Mohon tunggu...
Michael Hananta
Michael Hananta Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Antara Pilkada DKI dan Isu SARA: Sebuah Simpati untuk Anies Baswedan

18 Mei 2017   18:49 Diperbarui: 14 Oktober 2017   02:16 2895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari situ, Anies menurut sebagian orang dianggap telah kehilangan idealismenya sebagai intelek dan menghalalkan segala cara untuk memenangkan Pilkada, termasuk dengan memanfaatkan kekuatan kelompok-kelompok anti-Ahok seperti FPI dan MUI.

Sungguh kasihan Anies Baswedan.

Bila melihat elektabilitas ketiga pasangan calon pada bulan September (Agus, Ahok, Anies), pasangan Anies-Sandi bahkan masih kejar-kejaran dengan Agus-Sylvi. Survei LSI pada akhir September 2016 masih menganggap Ahok-Djarot berpeluang besar mempertahankan jabatan mereka, sementara elektabilitas Anies-Sandi (21,1%) hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan Agus-Sylvi (19,3%), sekalipun masih ada swing voters sebanyak 28,2 persen.

Situasi masyarakat sebelum itu juga bisa dilihat masih stabil. Belum ada cekcok sama sekali. Masih adem ayem.

Sampai Buni Yani mengunggah video sosialisasi Ahok di Kepulauan Seribu yang menjadi viral dan menimbulkan suasana yang jauh berbeda.

Entah orang-orang percaya terhadap video Buni Yani yang diyakini “editan” atau video asli, persepsi orang terhadap Ahok mulai berganti. Yang jelas respek sebagian masyarakat terhadap Ahok menurun drastis. Sekalipun Ahok telah meminta maaf (entah Ahok menyadari dia salah atau tidak), kasus ini terus bereskalasi menjadi semakin heboh sampai aksi bela agama untuk memenjarakan Ahok dilancarkan berkali-kali. Secara tidak langsung elektabilitas Anies akan naik dengan sendirinya. Alhasil, Ahok kalah Pilkada, apalagi akhirnya divonis dua tahun penjara.

Apakah ini berarti Anies bergembira di atas segala kekuatan yang melanggengkannya ke kursi DKI 1? Saya rasa tidak sepenuhnya.

Anies boleh

berbahagia merayakan kemenangannya dalam Pilkada DKI, yang menurut sebagian orang (terutama mereka yang sangat membenci Ahok) merupakan kemenangan landslide. Akan tetapi Anies akan memiliki PR moral sekaligus tekanan besar sebagai pemimpin Jakarta selanjutnya.

Dengan sedemikian besar kekuatan anti-Ahok yang menggolkan Anies menjadi gubernur DKI, tentu Anies mau tidak mau harus “berterima kasih” terhadap orang-orang ini. Anies tentu harus menjadi pembela utama ketika organisasi-organisasi seperti FPI yang telah “mendukung sang gubernur Muslim” habis-habisan berada di bawah ancaman akan dibubarkan oleh rezim Jokowi.

Anies secara tidak langsung harus menjadi salah satu orang terdepan yang membela ormas-ormas semacam FPI ketika mulai “gembos”, terutama setelah sang Habib Rizieq mulai disandung kasus-kasus seperti “WhatsApp bokep”, penistaan Pancasila, atau hal-hal aneh lainnya yang muncul dari mulut sang habib.

Anies secara tidak langsung “berutang budi” terhadap ormas-ormas yang telah terlibat dalam kemenangannya (Republika)
Anies secara tidak langsung “berutang budi” terhadap ormas-ormas yang telah terlibat dalam kemenangannya (Republika)

Kini sang gubernur terpilih dituntut untuk memiliki kinerja yang setidaknya sama dengan yang telah ditunjukkan gubernur sebelumnya yang kini berjuang keras membebaskan diri dari mendekam di jeruji besi. Sang Ahok yang dikenal “bengis” menghadapi anggota DPRD dan lawan-lawan politik yang ia anggap hanya ingin mengisi perutnya sendiri kini telah digantikan oleh sang Anies yang terkenal kalem, sopan, berpendidikan tinggi, Muslim yang taat pula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun