Artinya, dengan genre religi yang dibawa oleh Sabyan, seakan menjadi sebuah pemantik bagi netizen untuk meneriaki keberadaan Ayus dan Nisa Sabyan dengan sangat bernafsu.Â
Alasannya tentu saja karena musik religi (siapapun penyanyi atau grup musiknya) dianggap harus berkorelasi dengan moralitasdan religiusitas. Dan kekuatan penyaji berita dalam membuat korelasi (ketersambungan) dengan genre religi ini, cukup berhasil dalam menggiring netizen untuk memberi vonis "munafik" pada Sabyan.Â
Padahal, kalau kita telaah lebih jauh, banyak sekali penyanyi atau grup musik yang membawakan lagu religi tanpa harus berprofil seseorang atau sekelompok orang yang "nyantri" atau berprofil religius. Jadi, apakah kita masih mau terbawa riuh vonis-vonis itu?
Ketiga, tentang bahasan sangat sensitif (pelakor) yang dikaitkan dengan hijab.
Jika netizen merasa geram terhadap Nisa Sabyan yang merupakan perempuan berhijab yang kemudian diteriaki sebagai pelakor, maka apakah dari sekian ribu atau sekian juta netizen itu sudah bersih dari jiwa pelakor? Sedangkan pelakor itu sendiri, hampir ada di semua elemen dan sosio kultural. Di dunia artis, di dunia bisnis, bahkan di dunia pendidikan sekalipun.Â
Pelakor itu ada dan di saat yang sama, potensi selingkuh pun sangat rentan. Tentu saja, dengan berbagai alasan dan dorongan. Namun kembali lagi pada kendali iman, setiap jiwa berupaya keras untuk tak terjebak pada keliaran rasa yang berujung pada kompleksnya masalah, yang kemudian familier dengan istilah perselingkuhan.
Pun tentang hijab. Sebetulnya merupakan sesuatu yang sangat universal. Artinya, dari sisi hukum, hijab (penutup aurat) itu sendiri merupakan perintah langsung Allah Swt terhadap siapa pun muslimah. Perintahlah inilah yang kemudian berkorelasi dengan perkara kepatuhan seorang muslimah sebagai hamba.
Perkara sekian muslimah yang belum berhijab, itu bukan hak muslimah lainnya untuk mempertanyakan dan memvonis. Sebaliknya, selain sebagai identitas muslimah, diakui atau tidak, hijab juga telah sangat meluas keberfungsiannya.Â
Dari fungsi menutup aurat hingga life style, bahkan ada pula yang memfungsikan hijab secara sekaligus untuk menutupi salah satu kekurangan atau masalah fisik.Â
Oleh karenanya, universalitas  hijab tak bisa bisa memiliki hukum kausalitas begitu saja dengan keberadaan perilaku dan kualitas ibadah seorang muslimah. Dalam istilah lain, berhijab tak berarti otomatis sebagai identitas kesalehan. Bahkan motivasi setiap muslimah yang behijab pun, sebetulnya sangat privat dan tak bisa disamaratakan satu sama lain.
Keempat, tentang ketidakadilan hukum dan perlakuan.