Mohon tunggu...
Michael Bram Febrian
Michael Bram Febrian Mohon Tunggu... -

Nama saya Michael Bram Febrian saya biasa di panggil bram saya kuliah di STIE Musi Palembang jurusan manajemen

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kamar Berdarah dan Lingsir Wengi

6 September 2014   22:24 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:26 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dan ada juga suara ketukan dari jendela tuk...tuk..tuk..tuk yang sangat kuat sekali

Damn! Segala posisi sudah aku coba hingga memasang earphone lalu mendengar musik-musik cadas kesukaanku. Tapi suara itu...semakin nyaring terdengar hingga ke dalam hati, bukan hanya di telingaku!

Aku singkirkan bantal, menyibak selimut. Lalu berjalan ke luar kamar. Jam sudah menunjukan pukul tiga dinihari. Bermodal sok berani dan rasa penasaran yang tinggi, aku keluar kamar. Let's find something! Aku adalah Sheren si pemberani. Berulang kali kucamkan dalam hati.

Tiba-tiba terdengar suara anak tertawa kecil dan suara sinden di dalam kamar "Lia's Room". Aku terdiam di balik pintu. Dengan percaya diri, ku ketuk pintu perlahan. Tak ada jawaban.

Aku beranikan diri untuk tidak berlari. Kupantulkan pandangan ke bawah pintu, ke telapak kakiku. Darah lagi! Darah itu mengalir di sela-sela jari kakiku. Kudiamkan saja. Kuanggap tak ada. Aku kumpulkan semua jurus keberanian untuk tidak beranjak dari tempatku berdiri. Meski gemetar lututku tak bisa kuhindari.

Dan terdengar lagi suara sinden itu
"Lingsir wengi sliramu tumeking sirno…Ojo tangi nggonmu guling…Awas jo ngetoro…Aku lagi bang wingo wingo…Jin setan kang tak utusi…Dadyo sebarang…Wojo lelayu sebet…"
Tiga menit berlalu. Akhirnya, kubuka paksa pintu yang terkunci itu. Kudobrak dengan sekuat tenaga. Sambil komat-kamit menyebut nama-Nya, aku berhasil membukanya. Aku tak peduli. Aku harus tahu ada apa? Seperti ada yang menuntunku untuk masuk ke dalam.

Suasana tiba-tiba senyap. Kamarnya gelap. Tetapi cahaya bulan yang terang seolah masuk melalui celah-celah jendela. Tak kudengar apa-apa lagi. Sekilas ku lihat kamar itu rapi. Terlalu rapi untuk ukuran kamar anak-anak. Mungkin karena memang tidak ditinggali.

Aku nyalakan lampu. Betapa kagetnya jantungku, serasa ingin berhenti! Semua tembok yang mengelilingi kamar terlihat seperti diciprati oleh darah. Bau anyir menusuk hidungku. Tirai penutup jendela bergerak seolah ditiup angin kencang. Lantai kamar itupun penuh dengan genangan darah di mana-mana. Sekilas aku perhatikan, di atas genangan darah itu terdapat tapak-tapak seperti telapak kaki anak kecil. Mengarah ke arah jendela kamar.

Suara-suara yang memanggil namaku kini kembali jelas terdengar. Aku beranikan melihat jendela yang tirainya tersibak. Seorang anak perempuan bermimik pucat dengan rambut dikuncir dua. Tersenyum ke arahku lalu melambaikan tangannya. Itu kan...itu kan...wajah anak kecil yang fotonya bertebaran di ruang keluarga rumah ini!
Aku lalu tidak ingat apa-apa. Semua gelap.

***
Dan anak kecil menghampiri dia dengan membawa pisau yang ada di tangannya dengan muka berlumur darah . Anak kecil itu mentancapkan pisau itu di belakang aku.
Akhirnya tempat penginapan ku akhirnya di tutup.

TAMAT

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun