Mohon tunggu...
Miarti Yoga
Miarti Yoga Mohon Tunggu... Penulis - Konsultan Pengasuhan

Mengenal Diri, Mengenal Buah Hati

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mengompilasi Zaman, Melahirkan Pejuang

10 November 2020   11:42 Diperbarui: 11 November 2020   07:36 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi bermain di kebun. (Dok. pribadi)

Salah satu dimensi dari sebuah perjuangan adalah kemampuan untuk bertahan, tepatnya: mampu bertahan dalam ragam kondisi tersulit. 

Contoh sederhananya adalah, bagaimana anak-anak kita dapat menyelesaikan tugas hingga tuntas, bagaimana mereka menyikapi amanah dengan positif (tanpa dramatis dan hiperbolis).

Bila menilik perjalanan sejarah dunia, pada abad ke-18 dikenal dua zaman, yakni zaman rasionalisme dan zaman naturalisme. Keduanya berkorelasi lagsung terhadap paham dan paradigma.

Paham rasionalisme berkeyakinan bahwa akal adalah sumber pengetahuan. Maka wajar bila pada zaman ini dikenal banyak penemu, seperti Galileo Galilei yang berendapat bahwa bumi itu bulat. 

Demikian pula dengan penemuan daerah, seperti penemuan Benua Amerika (walaupun berdasaran beberapa literatur, masih kontroversi terkait siapa penemu pertama). Artinya bahwa zaman rasionalisme telah memberi warisan paradigma kepada kita bahwa kecerdasan logika adalah sebuah ukuran kehebatan.

Sebagai koreksi atas paham rasionalisme, di abad yang sama, muncul paham naturalisme. Paham ini yang kemudian menentang keberadaan paham rasionalisme, dengan menghendaki keseimbangan antara kekuatan rasio dan hati.

Pada hari ini, di abad ini, warisan paham naturalisme, bergeliat dan bangkit. Salah satunya adalah, bagaimana sekian banyak orang mulai paham bahwa kecerdasan manusia bukan hanya intelektual, melainkan kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual, dan lain-lain. 

Bahkan secara masif, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, berupaya menggaungkan sebuah bangunan kurikulum yang pertajuk pendidikan karakter.

Salah satu pesan tersirat dari pendidikan karakter adalah mengingatkan bahwa kita tak boleh pragmatis menilai atau menghakimi anak, melainkan telusuri terlebih dahulu kronologinya. 

Demikian pula dengan konteks perolehan capaian. Dalam konteks pendidikan karakter, anak tidak saja diukur seberapa tinggi perolehan nilainya, melainkan juga disertai dengan sisi kualitatif prosesnya.

Jauh hari sebelum pendidikan karakter dikekalkan oleh pemerintah, perjalanan sejarah Rasulullah Saw pun telah menjadi sebuah literatur yang faktual bahwa agama Islam telah mengajarkan tentang pendidikan karakter. 

Lebih terlangggengkan lagi, ketika secara tekstual, perihal pendidikan karaktter ini tertuang dalam Al-Qur'an, hadits, dan kitab-kitab pelengkapnya.

Pun secara etnopedagogik. Bagaimana orang tua zaman dulu dengan bermodalkan bahasa oral, mengkiaskan sebuah pesan-pesan normatif melalui kawih (baca: senandung). 

Di lingkungan orang Sunda, cukup familier dengan kawih "Jampe-jampe Harupat". Kawih atau senandung ini, selain bermakna pesan moral, juga sebuah motivasi utuk meyakinan sang buah hati agar mampu meraih harapan-harapan, yang hakikatnya adalah doa.

Selanjutnya, pada abad ke-19 dikenal beberapa zaman, yang salah satunya adalah zaman nasionalisme. Pada zaman ini, tumbuh patriotisme dalam mempertahankan bangsa dari penjajah. 

Secara fenomenal dan monumental, banyak tokoh pejuang yang namanya bisa kita perkenalkan pada anak-anak, baik di sekolah maupun di rumah.

Dan warisan paham patriotisme ini sama dengan paham yang lainnya di mana warisan paradigmanya tetap tak lekang. Bahkan hingga hari ini, di Indonesia sendiri diabadikan Hari Pahlawan setiap tanggal 10 November.

Ini adalah sebuah warisan yang baik, di mana anak-anak kita ditumbuhkembangkan dengan pendekatan sejarah. Artinya, bagaimana mereka menggali nilai-nilai kebaikan dan memiliki perspektif yang positif melalui kisah-kisah yang berhakikat hikmah.

Dalam konteks pengasuhan di rumah dan pembelajaran di sekolah, kiranya kita boleh menyatupadukan sisi-sisi positif dari setiap paradigma/paham yang mengemuka di setiap zaman. Meski setiap paham tak secara utuh baik dan benar. Tetapi sekali lagi, sisi positifnya dapat kita kompilasikan untuk kebutuhan pembelajaran anak-anak kita.

Bagaiamana mereka tetap memiliki semangat akademik yang baik seperti telah diwarisakan oleh paham rasionalisme, bagaimana pula anak kita berkembang emosi dan kreativitasnya seperti dikampanyekan pada zaman naturalisme, dan bagaimana pula anak-anak kita memiliki semangat juang serta memiliki kecintaan terhadap negaranya atau kepada lingkungan masyarakat terkecilnya.

Semoga menjadikannya pribadi yang utuh dan tangguh. Meski prosesnya tentu saja tak bisa pragmatis alias tak bisa sekali jadi. Namun satu modal dasar bagi kita sebagai orang dewasa yang mengawalnya adalah bagaimana mereka tetap memiliki keberlimpahan MOTIVASI, baik motivasi internal maupun motivasi eksternal. 

Kita wakafkan keyakinan yang baik padanya, kita sokong cita-citanya, kita dukung proyek-proyeknya, kita apresiasi usaha-usahanya.

Bahkan untuk hal seteknis memuji pun, kiranya kita tak terbatas dalam memberi kata sifat. Kita yang hari ini baru membiasakan kata-kata pujian seperti "cantik" atau "ganteng".

Maka untuk sebuah makna perjuangan bagi anak, kita bisa imbangi dengan kata-kata pujian yang berhubungan langsung dengan motivasi dan aksi, seperti "hebat", "rajin", "tangguh", "tekun", "calon pengusaha", "calon menteri", "profesor", dan lain-lain. 

Mungkin ini terkesan "lebay" atau berlebihan. Tapi ini adalah sokongan yang dapat membantu mengarahkan sugesti mereka. Supaya mereka tetap berdiri tegak dengan bermental pejuang.

Selamat Hari Pahlawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun