Mohon tunggu...
Miarti Yoga
Miarti Yoga Mohon Tunggu... Penulis - Konsultan Pendidikan Keluarga

Menjalani Peran Pengasuhan Berkesadaran

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Pengasuhan: Antara Pengetahuan dan Kemerdekaan Pikiran

14 Agustus 2023   07:25 Diperbarui: 14 Agustus 2023   07:27 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selamat mengawali pekan, Ayah Bunda yang dirahmati Allah.

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Dalam kondisi belum mampu bijak menyikapi, biasanya kita akan terjebak dalam kegalauan, manakala mendapatkan sebuah pengetahuan. Contohnya? Kita dibuat galau dan sersa salah, saat idealisme tentang pendidikan anak itu kita dapatkan satu demi satu. Bisa jadi dari mendengarkan dari sebuah kelas seminar, bisa jadi dari membaca sebuah artikel, atau bisa jadi dari sekadar tulisan yang tampil di beranda sosial media.

Efek dari kegalauan itu kemudan menjelma rasa takpercaya kepada beberapa pihak.

  • Tidak percaya kepada Nenek dan Kakeknya anak-anak
  • Tidak percaya kepada Teteh ART (khadimat)
  • Tidak percaya kepada pihak sekolah
  • Bahkan tidak percaya kepada pasangan
  • Dan kepada caregiver lainnya yang ada hubungan dengan anak kita.

Lalu apa yang membuat diri tak percaya kepada orang-orang yang ada hubungannya dengan anak kita? Karena kita menganggap kita sudah benar (tepat), sedangkan mereka belum. Padahal, anggapan "benar" menurut kita itu baru sebatas modal mendengarkan, alias belum sampai tingkat pemahaman. Karena idealnya, tambahan ilmu pengetahuan yang kita dapat, tidak seharusnya dijadikan pijakan untuk menyalahkan orang-orang sekitar.

Misalnya:

  • "Kalau saya kan berusaha untuk tidak mengikuti semua keinginan anak, sedangkan kalau Nenek dan Kakeknya mah serba boleh."
  • "Kalau saya kan bicara kepada anak itu sudah menggunakan bahasa sugesti, sedangkan Nenek Kakenya mah, masih menggunakan bahasa-bahasa penghakiman."
  • "Kalau saya kan, biacara kepada anak itu siupayakan menggunakan kata-kata yagn tepat dan tidak ikut-ikutan cadel. Tapi kalau mereka mah, ketika anak cadel itu ya ikutan cadel juga. Itu kan salah."

Mmmmm. Baiklah. Tenangkan jiwa sejenak yuk. Tak harus merasa benar dalam kondisi diri yang masih harus banyak belajar.

Mengarak dan berharap orang agar seratus persen sama dengan pola mendidik dan pola berkomunikasi yang biasa kita gunakan, itu bukan perkara mudah. Ada proses mengingatkan yang perlu ditakar "tekniknya". So, tak perlu terburu "nafsu" untuk mengingatkan, melainkan berikan pola-pola mencontohkan yang enak untuk diadaptasi orang-orang sekeliling kita. Karena secara fitrah, tak setiap orang siap untuk disalahkan. Tak setiap orang juga, berkenan untuk minta berubah dalam kurun yang secepat kilat.

Bicara soal pengasuhan, kadang kita juga terjebak utuk membandingkan. Membandingkan antara pengasuhan orang tua kita zaman dulu dengan pengasuhan kita hari ini. Kita berpikir bahwa orang tua dulu itu terlalu kolot. Terlalu konservatif. Sedangkan kita menganggap pengasuhan hari ini itu lebih bijak, lebih edukatif, lebih religius.

Bayangkan. Orang tua kita dulu, khususnya orang Priangan. Tidakkah mereka itu mengasuh dengan religiusitas? Mereka menggunakan siloka/filosofi PAMALI untuk memberikan reminder terbaik kepada kita. Hanya saja, mereka menggunakan pembahasaan yang INDIRECT. Pembahasaan yang butuh pemaknaan.

Coba bayangkan.

  • Pamali teu meunang ulin dina waktu sareupna
  • Pamali teu meunang motong kuku liwat wagrib
  • Pamali teu meunang diuk dina lawang panto

Tidakkah itu semua sebuah MAS'ULIYAH (tanggung jawab)? Tidakkah itu sebuah bentuk "tawashoubilhaqq tawashoubishobr"? Bahkan mengingatkan utuk segera pulang karena adzan maghrib telah tiba, sebagai sebaik-baik rasa sayang agar anak-anaknya pergi bergegas menunaikan salat magrib?

Hanya barangkali, bahasa mereka adalah bahasa ETNOPEDAGOGI. Apa itu ETNOPEDAGOGI? Pendidikan anak, berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal. Termasuk bahasa yang digunakan pun menggunakan kearifan lokal.

Yuk, mari lebih bijak untuk lakukan komparasi (studi banding) terbaik. Karena konteks ilmu pengasuhan, bukan untuk menjadi bahan saling menyalahkan dan saling mengklaim mana yang paling tepat. Melainkan bagaimana kita menafakuri dinamika pengetahuan yang berkembang dari waktu ke waktu.

Peluk hangat untuk Ananda hebat semuanya. Doa lekat untuk mereka, para jalan surga.

Baarakallaahufikum.


Wallohua'lam bishshowaab.

Semoga bermanfaat dan salam pengasuhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun