Mohon tunggu...
Michael Hananta
Michael Hananta Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Donald Trump vs Hillary Clinton: Tough Choice, America?

8 Juni 2016   16:15 Diperbarui: 8 Juni 2016   16:19 2837
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Donald Trump. Sumber: www.donaldjtrump.com

Trump juga banyak dicecar akan pendapat-pendapatnya mengenai masalah-masalah sosial yang sedang berlangsung. Trump beranggapan bahwa perubahan iklim merupakan teori konspirasi yang dibuat-buat oleh Tiongkok. Ia sendiri berpikir bahwa gaji rata-rata warga negara Amerika Serikat terlalu tinggi sementara kemiskinan semakin meningkat. Anggapannya bahwa tindak aborsi merupakan tindak kriminal mengundang kritik dari pihak pro-choice. Sikap rasisme akan keturunan Amerika Latin yang ia tunjukkan kepada hakim federal Gonzalo Curiel baru-baru ini (terkait lawsuit mengenai Trump University) semakin merusak nama baiknya sebagai nominee dari Partai G.O.P.

Jadi, apakah Trump dengan rencana-rencana gilanya itu memang pantas menjadi Presiden Amerika Serikat? Kalau Trump yang terpilih, bisakah Anda bayangkan sikap politiknya terhadap Indonesia sebagai negara Islam terbesar di dunia?

Kedua, Hillary Clinton.

Hillary Clinton. Sumber: theatlantic.com
Hillary Clinton. Sumber: theatlantic.com
Saya percaya nama Hillary Clinton di Indonesia mendapat lebih banyak komentar positif ketimbang Donald Trump. Clinton sendiri yang pernah disambut cukup baik di Indonesia juga diprediksi akan mengalahkan Trump dengan selisih poin yang besar, meskipun selisih itu seiring berjalannya waktu semakin menyempit. Sebentar saja melupakan segala kebijakan politik yang dikampanyekan, siapa yang tidak suka melihat Clinton menjadi presiden wanita AS pertama? Namun, apakah Clinton memang pantas menjadi Presiden AS?

Hillary memang punya catatan positif selama "berkarya" untuk Amerika Serikat. Setidaknya hal-hal itulah yang ia banggakan dan gembor-gemborkan dalam kampanyenya. Suaminya Bill, Presiden AS ke-42, mengatakan bahwa saat masih menjadi The First Lady ia sudah berperan besar dalam pendidikan dan hak anak. Hillary mendukung penuh kebijakan Obamacare untuk menjamin kesehatan (sebagian besar) penduduk AS. Bahkan ia bersama Obama, melalui Operasi Neptune Spear yang dicetuskannya, berhasil mengeksekusi pemimpin Al-Qaeda, Osama bin Laden, dan (diyakini) mengakhiri Al-Qaeda sebagai salah satu organisasi terorisme terbesar di dunia. Tidak heran, ia mendapat dukungan yang luar biasa besar dari berbagai pihak. Mulai dari tokoh-tokoh politik terkemuka sampai selebriti seperti Christina Aguilera, Ariana Grande, Mariah Carey, Pharrell Williams, dll.

Namun di balik attitude Hillary yang terlihat ramah, demokratis, dan punya cita-cita yang besar bagi Amerika, rupanya Hillary punya catatan yang buruk sepanjang karirnya. Bukan buruk saja, benar-benar buruk. Kasus-kasusnya itulah yang menjegal kampanye Hillary dengan begitu kuat, bahkan mungkin kasus-kasus itu juga yang membuat basis suporter Hillary semakin mengeropos dan beralih mendukung Sanders.

Tidak sedikit orang Amerika Serikat yang menganggap Hillary sebagai pembohong kelas kakap. Ia berkali-kali mengubah pendapatnya dan menolak bahwa ia berbohong. Banyak hal bertolak-belakang yang ia ucapkan. Misalnya, kalau dulu ia menolak keras pernikahan sesama jenis, baru sekitar tahun 2013 ia tiba-tiba mendukung pernikahan sesama jenis, dan orang-orang menganggapnya semata-mata hanya untuk tujuan politik saja. Clinton pernah mengaku bahwa pada kedatangannya di Bosnia tahun 2008 ia pernah diserang oleh seorang penembak sniper. Kenyataannya? Bohong.

Tidak sampai di situ. Berbagai kebijakannya selama menjadi Secretary of State di bawah kepresidenan Obama semakin membuktikan "kebahayaannya". Kasus Benghazi yang memakan korban staf CIA sendiri menjadi salah satu "dosa" terbesar Clinton. Clinton juga terbukti bertindak teledor dengan menggunakan alamat e-mail pribadi untuk kepentingan rahasia negara serta menggunakan server pribadi untuk mengakses akun resmi State Department.

Hillary dengan segala kebohongan yang pernah ia ucapkan dan kebijakan yang pernah ia buat tentu membuat warga negara AS harus berpikir dua kali. Memang bila dibandingkan dengan Trump ia lebih "cocok" menjadi presiden, seratus persen. Tetapi apakah Clinton dengan sikap-sikapnya itu memang pantas menjadi penguasa nomor satu di Amerika Serikat?

And so it goes.

Inilah dilema yang akan dihadapi warga Amerika Serikat pada bulan November nanti. Bisa saya simpulkan, AS memiliki pilihan yang sulit. Yang satunya memiliki rekor politik yang begitu buruk dan dikhawatirkan akan melakukan hal yang sama ketika menjadi presiden, yang satunya tidak berpengalaman politik sama sekali tetapi siap melakukan hal-hal gila yang bisa jadi akan mengguncang seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Apakah Indonesia akan siap menghadapi kepemimpinan entah siapapun di antara mereka?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun