarkan dia meneruskan panggilannya sebagai seorang biarawan Dominikan.

Untuk sementara Thomas belajar di Paris. Ia kemudian melanjutkan studinya di Cologna, Jerman di bawah bimbingan santo Albertus Magnus, seorang imam Dominikan yang terkenal pada masa itu. Di cologna, Thomas ditabiskan menjadi imam, pada tahun 1250. Pada tahun 1252, ia diangkat menjadi profesor di Universitas Paris dan tinggal di Biara Dominikan Santo Yakobus. Ia mengajar kitab suci dan lain-lainnya dibawah bimbingan seorang profesor kawakan.

Tak seberapa lama, Thomas terkenal sebagai seorang pujangga  yang tak ada bandingannya pada masa itu. Ia jauh melebihi Albertus Magnus pembimbingnya di Cologna dalam pemikiran dan kebijaksanaan. Tulisan-tulisannya, menjadi harta gereja  yang tak ternilai hingga saat ini. Taraf kemurnian hatinya tidak kalah dengan ketajaman akal budinya yang mengagumkan; kerendahan hatinya tak kalah dengan kecerdasan budi dan kebijaksanaanya. Oleh karena itu, Thomas diberi gelar "Doctor Angelicus" yang berarti "Pujangga Malaikat"
Pada tahun 1264, ia ditugaskan oleh Sri Paus Urbanus IV (1241-1264) untuk menyusun teks liturgi misa dan ofisi pada Pesta Sakramen Maha Kudus. Lagu-lagu hymne (pujian) antara lain "Sacris Solemniis", dan "Lauda Sion" menunjukan keahlian dalam sastra Latin dan ilmu ketuhanan. Dalam satu penampakan, Yesus Tersalib mengatakan kepadanya: "Thomas, engkau telah menulis sangat baik tentang diriku. Balasan apakah yang kau inginkan dari padaku?" Thomas menjawab: "tidak lain hanyalah DiriMu!"

Dalam perjalanannya untuk menghadiri konsili di Lyon, Perancis, Thomas meninggal dunia di Fossa Nuova pada tahun 1274.

IMAN DAN AKAL BUDI MENURUT THOMAS AQUINAS

Akal budi (intellectus) merupakan kemampuan yang secara hakiki terbuka bagi yang tak terbatas(Mangus-Suseno,1997 : 83). Akal budi berasal dari bahasa Latin ratio. Dalam pemahamanThomas, akal budi merupakan sebuah kemampuan hakiki yang memberi ciri tersendiri bagi manusia bila dibanding dengan mahkluk lain seperti binatang. Oleh adanya akal budi manusia menjadi ciptaan unik sekaligus yang membedakan manusia dari ciptaan lain.

Manusia memiliki akal budi sedangkan ciptaan lain tidak memiliki kemampuan itu. Dengan ciri dan kemampuan dasar ini manusia dapat membuka diri bagi yang tak terbatas, karena pada hakekatnya cahaya akal budi adalah sebuah keterbukaan tak terhingga atau cakrawala insani tak terbatas. Akal budi merupakan suatu potensi insani tak terbatas yang senantiasa terbuka untuk segala hal bahkan kepada ruang ketakberhinggaan.

Namun manusia menyadari keterbatasan akal budinya. Oleh keterbatasan itu manusia juga sadar bahwa ia tidak dapat secara tuntas membahas semua hal yang dapat dikatakan dan dikenal. Pada saat itu tampak "ruang lain" dalam pengalaman hidupnya. Di hadapan ruang lain ini, akal budi sebagai satu keterbukaan tetap membuka diri sekalipun ia tetap sadar bahwa ruang lain asing dan arena itu harus digapai dengan kemampuan lain. Dengan bantuan filsafat, manusia memang telah berusaha memahami segala sesuatu secara baik dan benar oleh kemudahan tawaran kerangka nalar tertentu yang logis dan eviden. Namun bantuan istimewa ini tetap saja terbatas sifatnya dan karena itu manusia membutuhkan pemberian atau anugerah lain. Anugerah lain itu tampak dalam apa yang disebut IMAN.

Menurut Thomas, agar manusia dengan akal budinya dapat sampai kepada Tuhan sebagai kebenaran pokok, ia harus menggunakan cahaya dan prinsip-prinsip dasar yang eviden, yang dirumuskan dalam filsafat. Sebaliknya dengan iman manusia dapat mencapai Tuhan tanpa perlu menggunakan prinsip-prinsip manusiawi tetapi cukuplah dengan dasar percikan Wahyu Allah.

Apa yang disebut sebagai iman, menurut Thomas, bukan merupakan hasil persetujuan manusia atas berbagai negosiasi mengenai kebenaran melainkan merupakan anugerah yang bersumber pada kebenaran ilahi. Model kebenaran ini pada gilirannya melahirkan hubungan dengan Allah sebagai Pengada Utama.

Thomas Aquinas menegaskan bahwa kehadiran iman tidak menggantikan peran akal budi. Ia merumuskan peran iman sebagai penyempurna karya akal budi. Jadi, di satu sisi Thomas tetap menghargai peran akal budi, tetapi di sisi lain ia tidak memutlakkan peran akal budi itu. Akal budi tetap penting sejauh ia tetap harus berkolaborasi dengan iman untuk dapat tiba pada perwujudannya yang otentik. Namun anugerah yang sifatnya terjadi begitu saja tanpa persetujuan manusia ini dapat menjadi lebih mungkin karena peran akal budi. Pada titik pandang lainnya, orang dapat mengatakan oleh adanya iman, akal budi dapat mencapai pengetahuan akan kebenaran sejati.

BERCERMIN DARI REALITAS

Pendapat Thomas tentang iman dan akal budi yang berjalan beriringan memang bukan suatu yang mustahil. Iman dan akal budi memang mempunyai interdependensi yang sangat kuat. Akal budi membantu manusia mencerna Kemahakuasaan Allah dan iman membantu menyempurnakan apa yang menjadi pikiran manusia.

Namun, dalam realitasnya orang sering beranggapan bahwa iman dan akal budi adalah dua hal yang saling bertolak belakang. Iman sering dipandang hanya sebagai sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan (religius), suatu hal yang suci sedang akal budi dipandang sebagai sesuatu yang berhubungan dengal hal duniawi (profan), suatu yang tidak suci. Oleh karena itu orang sering beranggapan orang yang ber-iman tidak boleh mencampurbaurkan hal duniawi (akal budi) dalam imannya dan dengan demikian akal budi ditolak. Begitu pula, orang yang ber-akal budi (kaum intelektual) segan mencampurbaurkan iman dalam proses penalarannya dan dengan demikian iman ditolak.

Pemisahan antara akal budi dan iman sebagai dua hal yang saling bertolak belakang semakin menyata dalam diri seseorang seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Setiap kejadian luar biasa yang dalam iman dianggap sebagai suatu karya Tuhan (mukjizat) kini dianggap sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja. Semua karya Tuhan diangap sebagai suatu fenomena belaka. Sebagai contoh; ketika musa membelah laut merah. Oleh orang ber-iman khususnya orang Yahudi di saman itu, hal itu dianggap sebagai suatu mukjizat namun kini hanya dianggap sebagai suatu fenomena alam biasa.

Walau memang benar, pada kenyataannya air laut yang terbelah oleh karena fenomena alam yang secara akal budi dikaji bahwa air laut itu terbelah oleh karena tiupan angin timur yang sangat kencang sehingga membentuk dinding pada laut merah. Namun perlu disadari pula bahwa disana karya Allah terjadi. Hal ini dapat terjawab dengan pertanyaan "mengapa Musa dan Bangsa Israel datang tepat saat  angin timur bertiup kencang sehingga membentuk dinding pada laut yang memisahkan kedua bagian dari laut merah? Apakah Musa seorang yang sangat pintar sehingga ia tahu kapan air laut akan terbelah dan tepat saat yang bersamaan ia harus mengayunkan tongkatnya?

Secara akal budi pertanyaan diatas tentu tidak dapat dijelaskan. Oleh karena itu, muncul ruang kosong. Ruang kosong ini perlu diisi dengan sesuatu untuk mencerna kejadian luar biasa seperti ini. Sesuatu yang dapat mengisi ruang kosong itu tentu saja adalah IMAN. Jadi tepatlah gagasan Thomas Aquinas bahwa iman yang menolong akal budi dan iman sebagai penyempurna akal budi.

Selain itu manusia  juga hendaknya sadar bahwa Tuhan ingin berkarya kepada umat-Nya lewat hal biasa dalam kejadian alam yang sederhana agar akal budi manusia yang sederhana dapat  mencerna, mengerti dan memahami jalannya karya Tuhan. Jika saja Tuhan berkarya melalui hal-hal yang tak dapat dinalar oleh manusia maka manusia akan menjadi bingung dan proses pembelajaran manusia dalam pengembangan pengetahuannya akan kosong.

Misalkan, di saat Israel dikejar bangsa Mesir dan Tuhan dengan kuat kuasa-Nya langsung menghilangkan bangsa Israel dari tengah orang Mesir  berpindah ke Tanah Kanaan maka proses pembelajaran akan sesuatu yang baru di saat itu tidak ada sama sekali dalam erat kaitannya dengan proses pengembangan intelektual manusia. Manusia hanya akan menjadi "obyek" karya Tuhan. Dengan demikian secara tidak langsung kebebasan manusia telah dirampas oleh Tuhan sendiri. Tetapi ketika Tuhan memberi kesempatan kepada manusia untuk berpikir dan memahami karya-Nya, manusia telah menjadi "subyek" karya Tuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun