"Permisi, Neng, tadi saya lupa kasih tahu, untuk makan malam hari ini, Neng bisa datang ke warung yang dekat ujung jalan itu. Istri Mamang sedang sakit, jadi belum bisa masak dulu."
Duar.. Duar..duar
Ya ampun! Aku kaget bukan kepalang. Hampir-hampir saja cangkir antik ini lepas dari genggaman tangan saya. Ingin rasanya bilang, aduh Mang...kenapa sih datangnya tiba-tiba? Langsung muncul saja di belakangku. Suara langkah kakinya saja tidak terdengar sama sekali. Seperti hantu saja. Huh.
Bapak yang aku panggil Mang tarnak itu pergi lagi tanpa basa-basi. Orang yang aneh. Keluar masuk rumah ko' yah tidak permisi dulu? Tapi sudahlah.
***
Malam merambat cepat. Keadaan rumah mendadak hening. Sepi sekali. Aku nyalakan televisi sebagai pengusir sunyi.
Pada akhirnya, aku memutuskan makan malam di rumah ini saja. Dengan semangkuk mie instan rasanya sudah cukup kenyang.
Di ruang keluarga, aku membuka laptopku. Menulis. Yah, aku memang membutuhkan suatu tempat yang senyap untuk menyelesaikan tesisku. Inilah tujuan utamaku berada di sini. Jauh dari keramaian ibukota. Jauh dari kebisingan tempat tinggalku sebenarnya.
Rumah ini kudapati dari info seorang kawan lama. Terletak di sebuah pedesaan. Walau di desa, tapi bangunannya sudah modern dan perabotan rumahnya lengkap, hingga aku tidak perlu repot-repot lagi mengurus semuanya. Makanpun disediakan oleh istri Mang tarnak.
Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Aku matikan laptop untuk segera tidur. Suara jangkrik di luar rumah terdengar begitu nyaring. Sesekali burung hantu berkicau dengan suara khasnya. Ah, bulu kudukku tiba-tiba berdiri. Aku segera masuk ke dalam kamar. Melupakan semua bayangan hororku. Menghibur hati sendiri. Mungkin aku belum terbiasa.
***
Tiba-tiba aku mendengar suara dobrakann duar ... Duar .. Duar dan seluruh horden jendelaku terbuka. Serasa udara yang dingin seketika di tambah suara sinden yang tak jelas itu dari mana beradanya.
"Lingsir wengi sliramu tumeking sirno…Ojo tangi nggonmu guling…Awas jo ngetoro…Aku lagi bang wingo wingo…Jin setan kang tak utusi…Dadyo sebarang…Wojo lelayu sebet…"
"Kak sheren...Kak Sheren..."
Aku terbangun dari tidur. Siapa yang panggil-panggil namaku? Ku kucek mataku, jam dinding masih menunjukan pukul dua malam. Ah, aku mimpi buruk sepertinya dan suara sinden serta suara panggilan anak kecil itu semakin dekat saja