Mohon tunggu...
Micariandy F K
Micariandy F K Mohon Tunggu... Penulis - Perencanaan Wilayah & Kota Universitas Jember

Planologi UNEJ 2018

Selanjutnya

Tutup

Money

Ibu Kota Baru Indonesia, Perlukah?

13 September 2019   03:45 Diperbarui: 13 September 2019   04:05 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti beberapa negara tetangga yang lain, Indonesia kini juga sedang berbenah dengan memindahkan ibu kota negaranya. Hal ini merupakan implementasi upaya Indonesia untuk memisahkan wilayah pusat pemerintahan dengan pusat perekonomian. Dimana sebelumnya, seluruh pusat kegiatan nasional Indonesia terletak di satu wilayah yang sama, yaitu Jakarta.

Bukan tanpa sebab, kebijakan tersebut memiliki banyak sekali latar belakang yang mendasari urgensi pemindahan ibu kota dari Jakarta. Wacana ini pun sebenarnya telah muncul sejak awal pembentukan negara Indonesia.

Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno menyatakan bahwa ibu kota Indonesia perlu dipindahkan ke wilayah Palangkaraya karena letaknya yang tepat berada di titik tengah Indonesia.

Bahkan di masa kepemimpinan presiden-presiden selanjutnya, rencana ini masih tetap dimunculkan. Hanya saja, belum ada yang melakukan tindakan tegas untuk benar-benar merealisasikan pemindahan ibu kota. Barulah pada masa jabatan Presiden Joko Widodo, riset penentuan wilayah ibu kota baru dikerjakan dengan nyata.

Secara kewilayahan, Jakarta dinilai sudah tidak mampu membendung tingginya tingkat kepadatan penduduk dan aktivitas yang berlangsung terus menerus. Tercatat bahwa Jakarta mengalami penurunan permukaan rata-rata daratan mencapai 13cm setiap tahunnya. Hal ini diakibatkan oleh multi fungsi Jakarta yang diirngi dengan tingkat kepadatan penduduk yang semakin bertambah, sementara lingkup wilayah Jakarta tidak turut ikut bertambah. Akibatnya, beban yang dipikul oleh Jakarta kian bertambah berat setiap harinya. Belum lagi angka migrasi ke wilayah Jakarta yang masih tinggi membuat persaingan terhadap lapangan pekerjaan menjadi semakin ketat. Akibatnya, tak sedikit masyarakat yang terlantar karena ketidakmampuannya untuk bersaing mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak.

Selain itu, situasi yang tercipta di Jakarta dinilai sudah kurang nyaman lagi untuk ditinggali. Sumber daya yang tersedia di Jakarta terus menerus di eksploitasi untuk memenuhi kebutuhan penduduk. 

Kemacetan terjadi dimana-mana, kesenjangan ekonomi juga semakin terasa. Belum lagi kondisi udara Jakarta yang sudah tidak lagi aman bagi kesehatan. Tingkat polusi yang tinggi utamanya diakibatkan oleh asap kendaraan bermotor yang memenuhi Kota Jakarta. Jika terus dibiarkan, bukan tidak mungkin Jakarta dapat mengalami kegagalan fungsi dalam setiap sektornya yang tentu akan merugikan negara dan masyarakat itu sendiri.

Maka dari itu, diupayakan pemindahan ibu kota negara dari Jakarta utamanya dari Pulau Jawa, agar kegiatan pemerintahan dan aktivitas ekonomi yang sebelumnya bercampur menjadi satu dapat dikontrol dengan lebih mudah. Melalui pemindahan ibu kota, diharapkan beban yang sebelumnya terpusat di Jakarta dapat sedikit dikurangi secara bertahap sehingga menjadi kembali nyaman untuk ditinggali.

Seperti yang sudah diketahui banyak orang, perkembangan wilayah Indonesia selama ini hanya didominasi oleh pulau Jawa. Berbagai kondisi kegiatan, fasilitas, serta pembangunan yang ada di Jawa sangat berbanding terbalik dengan situasi di wilayah yang lain. 

Sehingga perlu adanya upaya pemerataan pembangunan yang salah satunya diinisiasikan dengan pemindahan ibu kota negara ke luar Pulau Jawa.

Setelah melalui serangkaian kajian dan analisa, Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutainegara di Provinsi Kalimantan Timur terpilih menjadi lokasi yang dinilai paling sesuai untuk menjadi ibu kota baru Indonesia. Daerah tersebut dipilih karena dianggap berada pada titik geografis yang terletak di zona tengah wilayah Indonesia, sehingga mampu mendukung pemerataan pembangunan secara lebih lanjut.

Selain itu, letak geografis Kalimantan Timur juga memiliki resiko bencana yang jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan Pulau Jawa. Sehingga pusat pemerintahan akan lebih mudah untuk mempertahankan kestabilan negara.

Tak hanya itu, Kalimantan Timur juga dinilai sebagai wilayah yang memiliki potensi sumber daya paling sesuai untuk mencukupi kebutuhan ibu kota yang baru. Ketersediaan lahan dan aksesibilitas yang didukung oleh adanya bandara penghubung tentu memiliki peran dukungan yang cukup penting untuk kelancaran keberlangsungan pemerintahan Indonesia.

Meski begitu, pembangunan ibu kota baru tetap harus diawasi dan dikontrol agar tidak menyalahi aturan yang telah dibuat. Perpindahan yang ditargetkan akan selesai pada tahun 2024 harus dijalankan dengan meminimalisir konflik sosial yang mungkin terjadi. Pembangunan berbagai fasilitas pendukung sistem pemerintahan juga tetap harus memperhatikan kearifan lokal dan budaya setempat. Sehingga apa-apa saja yang telah diupayakan mampu terealisasi dengan baik demi kemaslahatan seluruh wilayah dan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun