Mohon tunggu...
Miarti Yoga
Miarti Yoga Mohon Tunggu... Penulis - Konsultan Pengasuhan

Mengenal Diri, Mengenal Buah Hati

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Memperjuangkan Kejujuran Buah Hati

16 Agustus 2021   07:00 Diperbarui: 20 Agustus 2021   20:45 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Dokumentasi Pribadi

Hari ini, tepat satu hari jelang hari ulang tahun kemerdekaan republik tercinta, Indonesia. Banyak nilai yang bisa kita gali berkenaan dengan hal ini. 

Salah satunya, kita belajar merdeka dari jeratan ketidakikhlasan menghadapi dinamika yang ada, termasuk menghadapi "kerewelan" dan masalah khas anak-anak di rumah.

Tanpa sadar pula, kita berharap anak kita baik, normatif, terbaik, teladan, punya banyak kecakapan, berdasarkan lintasan pikiran "ingin ditepuktangani dan dipuji orang-orang sekitar". 

Bahkan saat anak menangis manja atau merajuk di depan banyak orang, kita rela mencubit bagian tubuhnya demi terciptanya kondisi "aman" dan kita terlepas dari beban rasa malu. 

Hal ini perlahan melahirkan kondisi sebab akibat. Artinya, tanpa sadar, cara kita bermanipulasi, direkam dan dicoba langsung oleh anak. 

Singkatnya, mereka melakukan apa yang kita lakukan. Mereka mengulang kecemasan persis yang kita contohkan. Mereka memainkan ego-nya hingga melakukan aksi manipulasi. 

Adapun contoh-contohnya yang bisa kita gali di lapangan adalah:

1. Berpura-pura demi penghargaan

Anak bisa saja berpura-pura sudah melakukan sholat, atau berpura-pura menjalankan puasa, atau berpura-pura mengikuti kegiatan ekstrakulikuler di sekolah. Hal ini sebagai bentuk pengharapan dia pada orangtua, yang selama ini dianggap kurang mengapresiasi dirinya atau dianggap pilih kasih.

2. Meniru orangtua atau orang-orang sekitar

Tanpa sadar kita melakukan kebohongan. Terlepas, atas dasar motif apa kita melakukannya. Namun hal inilah yang kemudia mereka jadikan pembenaran. 

Mereka menganggap bahwa dirinya boleh melakukan hal yang sama. Karena contoh yang mereka lihat layaknya sebuah ucapan "silakan".

3. Ingin menunjukkan superioritas atau kekuatan diri

Ini bisa terjadi pada anak yang berasal dari keluarga kurang mampu secara finansial. Dia memanipulasi kondisi yang sebenarnya melalui cara berpakaian, cara berdandan, dan dengan cara yang terkait dengan kebendaan.

4. Takut diketahuai kondisi yang sebenarnya

Ada anak yang menyembunyikan luka pada salah satu bagian tubuhnya. Bukan karena takut sakit ketika diobati, melainkan karena takut dimarahi atau takut diancam supaya tidak boleh bermain lagi.

5. Tak tahan dengan tuntutan yang ada

Dipaksa mengikuti bimbel, diberikan jadwal belajar yang sangat ketat demi mendapatkan nilai ujian yang memuaskan. Sedangkan saking ketatnya aturan, si anak kedapatan tengah menikmati video-video porno di sebuah warnet yang tak jauh dari sekolah.

6. Menutupi kekurangan dengan cara melebihkan keadaan yang sebenarnya

Contoh semacam ini bisa kita lihat pada anak yang menyontek pekerjaan teman. Sadar akan kekurangan dirinya yang tak sanggup mengerjakan soal, dia mencoba mendekati salah satu teman yang sudah terpediksi lihai dan tepat dalam mengerjakan setiap soal.

Keinginan yang semakin berkelindan pada anak-anak, jika dikaitkan degan teori psikoanalisis Sigmun Freud, mereka ibarat individu yang tengah mengeksekusi sebuah lintasan pikiran. Dan ego adalah badan pelaksananya (executive branch). 

Mereka tak sadar apakah yang mereka lakukan itu salah atau benar. Karena ego tidak memperhitungkan nilai-nilai moralitas. Oleh karenya, tigas besar kita adalah menyusun struktur kepribadian tahap berikutnya, yang dikenal dengan istilah superego. 

Dalam tahapan superego, seorang anak dikenalkan hati nurani (conscience). Mereka diminta untuk membuka hati untuk mampu memperhitungkan perbuatan dan serta merasa bersalah atas perilaku tak normatif yang telah atau terlanjur dilakukannya. 

Dan ketika tekanan-tekanan memblokade ego seorang anak, lalu sekian kepuasan yang lebih dahulu dibatasi, maka hal itu bagaikan sinyal bagi dirinya untuk mengatasi konflik melalui alat mekanisme pertahanan. Dan perilaku penipuan dengan beragam jenisnya, adalah salah sau bentuk mekanisme pertahanan yang mereka lakukan.

Ayah Bunda yang dirahmati Allah. Semoga karifan senantiasa mengembrio pada buah hati kita semua. Semoga mereka tetap bertahan dalam kebaikan tanpa tercederai oleh keinginan-keinginan ekstrem dan tak bernorma. 

Tetapkan cerita-cerita hikmah mengalir terus pada rasa hausnya. Dan biarkan komunikasi tercipta dalam setiap harinya. 

Mari kukakan ruang keakraban untuk mereka mengemukakan kejujuran. Karena jujur itu sendiri adalah harga yang sangat mahal. 

Lebarkan senyum kita untuk menjadi pertanda bahwa kita adalah tempat ternyaman untuk mereka jadikan pelabuhan. Salam sayang untuk Ananda. Dirgahayu Republik Indonesia. Merdeka.

Terima kasih dan salam pengasuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun