Berbicara pengasuhan, masih belum bisa lepas dari konteks mindfulness. Mindfulness itu sendiri bagian dari latihan batin kita untuk sanggup menerima kenyataan dan cerdas mensyukuri apa saja yang Allah anugerahkan.Â
Berbicara mindfulness, juga tak bisa lepas dari keadilan persepsi kita dalam menimbang sekian kelebihan yang kita miliki, menakar kebaikan yang orang lain berikan, mengukur kesalehan yang dicapai anak-anak, dan menghitung bongkahan hikmah atas musibah yang menimpa.
Selanjutnya, salah satu dimensi mindful parenting yang dikemukakan oleh McCaffrey, Reitman, dan Black dalam Kumalasari (2019) adalah dimensi mindful discipline. Dimensi ini menjelaskan tentang bagaimana kita sebagai orang tua mampu bersikap nonreaktif dan fokus pada tujuan pengasuhan itu sendiri.
Sikap nonreaktif itu sendiri seperti apa? Salah satu yang paling kasat mata dari sikap nonreaktif adalah bersikap tenang dan tidak automarah saat menghadapi perihal yang tidak berkenan.Â
Dan sikap nonreaktif ini menjadi sangat wajar adanya dalam kehidupan pengasuhan, karena pengasuhan itu sendiri tak lepas dari dinamika keseharian meski sesederhana apa pun itu.Â
Contoh kecil,ketika kita sedang asyik makan, tetiba anak batita kita meminta diantar ke kamar mandi untuk menunaikan hajatnya. Saat lantai rumah baru saja dibersihkan dan dipel, sejurus kemudian anak kita memberentakkan mainan dan menumpahkan makanan.Â
Pun dengan barang-barang yang kita koleksi mulai adri cangkir hingga vas bunga, tanpa sengaja tersenggol oleh si kecil dengan gaya mondar-mandirnya yang "tanpa perasaan bersalah".
Dari contoh yang kecil yang diutarakan, tentu masih belum berbanding denga sekian contoh yang terjadi pada kehidupan sehari-hari. Artinya, jika kita trak memiliki deposito sikap nonreaktif, lalu bagaimana kehidupan pengasuhan yang setiap harinya aka nada saja "drama-drama" tak diduga.Â
Sebaliknya, kalau sikap kita masih saja reaktif, maka berapa kemarahan dan kekesalan yag mengemuka seiring dengan spontanitas anak dalam setiap harinya?
Selanjutnya, fokus pada tujuan pengasuhan. Apa yang dimaksud dengan fokus pada tujuan pengasuhan? Artinya adalah, tertakdirnya kita dipasangkan dengan suami atau istri kita, itu sebuah jalan panjang menuju surga Allah Swt.Â
Artinya lagi, ada sekian fase yang secara fitrah akan ditempuh. Bagi perempuan, ada fase hamil, melahirkan, mengurus bayi, dan seteresunya. Pun bagi laki-laki. Bagaimana seorang suami bertransformasi menjadi seorang ayah dengan segala variabelnya.
Maka logikanya, selain secara fitrah kita adalah pasangan suami istri, namun secara substansial, kita juga dikenai amanah untuk memikirkan masa depan anak-anak. Dan berbicara masa depan anak-anak, tentu tak cukup dibicarakan pada saat nanti anak-anak sudah dewasa, melainkan sejak hari ini.Â
Termasuk bagaimana kita membangun budaya mengingatkan, budaya membacakan buku, budaya menyiapkan bekal makanan saat anak hendak nak hendak beraktivitas di luar rumah (sekolah), termasuk memilihkan pendidikan untuk anak-anak dengan segala komitmen dan konsekuensinya, itu semua adalah bagian dari konteks "fokus pada tujuan pengasuhan".
Bismillah. Mari kembali merefleksi diri. Bahwa kita bukan saja berpasang-pasangan. Namun kita dikenai amanah pengasuhan.
Untuk anak-anak tercinta di mana saja berada. Genggam erat jemari. Raih impianmu setinggi langit.
Terima kasih dan salam pengasuhan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI