Mohon tunggu...
Miarti Yoga
Miarti Yoga Mohon Tunggu... Penulis - Konsultan Pengasuhan

Mengenal Diri, Mengenal Buah Hati

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Menghadapi Kerewelan Anak, (Minimal) Teruji untuk Anak Sendiri

5 Juli 2020   23:13 Diperbarui: 7 Juli 2020   03:37 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi anak belajar. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Sejenak Memandangi Fitrah Diri

Kita hari ini, sebagai orang tua, bukan tak pernah melalui gemuruhnya rasa saat kesulitan menghadapi kerewelan anak. Bahkan menghadapi tangisannya yang sengaja meledak di hadapan orang-orang.

Kita hari ini, sebagai orang tua yang telah berusaha sabar, bukan tak pernah digoda oleh sikap anak yang menolak untuk diajak mengambil sebuah pilihan.

Kita hari ini, sebagai orang tua lama maupun orang tua baru, bukan tak pernah merasakan sesak di dada akibat kenyataan pada diri anak yang tak sesuai ekspektasi.

Kita hari ini, sebagai orang tua yang telah berhati-hati memilih kata, bukan tak pernah dikagetkan oleh bahasa anak kita yang tetiba kasar dan entah dari mana mendapatkannya.

Dan tak sedikit, melalui chat demi chat yang masuk pada hampir setiap kelas seminar online yang saya layani, para peserta mengeluhkan tentang bagaimana menyikapi keberadaan anak dengan segala dinamikanya. 

Ada yang mempermasalahkan karena pendiamnya, ada yang mengeluhkan karena malasnya, ada yang mencemaskan karena ketergantungannya pada gadget, dan ada pula yang galau akan minat bakatnya yang konon hingga hari ini belum terlihat jelas di bidang apa.  

Dan tak sedikit saya dapati, orang tua secara telak memarahi anaknya hanya karena tangisnya yang tak berhenti saat dirinya harus beraktivitas.

Namun hal demikian tentu saja menjadi bahan "mata kuliah" sepanjang zaman yang harus kita pelajari dan amalkan. Agar kita tetap mampu bijaksana menjalani peran "orang tua".

Orang Tua yang Powerful akan Melahirkan Generasi yang Powerful

Menjadi orang tua memang perlu "powerful". Tak cukup bermodal keresahan, tak cukup bicara, tak cukup bergerak, tak cukup mengingatkan, dan tak cukup dengan mematok target-target.

Lalu bertafakur dengan sebuah filosofi "Like father like son" atau istilah senada "like mother like daughter", yang dalam istilah Sunda adalah "Uyah mah moal te'es ka luhur".

Betapa dalam untuk kita maknai bahwa orang tua yang sabar, akan mewariskan kesabaran kepada putra putrinya. Demikian pula orang tua yang tangguh, orang tua yang senang berbagi manfaat, oang tua yang berpikir kreatif, orang tua yang lihai dalam melahirkan gagasan, orang tua yang terbiasa mengungguli pentas juara, orang tua yang menguasai bisnis, tanpa sadar akan akan mewujud dan membumi sebagai karakteristik anak-anaknya.

Bahkan bukan sekadar "software" (baca: kapasitas) yang terwariskan, melainkan hal-hal yang kasat mata seperti gaya bicara, sikap tubuh, teknik berkomunikasi pun menjadi karakteristik yang melekat pada keturunan.

Contoh sederhana, ada seorang perempuan, berprofesi sebagai guru. Dari kecil hingga kini, aktif di berbagai organisasi, memiliki sikap humble, loyal, gesit, dan secara prestatif berulang kali menjuarai sebuah panggung tarik suara. Begitu salah satu putrinya beranjak menduduki bangku Sekolah Dasar, secara perlahan mewarisi performa sang ibu.

Bahkan gaya panggungnya --bisa dibilang- sangat mirip. Bahkan bisa diistilahkan "foto copy".

Satu pelajaran berharga dari kisah sederhana tersebut adalah bahwa seorang guru yang "powerful" atau bahkan multitalenta (di sekolah), memang sangat logis dengan modal yang dimiliki sejak dari rumah (keluarga). 

Artinya, mengelola para siswa di sekolah akan sangat berbanding lurus dengan kapasitas mengkondisikan keluarganya di rumah. Pun seorang putra dari seorang senior di bidang bisnis, sejak usia masih belia sudah mampu menjalankan roda perusahaan sebagai penerus jejak sang ayah.

Uniknya, di luar kapasitas menjalankan bisnis, ada karakter-karakter yang tanpa sadar terwariskan dari sang ayah. Mulai dari keberanian mengambil keputusan, kepercayaan diri menghadapi tokoh atau praktisi terkemuka, hingga ciri khasnya dalam mendesain "personal branding".

Ini sebuah faktor NATURE (keturunan) yang sekaligus dipasok oleh faktor NURTURE (pengkondisian, pembentukan).

Mengejar Minimal

Memang tak sederhana dan cukup berat. Saat kita sebagai orang tua harus bergelut dengan aktivitas, baik di ruang-ruang organisasi, di tempat kerja, di lahan bisnis, di majelis taklim, lalu secara alamiah kita ternobatkan menjadi aktivis atau pegiat atau tokoh atau pegawai atau pemilik posisi tertentu.

Lalu di manakah beratnya? Saat kita mengajak kebaikan pada orang-orang, saat kita memimpin rapat, saat kita berposisi sebagai pengambil kebijakan, sementara kita belum beres dengan urusan di rumah kita sendiri. Dengan pasangan bermasalah, anak sulit sekali diatur, anak ogah-ogahan belajar, anak banyak menuntut, anak terlibat insiden di sekolah, dan lain-lain. Tanpa sadar, hal demikian menjadi ironi. Menjadi anomali.

Kenapa ironi? Karena siapapun kita dan di manapun kita, hakikatnya adalah pengampu peradaban keluarga kita sendiri.

Kita dengan segala kesibukan, idealnya adalah sosok yang telah menunaikan kebutuhan anak-anak. Kebutuhan bercerita, kebutuhan curhat, kebutuhan dibantu tugas-tugas sekolahnya, dan lain-lain. Lebih jauh lagi, telah memetakan hidup anak-anak untuk kemudian mereka kelak akan belajar di mana dan akan membidangi apa.

Maka minimal yang kita lakukan adalah memberinya bekal dari rumah. Bekal tilawah, bekal sholat, bekal membaca buku, bekal pesan moral.

Lebih tak terbatas daripada kita

Jangan meragukan potensinya. Karena sesungguhnya mereka memiliki CC yang jauh lebih tinggi daripada kita.

Anak dengan hanya sekelebat mengenal program corel draw, lalu kita sodori satu uni laptop, maka imaginasinya bergerak sekelebat dan menjelajahi eksperimen demi eksperimen. Lalu sampailah dirinya pada titik ekspert.

Anak dengan "syahwatnya" kini yang tengah asyik berlama-lama dengan Al-Qur'an. Hadiahi mushaf yang menarik dan pinjami smartphone untuk dirinya merekam hafalannya via coice note atau video call kepada bapak ibu guru tercintanya. InsyaAllah akan menjadi energi besar yang sangat relevan dan mendongkrak sekian kali antusias. Lalu kemampuannya melesat melampui kita.

Anak dengan rancangan masa depan yang kini dimiliki, ajak dirinya untuk ngobrol khusyuk tentang arah tujuan, tentang cara mem-breakdown rencana-rencana, tentang konsekuensi logis (baca: belajar atau usaha) apa yang harus bersedia dilakukan.

Serba Unik telah Allah hadirkan ke dunia. Semoga kita cukup tenaga untuk menjalankan amanahnya.

Semoga bermanfaat. Terima kasih dan salam pengasuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun